01 Oktober 2009

» Home » Suara Merdeka » Diplomasi Kebudayaan Batik Indonesia

Diplomasi Kebudayaan Batik Indonesia

Simpulan yang bisa kita ambil dari banyak kasus klaim kebudayaan Indonesia dan penghargaan dari UNESCO adalah bahwa bangsa yang dihargai adalah bangsa yang memelihara budayanya, bukan sebagai yang menciptakan kali pertama.

AKHIRNYA dunia mengakui batik merupakan salah satu warisan umat manusia yang dihasilkan oleh bangsa Indonesia. Pengakuan serta penghargaan itu akan disampaikan secara resmi oleh United Nations Educational, Scientific, and Culture Organization (UNESCO). Pengakuan dilakukan pada 28 September 2009 dan penghargaan resmi pada hari ini (2 Oktober) di Abu Dhabi.

Pengakuan UNESCO itu diberikan terutama karena penilaian terhadap keragaman motif batik yang penuh makna filosofi mendalam.
Penghargaan itu juga diberikan karena pemerintah dan rakyat Indonesia juga dinilai telah melakukan berbagai langkah nyata untuk melindungi dan melestarikan warisan budaya itu secara turun-menurun.

Sebagai bentuk apresiasi terhadap Batik Indonesia, Presiden SBY meminta kepada seluruh warga negara Indonesia untuk memakai batik pada hari ini. Semoga ini menjadi awal yang baik, untuk selalu nguri-uri kebudayaan Indonesia. Tidak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu yang baik.

Setelah proses pengakuan ini apa yang harus dilakukan oleh masyarakat dan bangsa Indonesia selaku pemilik sah batik? Apakah akan membiarkannya begitu saja? Ada banyak cara yang bisa kita lakukan sekaligus mempromosikan batik secara kontinyu, dengan memakai batik sebagai busana kita sehari-hari. Disamping untuk menghidupkan industri batik secara tidak langsung, kita ikut menjaga kebudayaan Indonesia.

Sejarah

Untuk lebih memantapkan pemahaman kita tentang batik, ada baiknya kita tahu tentang sejarah batik Indonesia. Batik secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman, beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya.

Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri. Misalnya batik Pekalongan, Yogyakarta, Solo ataupun daerah-daerah lain di Indonesia memiliki corak atau motif sesuai dengan kekhasan daerahnya.

Dalam perkembangannya, kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria.

Jadi kerajinan batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Meluasnya kesenian batik menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap dikenal baru setelah usai Perang Dunia I atau sekitar 1920. Kini batik sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.

Diplomasi mewakili tekanan politik, ekonomi dan militer kepada negara-negara yang terlibat dalam aktivitas diplomasi. John T Rorke dalam International Politics on the World Stage, mengemukakan bahwa diplomasi didefinisikan sebagai sebuah proses komunikasi yang mempunyai dua elemen utama, yaitu negotiation dan signaling, mengucapkan atau mengerjakan sesuatu dengan maksud mengirim pesan kepada pemerintah lain.

Unsur kedua, untuk mencakup antara lain penggunaan ’’threat’’ (ancaman) seperti misalnya pemutusan hubungan diplomatik sampai pada gerakan militer.

Diplomasi atau negosiasi tidak harus diselesaikan di meja perundingan tetapi bisa melalui sarana lainnya seperti melalui bidang kebudayaan. Dalam Hubungan internasional dikenal dengan istilah diplomasi kebudayaan.

Istilah ini biasanya dipakai oleh suatu negara yang ingin mencapai kepentingan nasionalnya diluar bidang politik. Diplomasi kebudayaan merupakan usaha suatu negara untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan, baik secara mikro, seperti olahraga, dan kesenian atau secara secara makro sesuai dengan ciri-ciri khas yang utama, misalnya : propaganda dan lain-lain, yang dalam pengertian konvensional dapat dianggap sebagai bukan politik, ekonomi, ataupun militer.

Diplomasi kebudayaan melalui bidang budaya ini, dipandang lebih efektif  dalam diplomasi karena bagaimanapun kebudayaan  sendiri mempunyai unsur-unsur  universal yang berarti bahwa unsur-unsurnya terdapat pada semua kebudayaan bangsa-bangsa di dunia.

Pada dasarnya kebudayaan bersifat komunikatif, yang dapat dipahami, bahkan juga oleh masyarakat yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda. Kebudayaan  juga bersifat manusiawi: yaitu dapat lebih mendekatkan bangsa yang satu dengan lainnya.

Sifat-sifat positif dari kebudayaan inilah yang bisa membuka jalan bagi tercapainya tujuan diplomasi kebudayaan melalui batik ini. Peran media juga sangat efektif dalam memberikan informasi tentang pengakuan batik Indonesia ini baik untuk nasional maupun internasional.

Menjalankan diplomasi kebudayaan berarti berusaha untuk menanamkan, mengembangkan dan memelihara citra Indonesia di luar negeri sebagai bangsa yang memiliki kebudayaan yang tinggi, dengan cara sebagai berikut: pertama, menanamkan bila citra yang baik belum ada. Kedua, mengembangkan bila telah ada usaha untuk menumbuhkan citra tersebut.

Ketiga, memelihara bila telah lahir suatu citra yang baik mengenai kebudayaan Indonesia. Dengan melihat ketiga hal tersebut pemerintah Indonesia harus segera mengagendakan diplomasi kebudayaan untuk menyelamatkan aset bangsa.

Salah satu usaha untuk memelihara kebudayaan adalah dengan mematenkannya. Masalah hak Paten harus menjadi prioritas pemerintah, yang ternyata hal itu menjadi hal yang paling utama untuk adanya sebuah pengakuan internasional. Selain hak paten, pemerintah juga harus terus menggalakan program ”cinta kebudayaan sendiri”, yang tidak hanya sekedar program.

Satu langkah maju sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia, dengan memperjuangkan batik agar diakui masyarakat internasional melalui UNESCO. Langkah bagus ini diharapkan tidak berhenti sampai pada batik, tetapi masih banyak kebudayaan asli Indonesia lainnya yang harus terus diperjuangkan untuk memperoleh pengakuan dari negara lain.

Simpulan yang bisa kita ambil dari banyak kasus klaim kebudayaan Indonesia dan penghargaan dari UNESCO adalah bahwa bangsa yang dihargai adalah bangsa yang memelihara budayanya, bukan sebagai yang menciptakan kali pertama.

Bagaimanapun Indonesia harus melihat kasus-kasus klaim sepihak oleh negara lain sebagai pembelajaran bahwa kebudayaan harus terus dipelihara dan ditanamkan dalam diri manusia Indonesia, agar tidak kecolongan lagi.

Walaupun negara atau bangsa lain di dunia ini terus mengklaim beberapa kebudayaan Indonesia, bangsa Indonesia harus tetap menjaga sense of belonging sehingga kita tidak begitu saja dilecehkan dan direndahkan oleh bangsa lain. (35)


Wacana Suara Merdeka 2 Oktober 2009
—Anna Yulia Hartati SIP MA, dosen FISIP/Ilmu Hubungan Internasional Universitas Wahid Hasyim Semarang