30 Desember 2010

» Home » Opini » Pikiran Rakyat » Jangan Bunuh Sekolah Swasta

Jangan Bunuh Sekolah Swasta

Meski Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang melarang penempatan guru pegawai negeri sipil (PNS) di sekolah swasta sudah beredar beberapa waktu lalu, sampai sekarang gaungnya belum hilang, bahkan terasa semakin santer, terutama di kalangan pengelola sekolah swasta. Bagaimana tidak, dengan dilarangnya penempatan guru PNS di sekolah swasta, apalagi kalau dilakukan penarikan guru PNS yang sudah ada dari sekolah swasta, tentu akan memengaruhi kinerja sekolah swasta, terutama sekolah-sekolah swasta yang banyak menerima bantuan guru PNS dari pemerintah.
Meski dalam realitasnya ada beberapa sekolah swasta yang enggan menerima bantuan guru PNS, umumnya sekolah swasta senang kalau dibantu pemerintah dengan guru PNS. Kehadiran guru PNS di sekolah swasta dianggap penting karena kualifikasi pendidikan minimalnya dijamin standar, yaitu setidaknya S1 alias sarjana sesuai dengan persyaratan menjadi guru sebagaimana ditentukan oleh undang-undang.
Jadi, kalau guru PNS ditarik dari sekolah swasta sama artinya dengan menarik guru yang sudah memenuhi standar. Itulah sebabnya kalau guru PNS ditarik dari sekolah swasta sudah pasti memengaruhi kinerja sekolah swasta tersebut.
Problematika tahunan
Berapakah jumlah guru di negara kita? Dari data di Kementerian Pendidikan Nasional, jumlah guru kita sekitar 2,7 juta orang yang tersebar di berbagai satuan pendidikan, dari TK, SD, SMP, sampai dengan SMA dan SMK. Para guru ini bekerja di sekolah (dan madrasah) negeri maupun sekolah swasta.
Guru yang bertugas di sekolah swasta ada banyak jenisnya, antara lain adalah guru tetap yayasan, guru tidak tetap, dan guru PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan. Kalau dilihat dari penghasilannya, umumnya guru PNS memiliki penghasilan paling tinggi, menyusul kemudian guru tetap yayasan dan guru tidak tetap. Atas realita ini, ketika pemerintah (daerah) membuka pendaftaran calon PNS, banyak guru swasta memanfaatkan momen tersebut untuk memperbaiki nasib dirinya. Orientasinya jelas, kesejahteraan dan ketenteraman.
Kalau dirinya diterima menjadi PNS, penghasilan akan meningkat. Dengan kata lain, kesejahteraan diri dan keluarga akan lebih terjamin. Kalau menjadi PNS, diri dan keluarganya akan lebih tenteram karena risiko terputusnya penghasilan relatif sangat kecil, bahkan bisa dikatakan tidak ada. Bandingkan kalau statusnya guru tetap yayasan atau guru tidak tetap yang terancam terputus penghasilan manakala yayasannya bangkrut.
Itulah sebabnya kalau ada guru swasta yang mendaftar calon PNS dan diterima menjadi PNS banyak yang tanpa ragu-ragu segera meninggalkan sekolah swasta asalnya untuk menjalankan tugas sebagai PNS di luar sekolah swasta asalnya. Orientasi kesejahteraan dan ketenteraman bisa mengalahkan idealisme yang lama dibangun dalam mengembangkan pendidikan swasta.
Alhasil, pengelola sekolah swasta banyak yang "kelimpungan" karena banyak gurunya yang meninggalkan sekolah untuk menjalankan tugas barunya sebagai PNS. Lebih "kelimpungan" lagi karena guru yang meninggalkan sekolah swasta tersebut umumnya yang terbaik, muda, fresh, energik, idealis, dan menguasai teknologi informasi pembelajaran.
Ditinggalkan oleh guru-guru terbaik karena diterima menjadi PNS sudah barang tentu merugikan sekolah swasta. Itulah problematika tahunan yang dialami sekolah swasta pada umumnya.
Problematika baru
Problematika tahunan sekolah swasta belum teratasi kini muncul problematika baru dengan dilarangnya penempatan guru PNS di sekolah swasta, bahkan guru-guru swasta yang berstatus PNS akan ditarik dari sekolah swasta. Kebijakan pemerintah ini sungguh "menyakitkan" bagi kebanyakan sekolah swasta. Kalau surat edaran tersebut direalisasi, sudah dapat dipastikan pengelola sekolah swasta akan "kelimpungan" lagi. Bagaimanapun, guru PNS di sekolah swasta merupakan aset daripada beban.
Secara finansial, diterimanya guru PNS bagi sekolah swasta sangatlah membantu meringankan beban yayasan. Banyak yayasan atau sekolah swasta yang mampu meningkatkan kesejahteraan guru tetap yayasan dan guru tidak tetap karena adanya bantuan pemerintah berupa guru PNS. Logikanya sederhana, guru PNS sudah digaji pemerintah sehingga yayasan tidak perlu menggajinya, kalaupun menambah penghasilan, sifatnya sunat (bukan wajib) dan tidak harus sebanyak gajinya. Dengan demikian, pengeluaran yayasan bisa dihemat.
Kalau guru PNS di sekolah swasta ditarik, hampir dapat dipastikan kinerja sekolah swasta akan mengalami penurunan. Kesejahteraan guru tidak naik, tetapi bisa jadi malah turun dan biaya operasional akan bisa terganggu. Menurunnya kesejahteraan guru dan terganggunya biaya operasional inilah yang bisa menurunkan kinerja sekolah swasta pada khususnya dan pendidikan swasta pada umumnya.
Pendapat PGRI bahwa penarikan guru-guru berstatus PNS yang diperbantukan di sekolah swasta tanpa pertimbangan bijaksana dan jangka panjang bisa menimbulkan masalah atau instabilitas dalam pendidikan di sekolah-sekolah negeri maupun swasta kiranya dapat diterima. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah semestinya membangun kesepemahaman semua pihak dalam membangun kemitraan antara sekolah negeri dan sekolah swasta dengan saling membantu demi kemajuan bersama.
Jadi, pemerintah sebaiknya tidak perlu menarik guru PNS dari sekolah swasta. Jangan membunuh sekolah swasta! ***
Penulis, Direktur Pascasarjana UST Yogyakarta, Penasihat Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS), dan anggota Dewan Kehormatan PGRI Pusat.

Opini Pikiran Rakyat 31 Desember 2010