24 Mei 2010

» Home » Kompas » Jangan Salahkan Rotan Plastik

Jangan Salahkan Rotan Plastik

Bahan baku rotan merupakan karunia tersendiri dari Yang Maha Kuasa untuk bangsa Indonesia. Tumbuhan rotan banyak tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, NTB, NTT, Maluku, dan sebagian kecil Jawa Timur.
Tumbuhan rotan yang memiliki nilai ekonomis untuk diolah menjadi produk jadi akan mampu menghasilkan devisa bagi negeri ini. Sebanyak 85 persen bahan baku rotan ada di negeri ini, tinggal bagaimana mengolahnya untuk dijadikan komoditas unggulan dari Indonesia.
Bahan baku rotan sudah diperdagangkan sejak tahun 1918. Puncaknya tahun 1977 ekspor bahan baku ini mencapai 75.000 ton. Akibatnya, rotan dikenal oleh dunia sebagai bahan baku yang bisa diolah menjadi barang jadi, mulai dari furniture hingga keranjang.


Melihat besarnya permintaan dunia terhadap rotan untuk bahan baku rotan, pemerintah memikirkan bagaimana bahan baku ini mungkin dapat diolah menjadi barang setengah jadi, barang jadi, atau kalau diekspor pun bukan rotan asalan. Maka, berkembanglah industri barang jadi rotan berbentuk furniture atau keranjang yang mampu menyebar ke dunia. Nilai ekspor rotan mencapai 240 juta dollar AS (1987), kemudian naik menjadi 332 juta dollar AS (1994), dan ini bertahan sampai dengan tahun 2004.
Dampak dari kebijakan tersebut, banyak terjadi penyelundupan bahan baku ini. Dengan kian sulitnya bahan baku rotan didapat dari Indonesia, banyak perusahaan barang jadi rotan di luar negeri menjadi tidak dapat melakukan proses produksi sendiri. Untuk dalam negeri, kebijakan ini berdampak positif. Pertumbuhan industri ini dalam kurun enam tahun (1994-2000) cukup signifikan.
Rotan plastik
Sulitnya bahan baku rotan di Indonesia membuat negara-negara Eropa dan China mulai memikirkan substitusi untuk bahan baku rotan. Maka, dibuatlah rotan dengan bahan dari plastik. Produk substitusi ini mempunyai karakter seperti rotan dan bahkan lebih mudah dibuat dengan banyak warna yang menarik dan mampu bertahan di luar ruangan (outdoor) dan lebih awet. Belakangan malah rotan plastik juga digunakan untuk mebel dalam ruangan.
Produk rotan plastik ini terus dipromosikan ke seluruh dunia dengan menggunakan desain-desain yang baik dan tampilan yang lebih menarik. Produk mebel dan kerajinan dari bahan baku rotan asli pun mulai digeser oleh rotan plastik. Hal ini bisa kita lihat pada industri-industri rotan, yang terdapat di Cirebon, Surabaya, dan Solo yang sudah memproduksi mebel rotan menggunakan rotan plastik.
Permasalahan berkaitan dengan rotan sudah lengkap ditulis Kompas 24 Mei 2010. Memang sungguh memprihatinkan nasib industri mebel rotan alam kita yang mati suri.
Berbicara rotan memang harus berbicara Indonesia, tidak bisa melihat sepotong-potong, apakah kita melihat industri hulu atau hilir saja. Solusi permasalahan industri rotan adalah bagaimana kita semua berkonsentrasi merebut pasar kita kembali yang sudah bergeser dari rotan asli ke rotan plastik. Pemerintah Indonesia harus mempunyai strategi secara khusus bagaimana promosi rotan ini harus dianggap sebagai salah satu bahan yang langka di dunia yang mempunyai nilai seni sehingga perlu kita usulkan kepada UNESCO bahwa rotan adalah asli produk Indonesia.
Promosi untuk merebut pasar harus dilakukan secara terpadu oleh Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) bekerja sama dengan pemerintah yang harus sevisi. Sayangnya, sampai hari ini koordinasi yang cukup bagus baru dilakukan dengan Kementerian Perindustrian saja.
Pasar produk rotan masih sangat terbuka, seperti Timur Tengah, Eropa Timur, Afrika, dan Amerika. Namun, dibutuhkan desain produk yang laku di pasar.
Ambar Tjahyono Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia

Opini Kompas 25 Mei 2010