11 Maret 2010

» Home » Suara Merdeka » Mempertahankan Reputasi Merek Dagang

Mempertahankan Reputasi Merek Dagang

Tanpa usaha yang sungguh-sungguh dari perusahaan nasional dalam membangun reputasinya, akan menyebabkan kita menjadi bulan-bulanan perusahaan yang bereputasi dunia

PADA saat situasi politik di Tanah Air yang sedang menghangat, sebetulnya di belahan bumi sana sedang terjadi fenonema ekonomi yang tidak kalah menarik. Perusahaan-perusahaan raksasa dunia, khususnya perusahaan otomotif sedang banyak mengalami masalah berupa recalling product.


Bukan hanya masalah penarikan produk besar-besaran itu yang perlu diperhatikan namun banyak hal yang dapat kita pelajari dari perusahaan otomotif dunia dalam mempertahankan kekuatan mereknya. Perusahaan nasional, apapun produknya, semestinya bisa belajar bagaimana perusahaan  dunia mempertahankan reputasi sebuah merek dagang. Jadi, sedikitnya akan membantu kesiapan perusahaan nasional memasuki kompetisi perdagangan global, apalagi setelah berjalannya ACFTA, perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China.

Merek bagi sebuah perusahaan adalah aset yang sangat berharga, membutuhkan waktu lama dan biaya yang mahal untuk dikembangkan dan dipertahankan. Pasar yang dinamis juga memerlukan adaptasi terus-menerus agar sebuah merek dapat bertahan. Sebuah merek dapat menunjukkan status dan meningkatkan image perusahaan. Merek yang sudah terkenal akan menimbulkan kesetiaan terhadap merek tersebut (A Aaker).

Saat ini sebuah merger atau akuisisi akan mempertimbangkan faktor merek ini sebagai sebuah kunci penting. Bagi konsumen, sebuah merek dijadikan sebuah petunjuk akan sebuah kualitas dan membantu mereka dalam memutuskan sebuah pembelian. Kesetiaan terhadap sebuah merek sangat tergantung pada hubungan antara merek dan konsumennya. Tanpa mempertahankan hubungan tersebut, konsumen dengan cepat atau lambat segera beralih ke merek kompetitor, apalagi dalam kondisi persaingan global saat ini.

Contoh paling aktual bagaimana pentingnya mempertahankan reputasi sebuah merek dagang adalah bagaimana kerasnya Toyota sebagai produsen mobil terbesar dunia dalam bertahan soal cacat produk. Penarikan dan perbaikan besar-besaran terhadap mobil merek itu yang sudah dijual di seluruh dunia, dan khususnya di AS sebagai pasar terbesar Toyota di luar negeri, dikhawatirkan akan sangat memengaruhi prospek produsen mobil tersebut.

Toyota juga memperkirakan kehilangan pendapatan lebih dari 2 miliar dolar AS akibat penarikan dan perbaikan lebih dari 8,5 juta unit mobil di seluruh dunia. Gelombang penarikan mobil ke bengkel untuk diperbaiki mengancam reputasi pabrikan tersebut yang selama ini dikenal luas sebagai produk yang memiliki kekuatan merek papan atas.

Akio Toyoda, pimpinan Toyota Motor, yang merupakan cucu pendiri Toyota, dan baru memegang tampuk kepemimpinan Toyota pada Juni 2009, adalah yang paling merasa bertanggung jawab untuk mempertahankan reputasi Toyota akibat kegagalan produk tersebut. Dia berupaya keras untuk mengembalikan reputasi perusahaannya. Dia harus terbang ke AS, menghadiri sidang dengar pendapat dengan anggota Kongres AS.

Dia harus mendengarkan kecaman dan pertanyaan pedas dari para anggota Kongres AS. Toyoda juga berulangkali harus meminta maaf kepada para anggota Kongres dan jutaan pengguna mobil Toyota di AS atas akibat fatal yang ditimbulkan karena kesalahan produk mobil Toyota.

Minta Maaf

Toyoda juga mengunjungi China dalam lawatan permintaan maaf atas kegagalan produk Toyota. Di China inilah, dia  mengatakan bahwa dirinya tidak akan mencari kambing hitam atas kegagalan produk, dan dia menanggung kesalahan tersebut sebagai upaya perbaikan di masa depan. Berkali-kali ditegaskannya bahwa Toyota selalu berkomitmen terhadap keselamatan pengguna sehingga harus ditanggung konsekuensi penarikan dan perbaikan mobil Toyota di seluruh dunia.

Perlu dicatat juga pernyataan Toyoda bahwa prioritas tertinggi dari strategi perusahaan dalam pembuatan mobil adalah faktor keselamatan dan kualitas, sedangkan faktor penjualan dan biaya adalah prioritas kedua. Ini yang diperkirakan yang menjadi faktor kelengahan Toyota sehingga dihasilkan produk gagal, karena terlalu berfokus pada peningkatan pangsa pasar dan penghematan biaya-biaya.

Sebuah produk yang telah memiliki kekuatan merek akan berupaya keras mempertahankannya meskipun harus menempuh risiko seperti halnya penarikan produknya. Setelah Toyota mengumumkan penarikan besar-besaran produknya, tidak lama kemudian juga diikuti produsen mobil Korea Selatan, Hyundai, yang menyatakan akan menghentikan penjualan sedan Sonata di AS karena ditemukan cacat produk bagian engsel pintu depan, sekaligus menarik 46.000 unit Sonata yang telah dijual kepada konsumen sampai bulan Februari 2010 ini.

Penarikan mobil Toyota dan Hyundai, juga segera disusul pengakuan oleh produsen mobil AS, General Motor yang akan menarik 1,3 juta unit mobil yang telah dipasarkan di Amerika Utara karena ada masalah pada sistem power steering. Belum cukup lagi, gelombang pengakuan mobil bermasalah juga dilakukan oleh Nissan Motor, yang pada Maret 2010 ini bermaksud menarik 540.000 unit mobilnya untuk diperbaiki karena ada masalah pada pedal rem dan kesalahan pada meteran bahan bakar.

Sebuah nilai merek ataupun kekuatan sebuah merek menjadi aset perusahaan yang paling penting. Untuk itu kenapa Akio Toyoda berusaha keras memenangi kembali kepercayaan konsumen Toyota, meski menerima caci-maki, harus membungkukkan badan seperti prajurit terhukum .Toyoda memang memiliki beban besar karena kasus Toyota ini juga dapat memengaruhi kepercayaan konsumen dunia terhadap produk buatan Jepang.

Namun para konsumen Toyota juga mencatat bagaimana usaha keras dari Toyota untuk mengembalikan reputasinya. Ini menjadi catatan dalam benak konsumen bahwa pabrikan tersebut telah melakukan hal yang benar dan bertanggung jawab.

Penjualan Toyota di AS sejak Februari memang menurun, namun seiring dengan pulihnya kepercayaan konsumen, penjualan Toyota akan kembali ke posisi pertama sebagai produsen mobil dunia. Bahkan menurut data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) pada awal tahun 2010 ini, penjualan retail mobil masih didominasi oleh merk Toyota.

Banyak yang harus kita pelajari dari para perusahaan dunia ini dalam mempertahankan reputasinya agar perusahaan nasional juga siap bersaing di pasar global. Tanpa usaha yang sungguh-sungguh dari perusahaan nasional dalam membangun reputasinya akan menyebabkan kita menjadi bulan-bulanan perusahaan bereputasi dunia. (10)

— Anthony Surjo Abdi, praktisi bisnis, mahasiswa Program Doktor Ilmu Manajemen UKSW Salatig
Wacana Suara Merdeka 12 Maret 2010