04 Januari 2010

» Home » Suara Merdeka » Wasiat Gus Dur dan Rekonsiliasi

Wasiat Gus Dur dan Rekonsiliasi

BELUM lama setelah deklarator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) wafat, para elite partai sudah saling mengklaim mendapat wasiat dari Gus Dur.

Ketua DPP PKB versi Muktamar Ancol, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mengklaim sebelum wafat Gus Dur telah berwasiat memercayakan PKB berada dalam kepemimpinannya, sebab telah teruji dan mampu bertahan pada pemilu lalu. Menakertrans itu mengaku Gus Dur pernah mengatakan tanpa bantuan dirinya ternyata PKB masih tetap bertahan, meski suaranya turun pada pemilu lalu.   


Tentu saja klaim wasiat tersebut dibantah putri Gus Dur, Yenny Wahid yang juga Sekjen PKB versi Muktamar Parung yang selama ini berseberangan. Menurut Yenny, bapaknya berpesan agar dirinya tetap meneruskan perjuangan PKB. Sebab dirinya merasa selama ini telah dikader Gus Dur untuk menjadi penerus perjuangannya.

Yenny menantang kubu Muhaimin akan mendirikan PKB baru guna menyongsong Pemilu 2014, apakah dengan nama PKB Perjuangan, PKB Gus Dur, PKB Indonesia atau lainnya.

Bahkan Yenny mengaku jika Gus Dur sebenarnya berencana  mengadakan Muktamar PKB pada Februari nanti untuk membentuk kepengurusan baru, di mana pada Muktamar Parung telah terbentuk kepengurusan dengan Ketua Dewan Syuro Gus Dur, Ketua Dewan Tanfidziyah Ali Masykur Musa, dan Sekjen Yenny Wahid. Sementara pada Muktamar Ancol terbentuk Ketua Dewan Syuro KH Abdul Aziz, Ketua Dewan Tanfidziyah Muhaimin Iskandar, dan Sekjen Lukman Edy. Meski akhirnya Pemerintah dan MA hanya mengakui keabsahan PKB hasil Muktamar Ancol.

Sementara mantan sekretaris pribadi Gus Dur, Aris Junaidi mengaku dua minggu sebelum wafat, Gus Dur pernah bicara kepada dirinya ingin bertemu Presiden SBY. Ketika ditanya maksudnya apa, Gus Dur menjawab ingin meminta SBY agar mengembalikan kepemimpinan PKB kepada dirinya. Sebab Gus Dur yakin hanya dirinyalah yang mampu memimpin partai itu dan hanya SBY yang mampu mendesak Muhaimin untuk lengser dari kepemimpinan.

Namun ketika SBY menjenguk Gus Dur di RSCM, mantan Ketua Umum PBNU itu sudah dalam kondisi koma sehingga tidak bisa mengutarakan keinginannya kepada SBY. Jika yang dikatakan Aris Junaidi dan Yenny Wahid itu benar, maka klaim Cak Imin otomatis tertolak dengan sendirinya.

Yang masih menjadi misteri adalah, apakah ada korelasi antara keinginan Gus Dur bertemu SBY dan rencana Muktamar PKB pada Februari nanti, juga dengan konflik yang semakin memanas antara Cak Imin dengan adik kandung Gus Dur, Lily Wahid yang didukung Sekjen Lukman Edy, di mana berujung pada rencana recall-nya dari Senayan.

Pasalnya, selama ini Lily Wahid berada di kubu Cak Imin ketika berhadapan dengan Gus Dur. Konflik dimulai ketika Lily Wahid mengugat jabatan rangkap Cak Imin sebagai Ketua Umum PKB sekaligus Menakertrans, dengan mengajukan judicial review ke MK. Jika nanti dikabulkan MK, maka otomatis Muhaimin akan lengser dari kursi Ketua Umum PKB jika tetap ingin menjabat Menakertrans. Sayang, Gus Dur tidak bisa menjawab misteri itu karena sudah keburu wafat.    
 
Memang dengan wafatnya Gus Dur, nasib PKB seolah-olah seperti anak ayam kehilangan induknya. Sebab tanpa Gus Dur PKB akan ambruk tetapi sebaliknya tanpa PKB, Gus tetap akan eksis. Pasalnya, nama Gus Dur lebih besar daripada nama PKB sendiri. Terbukti ketika terjadi konflik kubu Gus Dur vs Cak Imin, perolehan suara PKB merosot drastis dari 12,2 persen pada Pemilu 2004 tinggal hanya 5,4 persen pada Pemilu 2009. 

Dengan wafatnya Gus Dur, diprediksi suara PKB akan semakin merosot tajam pada Pemilu 2014 nanti jika segenap elitenya dari Muktamar Ancol dan Parung tidak segera melakukan rekonsiliasi (islah) sejak sekarang.  Apalagi kekuatan massa dan basis riil konstituen PKB hanya terpusat di Jatim dan Jateng, sehingga mudah hijrah ke parpol lain dan itu telah dibuktikan pada pemilu lalu.

Memang sejak didirikan pada 23 Agustus 1998 oleh lima deklarator termasuk Gus Dur, PKB yang merupakan anak kandung NU itu selalu dilanda konflik internal di antara para elitenya. Hampir semua konflik dimenangkan Gus Dur seperti ketika melawan Matori Abdul Djalil, Alwi Shihab, dan Saifullah Yusuf serta Abdurrahman Chudlori dan Khoirul Anam yang akhirnya melahirkan PKNU.

Bahkan ketika masih menjabat Ketua Umum PBNU (1984-1999), Gus Dur juga selalu sukses seperti ketika konflik melawan  Mustasyar PBNU KH Asíad Syamsul Arifin dalam Muktamar Yogyakarta (1989), melawan Wakil Rois Aam PBNU KH Ali Yafie di awal tahun 1990-an, melawan Abu Hasan dalam Muktamar Cipasung (1994) meski Abu Hasan didukung Presiden Soeharto.

Namun ketika berselisih dengan KH Hasyim Muzadi dalam Muktamar NU di Donohudan Boyolali (2004), Gus Dur terpaksa mengakui keunggulan KH Hasyim Muzadi yang tetap menjadi Ketua Umum PBNU. Juga ketika melawan Muhaimin Iskandar yang didukung Presiden SBY, Gus Dur terpaksa mengakui keunggulan bekas murid dan anak ideologisnya itu.

Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, mungkinkah terjadi rekonsiliasi PKB sepeninggal Gus Dur sebagaimana diharapkan adik Gus Dur, KH Shalahuddin Wahid (Gus Sholah) sehingga akan mampu mengembalikan kejayaan partai seperti ketika awal dilahirkan dulu.

Namun rasanya sulit memenuhi keinginan Gus Sholah tersebut, sebab konflik antarelite pusat partai hingga ke level elite partai di daerah sepertinya sudah menjadi bagian dari budaya partai tersebut.
Pertama, sebagaimana dikatakan Yenny Wahid seusai Gus Dur menerima kunjungan Sekjen PKB Muktamar Ancol, Lukman Edy.

Menurut Yenny, Gus Dur sempat mengatakan pada anaknya itu, forgive your enemies, but don’t forget their mistakes (maafkan musuh-musuhmu, tetapi jangan lupakan kesalahan-kesalahannya). Hal itu menunjukkan tidak akan terjadi islah antara kubu Muktamar Ancol dan Parung. Apalagi jika nantinya kubu Muktamar Parung menyelenggarakan muktamar pada Februari nanti sebagaimana pernah digagas Gus Dur, niscaya perpecahan  semakin sulit didamaikan.

Kedua, terbukti belum kering tanah di pusara Gus Dur, kedua kubu sudah saling klaim mendapat wasiat. Hal itu menunjukkan pertarungan antarelite partai semakin mendalam dan sangat sulit diajak berislah.

Ketiga, terjadinya konflik internal di kubu Muktamar Ancol antara Cak Imin dan Lily Wahid yang secara tersirat didukung Lukman Edy. Jika kubu Muktamar Ancol saja pecah, bagaimana akan menyatukan dirinya dengan kubu Muktamar Parung?

Keempat, sebelum wafat, Gus Dur belum sempat melakukan islah dengan Cak Imin. Hal ini menjadi isyarat dan petunjuk paling jelas tidak akan terjadi rekonsiliasi antara Yenny Wahid dan Cak Imin. Seandainya menjelang akhir hayatnya, Gus Dur dan Cak Imin melakukan islah, barangkali sejarah konflik antarelite politik di partai tersebut mudah diakhiri. Namun sayang, hal itu tidak pernah terjadi dan barangkali itulah yang  disesali Cak Imin beserta kubu Muktamar Ancol. (10)

— Dr Tjipto Subadi MSi, dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
Wacana Suara Merdeka 5 Januari 2010