04 Januari 2010

» Home » Suara Merdeka » Pisang, Buah Kehidupan Bangunsari

Pisang, Buah Kehidupan Bangunsari

TIDAK banyak yang mengetahui, sebagai daerah pesisir ternyata Kabupaten Kendal tidak hanya menjadi penghasil tangkapan laut yang melimpah.

Kendal juga menyimpan beragam potensi lain yang tidak kalah unggulnya. Contohnya, buah pisang jenis raja bulu yang mampu menjadi komoditas unggulan dari perkebunan rakyat di Desa Bangunsari Kecamatan Patebon.


Tanaman pisang dengan bonggol berwarna ungu ini, baru dibudidayakan dan dirawat intensif pada awal 2001. Awalnya, luas lahan budidaya pisang hanya berkisar 10 hektare, tetapi kini lahannya telah berkembang mencapai 300 hektare yang tersebar di Desa Bangunsari dan desa-desa sekitar. Seperti Wonosari, Pidodo  Wetan, dan Kartika Jaya.

Hebatnya lagi, tanaman yang dari masa tanam hingga panen butuh waktu 12 bulan tersebut memiliki nilai ekonomis tinggi.

Setiap satu hektare bisa ditanami 2.310 batang pisang. Setiap pohon yang menghasilkan setundun buah, rata-rata berisi 12 sisir. Setiap sisir berisi 24 pisang. Jika ditimbang, setiap tundun memiliki bobot berkisar  35-40 kg. Harga jual ke pengepul untuk buah kualitas A Rp 3.000/kg, dan B Rp 2.500/kg.

Untuk satu kali masa panen pisang raja bulu di atas lahan satu hektare misalnya, petani bisa memperoleh penghasilan rata-rata Rp 105 juta. Jika dipotong biaya produksi untuk membeli bibit, pupuk, sewa tenaga kerja, dan pembuatan drainase dengan total pengeluaran sekitar Rp 27 juta, petani masih bisa mengantongi Rp 78 juta per hektare.

Kini, budi daya pisang menjadi sandaran hidup sekitar 600 keluarga di desa Bangunsari. Karena keberhasilan budi daya pisang ini, para petani yang terlibat sangat terbantu ekonominya. Ya, pisang telah menjadi buah kehidupan warga desa Bangunsari.

Pisang telah lama akrab dengan masyarakat Kendal, terbukti dari seringnya pohon pisang digunakan sebagai perlambang dalam berbagai upacara adat. Selain buahnya, tanaman pisang juga dapat dimanfaatkan dari bagian bonggol hingga daunnya. Bonggol tanaman pisang (berupa umbi batang) dan batang muda dapat diolah menjadi sayuran.

Bunga pisang (dikenal sebagai jantung) dapat digunakan untuk sayur, manisan, acar, maupun lalapan. Daunnya lazim digunakan untuk pembungkus makanan, yang dapat memberikan rasa harum spesifik pada nasi yang dibungkus dalam keadaan panas.

Belum lagi, iklim tropis yang sesuai serta kondisi tanah yang banyak mengandung humus memungkinkan tanaman pisang tersebar luas di Kendal. Saat ini, hampir seluruh wilayah Kendal merupakan daerah yang cocok untuk menanam pisang.

Namun demikian, nampaknya potensi ini belum digarap secara optimal, meskipun pada April 2009 Gubernur Jawa Tengah telah menyempatkan mengunjungi desa Bangunsari dan mencicipi kelezatan jenis pisang ini.
Tergolong Mudah Buktinya, belum ada daerah lain di Kabupaten Kendal yang memanfaatkan lahannya untuk budi daya pisang. Alhasil, dalam kurun waktu tiga tahun, luas lahan yang ditanami pisang di Kabupaten Kendal terus menurun.

Menurut data Dinas Pertanian Kendal, luas lahan yang ditanami pisang di kabupaten itu pada tahun 2005 mencapai 5.088,1 hektare, pada tahun 2006 menjadi 3.825,3 hektare, dan menyusut kembali menjadi 3.678,7 hektare pada tahun 2007.

Tidak tertariknya petani atau pelaku usaha kecil untuk membudidayakan pisang, selain karena dianggap tidak menjanjikan, para pelaku usaha kecil ataupun petani itu, cenderung tidak mengetahui peluang tersebut.

Padahal budi daya pisang tergolong mudah dan tidak banyak memakan biaya.

Begitu pun pemeliharaannya tidak terlalu ’njelimet’.

Untuk budi daya pisang ini cukup modal sedikit, mungkin hanya pada awal penanaman, karena setelah itu berkembang biak sendiri dan akan terus berbuah. Tinggal pemeliharaannya.

Karena budi dayanya relatif mudah, dan pemasaran tidak kesulitan, sebagian besar warga desa Bangunsari beralih menanam pisang.

Sebelum beralih ke pisang, petani di Desa Bangunsari umumnya menanam jagung dan cabai untuk bersandar hidup. Namun, tidak stabilnya harga dua komoditas tersebut membuat sebagian petani beralih ke pisang.

Tentu saja, ada berbagai kendala yang dihadapi oleh petani Bangunsari, di samping permasalahan bibit dan penyakit, juga kemampuan petani untuk memelihara dan mengolah pisang menjadi bahan makanan alternatif.

Untuk mengatasi kendala yang ada, mereka membentuk kelompok tani ’Alam Usaha Agung’ guna memperkuat posisi tawar.

Mereka meyakini, budi daya pisang bisa menghasilkan keuntungan yang memadai asal diikuti dengan pemasaran yang baik. Untuk itu, para petani telah memiliki mitra kerja dengan PT Sunrise di Jakarta untuk memasarkan produk mereka.

Melihat kesuksesan petani Bangunsari, perlu diniatkan tahun 2010 sebagai tahun kebangkitan holtikultura Kendal.

Karena itu, saatnya meminta para petugas penyuluh lapangan (PPL) mengajak masyarakat, petani, dan kepala desa di seluruh Kendal untuk belajar ke Bangunsari, kemudian bersama-sama mengembangkan tanaman ini di lahan yang ada di desa masing-masing. (10)

— Joko Suprayoga, PNS di Pemkab Kendal
Wacana Suara Merdeka 5 Januari 2010