18 November 2009

» Home » Suara Merdeka » Sampah dan Banjir Musim Hujan

Sampah dan Banjir Musim Hujan

SEWAKTU terhenti oleh lampu pengatur lalu lintas di Tugu Walet, Kebumen, rokok di tangan seorang pengendara motor di depan saya, masih belum habis.

Dia tetap saja melanjutkan aktivitas merokok hingga kenikmatan hisapan sigaret filternya itu benar-benar tak bersisa. Tanpa menunggu lampu menyala hijau, dia akhirnya membuang puntung tersebut layaknya sampah tak berguna.


Pemandangan tersebut benar-benar nyata. Pria perokok itu dan penulis sama-sama berhenti karena lampu pengatur lalu-lintas di pusat Kota Kebumen itu menyala merah, pertanda kendaraan harus berhenti. Hanya , cara membuang sampah berupa puntung rokok terkesan sekenanya.

Dengan sekali jentik menggunakan ujung jari, gabus filter rokok itu pun meluncur ke pot tanaman hias yang berfungsi pula sebagai pembatas jalan di sisi kanannya. Sebab memang, di sepanjang Jalan Pahlawan dari pojok alun-alun sebelah barat hingga ke arah Tugu Walet, di tengah-tengahnya dihiasi aneka tanaman yang tumbuh dan dirawat betul di area pembatas jalan.

Ya, hanya sebuah puntung rokok mungkin tak masalah dilempar ke mana pun jadi. Apalagi bisa dikatakan kondisi ìdaruratî di tengah kemacetan lalu-lintas, sehingga alih-alih memikirkan di mana mesti buang sampah secara benar.

Sewaktu dalam lingkungan normal saja terkadang kita masih banyak yang membuang aneka jenis sampah bukan pada tempatnya.

Terlihat dengan jelas dari lingkup sekitar pasar, alun-alun, taman, trotoar, hingga pot-pot pembatas jalan yang tertata apik nan menghijau sedemikian rupa, tidak serta-merta terbebas dari remah-remah sampah.

Padahal semenjak pagi buta petugas dari Dinas Kebersihan Pasar (DKP) Kebumen telah menyisir tepian jalan protokol, kompleks alun-alun, maupun sekitar pasar guna memberesi apa pun sampah yang terbuang, baik alami maupun akibat ulah manusia.
Sungai dan Drainase Kota Kebumen sendiri selain dibelah oleh Sungai Luk Ulo, juga dialiri oleh sejumlah kanal-kanal kecil ataupun sejumlah selokan yang sekaligus berfungsi sebagai drainase khususnya di musim penghujan.

Di antaranya saluran irigasi dari Waduk Wadaslintang mulai membelah kota dari Jalan HM Sarbini ke timur lalu ke arah selatan di tepian Jalan Suprapto, terus ke selatan melalui sekitar Pasar Tumenggungan menuju ke Kampung Keposan dan baru ke luar arah perkotaan di sekitar Pasar Hewan.

Tumpukan sampah dari hulu acapkali merepotkan petugas petugas Dinas Pengairan. Seperti yang kerap terpantau tiap pagi di pintu air barat pegadaian Kebumen atau sebelah utara perempatan pegadaian.

Mulyono, salah seorang petugas pengairan di sana bahkan selalu disibukkan sepanjang hari dengan kegiatan memunguti sampah daun, batang pohon pisang, hingga kasur bekas yang dibuang seenaknya oleh warga yang tinggal di daerah hulu ataupun warga yang tinggal di sepanjang jalur irigasi tersebut.

Boleh dikata jika Mulyono dan rekannya sampai lengah sebentar dan mengabaikan keberadaan sampah kali tersebut, dan kebetulan debit air pas deras-derasnya akibat curah hujan mulai tinggi di kawasan hulu utara Kebumen, yang terjadi adalah luapan air kali bakal menggenangi sebagian wilayah perkotaan.
Persoalan Khas Tumbuh kembang suatu kota tak lepas dari pelbagai persoalan yang menghimpit. Tak terkecuali Kota Kebumen.

Persoalan khas tentang sampah dalam hal ini selain akibat ìkirimanî dari sisa-sisa kotoran rumah tangga juga berasal dari faktor alam seperti sampah daun-daunan maupun ranting-ranting pohon yang berguguran terkena kuatnya pusaran angin yang mengiringi hujan kemudian tergerus terbawa aliran air.

Faktor alam pulalah yang kini tengah ramai didiskusikan oleh berbagai pihak yang memangku kepentingan di Kebumen.Tak lain adanya sinyalemen bahwa wilayah Kebumen termasuk daerah di Jawa Tengah yang paling rawan akan bencana alam berupa banjir serta tanah longsor, sebagaimana sering diberitakan media massa.

Jelas adanya peringatan dini tersebut bukanlah isapan jempol atau mengada-ada.

Seperti diungkap oleh Robert J Kodoatie, pengamat daerah bencana dan ahli hidrologi dari Undip Semarang ini, telah pula memetakan jika Kebumen memiliki potensi tinggi untuk kebanjiran.

Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah daerah Kebumen terbilang rawan akan dua jenis bencana alam tersebut.

Banjir yang diakibatkan oleh tingginya curah hujan di daerah hulu ditambah kerusakan alam seperti semakin berkurangnya pepohonan keras penahan air, kini juga diperparah oleh praktik pembuangan sampah ke sungai-sungai.

Kali yang sudah keruh akibat tingginya curah hujan bisa terhambat alirannya oleh timbunan sampah dan sewaktu-waktu bisa menjelma menjadi banjir yang siap menggenangi.

Tidak hanya pedesaan tetapi juga di perkotaannya. Masalah sampah memang teramat kompleks, sebab bukan hanya mengganggu keindahan kota semata.

Namun bisa menjadi pemantik timbulnya bencana yang lebih mengerikan. Namun tiada pernah ada keterlambatan selagi kita bersama-sama bisa mengelolanya. (10)

— Sukron Makmun, pegiat Forum Penulis Kebumen, tinggal di Desa Kebulusan, Pejagoan, Kabupaten Kebumen.

Wacana Suara Merdeka 19 Nopember 2009