18 November 2009

» Home » Okezone » Jangan Jadikan Politik sebagai Panglima

Jangan Jadikan Politik sebagai Panglima

BAGI Presiden, menanggapi tuntutan masyarakat luas terhadap rekomendasi Tim Delapan sangat mudah.

Kalau hanya untuk mengembalikan popularitas, menjaga, bahkan menambah popularitas, semua rekomendasi itu ditindaklanjuti. Hanya saja, yang jadi masalah, apakah itu solusi? Sebab, persoalannya bukan populer atau tidak populer, tapi ini negara demokrasi modern di mana tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan melalui pengadilan. Kalau menyangkut konflik institusi publik, tidak ada lembaga yang tepat yang bisa menyelesaikannya selain pengadilan.


Untuk membuktikan siapa yang salah dan siapa yang benar, siapa yang terbukti dan tidak terbukti salah, sebaiknya forum pengadilan. Saya melihat semua hasil kesimpulan, rekomendasi Tim Delapan itu, bagus sekali. Harapan kita seandainya itulah putusan dari pengadilan, itu yang paling tepat. Namun, kalau diputuskan di luar forum pengadilan, itu menimbulkan masalah. Misalkan itu dikatakan suara publik, bedabeda tipis dengan politik. Kepentingan politik dari penguasa, kepentingan politik dari masyarakat, kepentingan politik dari dunia usaha berbeda.

Civil society dan market masing-masing punya kepentingannya. Kalau di antara itu ada konflik, terjadi perselisihan, pengadilan yang menyelesaikannya. Tidak bisa kita membiarkan pengambilan keputusan sepihak. Misalnya berpihak kepada negara saja, berpihak kepada masyarakat saja, atau secara apriori berpihak kepada market saja, itu tidak tepat. Harus ada mekanisme di mana kepentingan diatur dengan benar. Demikian itu cara yang paling beradab.

Sebaiknya tidak terlalu melihat rendah kepada pengadilan atau tidak percaya kepada hakim. Tidak ada negara modern kecuali memercayakan semua kepada pengadilan. Saya punya keyakinan bahwa tidak mungkin ada hakim yang berani mengatakan bahwa yang benar itu kesalahan dan yang salah itu kebenaran. Percaya kepada hakim, itu cara yang paling beradab. Kembali ke persoalan rekomendasi, jika Presiden ingin populer mudah sekali, sesuaikan saja semua kepada suara di media.

Selesai persoalan. Namun, hal itu tidak menyelesaikan seluruh masalahnya. Karena itu, menurut saya, biarkan saja kesimpulan dari Tim Delapan itu diputuskan di pengadilan. Jadi penilaian alat bukti bahwa itu tidak benar, bahwa itu tidak terbukti, bahwa itu ada rekayasa, itu semua biar menjadi putusan pengadilan dan putusan pengadilan itu mengikat secara hukum. Adapun putusan Tim Delapan itu hanya mengikat secara moral. Dalam kasus ini, saya melihat ada lima hal yang harus diurai untuk menyelesaikannya. Pertama, konflik kewenangan antarlembaga (KPK-Polri).

Menurut saya, itu kewenangan Mahkamah Konstitusi. Kedua, tuduhan kepada Bibit dan Chandra, apa betul menyadap secara tidak sah, apa betul ada penyalahgunaan wewenang? Kalau dilihat sebagai persoalan institusi, ini adalah sengketa kewenangan dan untuk menyelesaikannya, tempatnya di Mahkamah Konstitusi. Berikutnya, apa betul menerima suap, ini adalah perkara yang harus diselesaikan di pengadilan. Untuk membuktikan bahwa apakah ada rekayasa, itu harus menjadi kesimpulan pengadilan, bukan di forum penasihat. Pengadilan yang harus memutus.

Ketiga, ada perkara tindak pidana korupsi oleh Anggoro Widjaja yang sudah ditangani KPK, itu harus diteruskan proses hukumnya. Itu mekanisme sendiri, jadi jangan berhenti proses hukumnya. Keempat, menyangkut Anggodo Widjaja, dia memang disebut dalam rekaman pembicaraan bahwa dia itu main uang. Dia menyebutkan memberikan uang melalui Ari Muladi. Terlepas dari apakah itu diterima atau tidak uangnya, yang jelas dia sudah terbukti dan mengaku sendiri melakukan tindak pidana menyuap. Itu harus diproses, polisi yang harus memproses.

Yang menjadi persoalan, polisi tidak melakukan itu sehingga menimbulkan ketidakpercayaan. Saya melihat bahwa polisi tidak memandang itu sebagai perkara, polisi hanya bela diri dari serangan masyarakat yang ingin membebaskan Bibit dan Chandra melalui mekanisme di luar pengadilan. Kelima, menyangkut perilaku pejabat-pejabat hukum yang bermasalah. Terlepas dari pembuktian apakah terbukti atau tidak, ini ada masalah pejabat di polisi dan kejaksaan bahwa mereka sering berhubungan dengan orang-orang seperti Anggodo. Ini persoalan sendiri.

Jadi kalau itu bukan pelanggaran hukum, setidaknya pelanggaran kode etik yang harus ditindak oleh pimpinan. Ada lima jenis perkara yang penanganannya harus dilakukan sendiri oleh lembaga yang berwenang. Selama ini, banyak yang hanya terjebak pada ingin membuktikan apakah benar Bibit dan Chandra itu terima suap. Sementara ada orang yang sudah mengaku melakukan pidana, tapi tidak ditangkap. Mereka malah berkeliaran masuk televisi. Bukankah dia mengaku, seharusnya dia ditangkap. Bahwa itu suapnya sampai atau tidak, itu perkara lain.

Dengan begitu, masyarakat tahu bahwa penegakan hukum itu jalan. Jadi jangan larut pada persoalan Bibit dan Chandra. Kita harapkan Presiden melihat kepentingan yang lebih luas. Jangan hanya satu kepentingan. Rekomendasi Tim Delapan itu pasti akan ditindaklanjuti. Hanya saja menindaklanjutinya ini berapa persen, apa 50 atau 80%, kita belum tahu. Yang jelas, Presiden pasti akan merespons positif rekomendasi itu. Jika menjalankan semua rekomendasi, berarti ada mekanisme yang dilanggar. Di sini politik menjadi panglima, bukan hukum yang menjadi panglima. Harus diurai satu per satu masalahnya.

Polisi harus terus bekerja, jaksa harus terus bekerja, KPK juga harus terus bekerja. Di luar itu, saya memuji rekomendasi Tim Delapan mengenai pentingnya pemanfaatan peristiwa ini untuk menata kembali sistem penegakan hukum.(*)

JIMLY ASSHIDDIQIE Guru Besar Hukum Tata Negara UI

Opini Okezone 19 November 2009