30 November 2009

» Home » Suara Merdeka » Penumpang Gelap Pansus Century

Penumpang Gelap Pansus Century

TANGGAL 1 Desember 2009 usulan hak angket skandal Bank Century yang diusung 268 anggota DPR dari 8 fraksi (minus Fraksi Partai Demokrat) dibahas dan disetujui rapat paripurma masa sidang terakhir 2009.

Fraksi Demokrat dengan kursi 148 yang semula menolak, akhirnya ikut mendukung dan menandatangani usulan hak angket.
Apakah dukungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Fraksi Partai Demokrat terhadap hak angket, tulus atau ambivalensi untuk menggembosi hak konstitusional DPR itu?

Demikianlah pertanyaan yang mengemuka kurang dari 48 jam setelah Istana Kepresidenan dan fraksi pendukung pemerintah di DPR lantang menyuarakan dukungan bagi penggunaan Hak Angket untuk bailout Bank Century. Semula, pernyataan dukungan presiden dan fraksi pendukung pemerintah menumbuhkan keyakinan banyak pihak bahwa segala sesuatunya akan berjalan mulus, sehingga hak angket bisa mencapai targetnya.

Pokoknya, banyak orang dibuat optimistis karena proses persiapan penggunaan hak angket itu bakal mendapat dukungan bulat dari semua fraksi di DPR. Sekadar diketahui, berbagai kalangan berkalkulasi bahwa hak angket bakal mentah di tengah jalan. Setidak-tidaknya akan digugurkan oleh kekuatan mayoritas di sidang paripurna DPR.

Optimisme itu ternyata seumur jagung. Sejak Selasa lalu, atau sehari setelah presiden dan fraksi pendukung pemerintah menyuarakan dukungan, mulai muncul kecurigaan. Para inisiator dan pengusung hak angket pun segera diminta waspada, karena ada gelagat buruk berwujud ambivalensi dukungan.

Artinya, sejumlah fraksi mendukung, tetapi akan menggunakan kekuatan mayoritasnya untuk membelokkan arah atau melumpuhkan hak angket dengan merebut pimpinan pansus hak angket yang beranggotakan 30 orang dari 9 fraksi secara proporsional.

Tak perlu ditutup-tutupi bahwa laporan audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membuat fraksi pendukung pemerintah, dan juga presiden, tidak nyaman. BPK sangat gamblang dan terang-menderang menyebut nama Boediono yang kini wakil presiden (wapres), dan Sri Mulyani yang menjabat lagi Menteri Keuangan.

Publik tahu betul kalau dua sosok ini sangat dipercaya dan diandalkan presiden. Bagaimana peran partai pendukung pemerintah mengusung Boediono sebagai wapres dalam pemilihan presiden tempo hari sudah menjadi pengetahuan umum.

Terluka

Bagaimana mungkin fraksi pendukung pemerintah di DPR tak terluka jika BPK telak-telak memojokkan posisi Boediono dan Sri Mulyani? Menurut BPK, pencairan dana talangan  Rp 6,7 triliun untuk Bank Century diputuskan dalam rapat KSSK  pada 21 November 2008. Pengambilan keputusan dihadiri Menkeu/Ketua KSSK Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono, Sekre¤taris KSSK Raden Pardede, Ketua Bapepam dan LK, serta anggota Dewan Komisioner LPS.

Dalam  notulensi rapat KSSK yang ditandatangani Boediono  dan Sri Mulyani, ditetapkan bahwa Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Namun, BPK menilai, Bank Century sudah ’’bermasalah’’ sejak awal proses akuisisi. Gubernur BI (waktu itu) Boediono dinilai tidak tegas dan tidak prudent dalam menerapkan aturan dan persyaratan yang ditetapkan sendiri saat merger.

BI juga tidak tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Bank Century selama periode 2005-2008. Menurut BPK, BI tidak memberi informasi yang  sesungguhnya, lengkap, dan mutakhir pada saat menyampaikan Bank Century sebagai bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Nantinya, bagi Pansus Hak Angket, temuan BPK itu menjadi semacam peluru yang akan dibidikkan kepada para pembuat kebijakan bailout Bank Century. Maka, pertanyaannya adalah kalau unsur fraksi partai pendukung pemerintah menjadi bagian dari hak angket, apakah dia tega ikut membidikkan peluru yang sama, atau menempatkan orang-orang pilihan mereka di posisi yang sama sekali tak nyaman? Belum lagi dengan isu tentang sebagian dana yang diduga masuk ke pengurus parpol dan tim kampanye pemilihan presiden, walaupun sinyalemen ini sudah dibantah.

Ada yang mensinyalir jumlah yang diterima seorang pengurus parpol tertentu mencapai Rp 500 miliar. Dukung atau tidak mendukung hak angket pun, semua itu sudah pasti membuat fraksi pendukung pemerintah tidak nyaman.

Memang, baik Menteri Keuangan Sri Mulyani maupun Wapres Boediono sudah memberi tanggapan atas laporan investigatif BPK itu. Namun, para pengusung hak angket di DPR menilai tanggapan Sri Mulyani sudah basi.

Penjelasan serupa pernah disajikan kepada DPR periode sebelumnya. Justru karena penjelasan waktu itu dinilai tidak memuaskan, DPR ketika itu meminta KPK dan BPK untuk melakukan penyidikan dan auidit investigasi terhadap skandal Bank Century. Dan hasilnya seperti yang sudah diserahkan kepada pimpinan dewan, yakni patut diduga ada rekayasa, penyelewengan dan pelanggaran hukum dalam proses bailout.

Mendua

Dengan konstruksi permasalahan yang begitu gamblang, menjadi wajar jika sikap para inisiator hak angket dan publik pun mendua, ketika harus menanggapi posisi yang diambil fraksi partai pendukung pemerintah maupun presiden.

Ada dua faktor yang menguatkan kecurigaan itu. Pertama, fraksi partai pendukung pemerintah mulai memperlihatkan gelagat mengincar Ketua Pansus Hak Angket. Faktor kedua adalah catatan kegagalan hak angket DPR yang pernah digagas sebelumnya. Kita masih ingat kisah tentang penggembosan hak angket atas kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Oleh para inisiator hak angket Bank Century, kisah hak angket BBM itu dijadikan contoh untuk pembelajaran agar hak angket Century tidak mengalami nasib serupa.

Isyarat fraksi partai pendukung pemerintah ingin ’’mengambil’’ posisi Ketua Pansus Hak Angket Bank Century otomatis menimbulkan pertanyaan.

Bayangkan, dari semula enggan mendukung, tiba-tiba ingin dominan dalam agenda yang satu ini. Syahwat itu terbaca dari pernyataan Ketua DPR Marzuki Alie —dari Partai Demokrat— yang mengatakan akan mengedepankan aturan main dalam proses pemilihan Ketua Pansus Hak Angket, yakni mengedepankan proporsionalitas. Kalau asas ini yang diterapkan, posisi ketua pansus otomatis jatuh ke fraksi partai pendukung pemerintah sebagai kekuatan terbesar di DPR. Apalagi jika menggunakan sentimen koalisi untuk merangkul fraksi pendukung pemerintah lainnya.

Penikmat Dana

Selain akan mempersoalkan alasan-alasan yang melandasi kebijakan bailout Bank Century, para pengusung hak angket juga ingin mengungkap siapa saja yang menikmati dana talangan itu. Itu sebabnya, Pansus hak angket mengagendakan pemanggilan PPATK untuk memperoleh data tentang aliran dana Bank Century pasca-bailout. Dua agenda inilah yang menjadi fokus Pansus Hak Angket. Jika dua agenda ini dibelokkan, lumpuhlah DPR.

Karena itu, dalam prosesnya nanti, upaya rekayasa atau penghilangan data harus dicegah. Sudah ada indikasi untuk merekayasa aliran dana.

Rancangannya, dana seolah-olah hanya mengalir sampai pada nasabah sehingga nantinya lahir kasus perdata, dan nasabah diwajibkan mengembalikan uangnya ke negara.

Karena bobot kesalahannya seperti itu, para pejabat hanya diduga melakukan pelanggaran administrasi ringan sehingga sanksinya administratif saja. Intinya adalah persoalannya akan disederhanakan, yakni dari sebelumnya sebagai perampokan uang negara menjadi kesalahan administratif dan perdata.

Tetapi, para pengusung hak angket akan mati-matian menentang penyederhanaan kasus Bank Century. Dengan kekuatan dan kewenangan hak angket, DPR ingin tahu dan bahkan akan menelusuri ke mana saja dana-dana itu mengalir setelah ditarik oleh para nasabah. Seperti dikatakan pimpinan BI bahwa telah terjadi penarikan dana besar-besaran pasca-bailout. Penarikan dana besar-besaran itu bisa terlaksana berkat tekanan kekuatan tangan siluman. Para siluman penekan itulah yang menikmati dana itu.

Maka, logika awal bahwa bailout Bank Century dipaksakan dan jumlahnya digelembungkan tak boleh diubah. Persepsi ini sejalan dengan penilaian BPK. Pemaksaan itu berlanjut hingga tahap ’’memaksa’’ manajemen Bank Century melayani nasabah besar menarik dana mereka pasca-bailout yang janggal itu.

 Kepada siapa saja para nasabah itu menyerahkan dana penyelamatan tersebut? Pansus hak angket DPR-lah yang akan mengungkap kejahatan kerah putih yang satu ini. (35)

—Bambang Soesatyo, anggota Tim 9 Inisiator Hak Angket Bank Century DPR RI
Wacana Suara Merdeka 30 November 2009