Oleh: Agus Suman
(Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya)
Hari-hari ini, kondisi ekonomi dunia sedang dikepung dengan berita tak sedap dari Dubai. Warta yang cukup menahan napas bagi pelaku bisnis adalah permohonan penundaan pembayaran untuk seluruh utang Dubai World dan afiliasinya. Dubai World adalah semacam BUMN milik keemiratan Dubai yang saat ini memiliki tumpukan utang hingga 59 miliar dolar AS. Dubai mengajukan status standstill bagi seluruh utang Dubai World dan anak perusahaannya hingga 30 Mei 2010.
Jejak krisis ekonomi di negara petrodolar tesebut menyisakan efek pahit dari gelombang investasi dari penjuru dunia hingga sektor properti pun menggelembung selama dekade terakhir ini. Tidak kurang dari 59 miliar dolar AS dana utang berhasil dikantongi Dubai World. Jumlah ini merupakan tiga perempat dari total utang Dubai senilai 80 miliar dolar AS.
Maka, tidak mengherankan bila salah satu holding konglomerat terbesar yang dikendalikan pemerintah serta grup bisnis ini angkat tangan sementara terhadap segala kewajibannya. Hal ini langsung menjadi berita 'horor' bagi kondisi ekonomi dunia. Spontan, kabar tak sedap ini berbuah efek negatif.
Hari-hari gelap kembalinya krisis keuangan tiba-tiba membayang. Bahkan, ketegangan telah diawali satu minggu yang lalu, di mana mendadak dolar AS menguat terhadap 15 mata uang utama dunia.
Misalnya, won Korea Selatan merosot 1,7 persen menjadi 1.175,35 won per dolar AS pada Jumat (27/11) dan terus melorot pada awal pekan ini. Bahkan, hal ini merupakan penurunan terdalam pada lima minggu terakhir. Selain itu, rupee India juga tergelincir 0,4 persen menjadi 46,6387 rupee per dolar AS. Muramnya peso Filipina ditandai dengan melemah 0,8 persen pada akhir minggu kemarin, yakni menjadi 47,205 peso per dolar AS.
Situasi keuangan global yang terkena guncangan Dubai memang sangat beralasan. Hal ini disebabkan Dubai adalah kota bisnis yang paling moncer di jazirah Arab. Tidak mengherankan kalau hal ini menjadi magnet bagi investor sejagat.
Disempurnakan lagi ikrar otoritas Dubai, yakni Syekh Mohammed bin Rashid A Maktoum, yang secara terbuka berkata akan mendukung Dubai World dengan penuh. Hal ini tentu dapat diterjemahkan bahwa kondisi Dubai World baik-baik saja ketika isu miring menerpanya.
Efek dalam negeri
Para pengamat memberikan bermacam argumentasi berkaitan dengan guncangan Dubai dan dampaknya terhadap kondisi dalam negeri. Berbagai indikator disajikan sebagai alasan kewaspadaan. Beberapa di antaranya adalah arus investasi asing dari keran Dubai yang akan memengaruhi kondisi ekonomi dalam negeri.
Memang, sampai akhir semester I/2009, total investasi Dubai di Indonesia mencapai 7,21 miliar dolar AS. Selain itu, Dubai adalah salah satu pasar finansial terbesar di Asia sehingga potensi terhadap pasar keuangan dalam negeri juga menjadi sebuah keniscayaan.
Kemudian, melihat peran Dubai sebagai negara penghubung investor dunia dengan Indonesia, tentu efek investasi menjadi salah satu alasan kecemasan yang lain. Di sisi lain, pemerintah penuh percaya diri menutup setiap keraguan serta kekhawatiran efek Dubai. Kokohnya kondisi rupiah menjadi salah satu alibi bahwa kerisauan tak perlu hadir.
Bahkan, bila kita cermati lebih jauh, tampak bahwa investasi Dubai serta UEA semakin menyeruak. Berbagai gelanggang investasi pun dirambah, baik lokasi maupun sektornya cukup menyebar, seperti Al Khaemar yang akan investasi di Kalimantan dan Sumsel, kemudian Dubai Ports World menginvestasikan 175 juta dolar AS untuk membentuk perusahaan patungan ( joint venture ) dengan PT Pelindo III dan PT Terminal Petikemas Surabaya.
Sampai saat ini, kerja sama ini belum ada perubahan, komitmen tersebut terus berjalan seperti yang dilantunkan menteri koordinator perekonomian. Bahkan, Dirjen Pengelolaan Utang, Rahmat Wulyanto, seolah menambal keraguan-keraguan lain tentang efek guncangan Dubai.
Harapan pun seolah disematkan bagi kondisi investasi Indonesia yang cukup cerah, yakni sebagai ladang investor bagi masuknya dana asing yang ditarik dari Dubai. Sebenarnya, ada yang bisa 'dicuri' dari kondisi Dubai. Tidak menanti perkembangan krisis di sana hanya dengan merisaukan ataupun sebaliknya, memupuk optimisme bahwa kokohnya perekonomian kita menjadi benteng ampuh bagi gonjang-ganjing Dubai.
Ada pelajaran berharga bagi kita terhadap pilihan kebijakan pembangunan. Beberapa tahun ini, investasi yang meroket di sana hanya ditopang oleh sektor real estate semata. FDI ( foreign direct investment ) hanya dibiakkan oleh orang-orang kaya dunia yang berminat memiliki apartemen atau tempat hunian di sana.
Hasilnya memang tidak mengecewakan, bahkan menakjubkan. Kota itu tumbuh sangat fenomenal. Namun, kebijakan yang ditopang oleh prestige semata dan mimpi-mimpi instan, seperti salah satunya menjadi pusat finansial dunia, malah menjadikan pembangunan di sana sebagai kebijakan artifisial semata. Krisis Dubai saat ini seolah menjadi akhir cerita gurita pembangunannya yang menakjubkan itu.
Opini Republikas 5 Desember 2009
05 Desember 2009
Dentang Pilu Ekonomi Dubai
Thank You!