Sekarang ini sedang terjadi diskursus tentang Ujian Nasional (UN) dan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Intinya mengapa ada UN, ada pula SNMPTN? Evaluasi pendidikan dilaksanakan dengan mengacu pada UU tentang Sisdiknas Tahun 2003.
Dalam perundangan tersebut, peserta didik akan dievaluasi secara berkesinambungan oleh pendidik dan oleh lembaga yang mandiri dengan tujuan untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan. Pelaksanaannya kemudian diatur melalui Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2000. Dalam hal lembaga ini, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) bertindak sebagai lembaga yang melaksanakan evaluasi ini.
SNMPTN dilaksanakan oleh Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) dengan tujuan utama melakukan seleksi bagi calon mahasiswa yang akan masuk ke perguruan tinggi di Indonesia. Agar kita memperoleh gambaran yang utuh atas substansi keduanya, marilah kita bahas pengertian dasarnya.
Ujian atau tes merupakan kegiatan yang sering kita alami. Suatu proses pembelajaran biasanya diakhiri dengan pengujian atau tes. Mulai kursus hingga pendidikan formal biasanya diakhiri dengan ujian. Ujian bertujuan untuk mengukur seberapa jauh materi yang telah dipelajari atau diberikan mampu diserap oleh anak didik dan menjadi modal kompetensinya? Dalam hal pendidikan SMA atau sederajat, pengertiannya sama.
Anak didik akan dinyatakan lulus jika dia menguasai dalam batas tertentu semua pembelajaran yang telah dialaminya. Batas tertentu ini dinyatakan dengan standar isi. Untuk mengukurnya, dibuatlah alat pengukur penguasaan oleh anak didik selama mengikuti pendidikan tersebut. Di Indonesia standar isi diatur dalam Peraturan Mendiknas No 22/2006, standar kompetensinya diatur dalam Peraturan Mendiknas No 23/2006.
Pelaksanaan keduanya diatur dalam Peraturan Mendiknas No 24/2006. Tentang UN, Mendiknas setiap tahun mengeluarkan peraturan pelaksanaannya, sebagai contoh UN tahun 2010 diatur oleh Permendiknas No 75/2009 yang mensyaratkan anak didik akan dinyatakan lulus SMA jika memiliki nilai rata-rata 5,5. Artinya, jika standar materi untuk pembelajaran yang diberikan di SMA telah dirumuskan dengan baik dan baku serta mata pelajaran yang diujikan diasumsikan mewakili proses pembelajaran yang dialami oleh anak didik, dia berhasil menyerap setidaknya 55 persen dari seluruh materi yang diberikan.
Terkait dengan UN, masalah yang mencolok harus kita cermati adalah dengan kredibilitasnya. Memang, jika jumlah kelulusan di suatu sekolah tinggi, dapat diartikan bahwa sekolah tersebut baik. Namun harus dicatat prosesnya harus akuntabel (jujur). Akibatnya, otoritas di daerah maupun pengelola sekolah sering menyalahartikannya dengan mengabaikan kualitas dan akuntabilitas.
Hal ini tentu merugikan dunia pendidikan karena menjadi tidak berhasil menegakkan konsep dasar akademik, yaitu kebenaran. Dengan kata lain kebenaran yang setara dengan kejujuran menjadi terabaikan. Ujian yang dilaksanakan dengan proses yang mengabaikan kejujuran adalah ujian tidak kredibel karena tidak berhasil memberikan derajat pemisahan penguasaan materi atau hasil penyerapan materi pembelajaran yang diberikan kepada para anak didik. Hasil ujian semacam ini sulit untuk digunakan dengan tujuan apa pun karena tidak menggambarkan kemampuan yang sebenarnya dari anak didik kita setelah mengalami proses pendidikan.***
Selanjutnya, mengapa perlu seleksi masuk perguruan tinggi? Setidaknya ada dua alasan mengapa perguruan tinggi melaksanakan ujian seleksi. Pertama, jumlah kursi yang tersedia untuk anak didik terbatas. Kita harus memahami bahwa perguruan tinggi adalah institusi pembelajaran (pendidikan) dan riset sehingga untuk melakukan proses akademik di perguruan tinggi diperlukan tiga hal, yaitu pakar (dosen) yang tersedia, infrastruktur yang memadai dan pengelolaan (manajemen) yang berkualitas.
Ketiganya memiliki keterbatasan dalam kuantitas sehingga jumlah mahasiswa yang dapat diterima pasti juga terbatas. Kedua, menyangkut kapasitas mahasiswa yang akan mengikuti pembelajaran di perguruan tinggi. Ini terkait kemampuan yang telah dimilikinya sebagai modal awal dan kemampuannya untuk menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi. Kapasitas ini termasuk bakat alamiah yang dimilikinya terkait berbagai bidang profesi akademik yang memerlukan kesesuaian.
Jadi, bagian manakah yang sesuai antara ujian kelulusan dari proses pembelajaran sebelumnya dan seleksi untuk masuk ke perguruan tinggi? Tampaknya tentang kemampuan modal awal yang telah dimiliki seseorang pada saat di SMA dapat tergambarkan oleh hasil UN-SMA. Namun tentang prediksi bahwa dia memiliki kemampuan/bakat untuk menyelesaikan tingkat pendidikan perguruan tinggi diperlukan instrumen tersendiri untuk mengukurnya.
Instrumen ini telah dikembangkan oleh berbagai universitas di perguruan tinggi Indonesia secara mandiri maupun melalui MRPTNI. Namun, harus diakui bahwa di Indonesia ada parameter lain yang harus kita perhatikan, yaitu kesenjangan ekonomi. Beberapa perguruan tinggi di Indonesia juga telah menerapkan sistem seleksi dengan cara menjaring calon mahasiswa yang kurang mampu tetapi berpotensi (dalam UU-BHP dipertegas jumlahnya minimum 20 persen) dan dikombinasikan dengan calon mahasiswa yang mampu dan berpotensi.
Calon yang mampu dan berpotensi akan membiayai pendidikannya secara mandiri atau bahkan menyumbang, sedangkan yang kurang mampu harus disubsidi. Jadi bisakah UN digunakan untuk masuk perguruan tinggi? Jawabannya bisa, tetapi untuk sebagian dari unsur seleksi masuk ke perguruan tinggi saja. Penggunaannya kemudian identik dengan penggunaan nilai TOEFL. Namun, ada syarat wajib yang harus dipenuhi dahulu, yaitu UN harus kredibel, artinya standarnya isi dan proses (yang jujur) telah terpenuhi (akuntabel).
Adapun sisanya, untuk mengukur kemampuan prediktif mampu tidaknya menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi, hal itu dapat dilakukan melalui ujian bakat (contoh bakat dalam sains, teknologi, ilmu sosial, pertanian, seni, olah raga, stabilitas kejiwaan, dst) dari calon mahasiswa. Ujian atau tes inilah yang dilakukan untuk ujian seleksi masuk perguruan tinggi baik dalam wujud SNMPTN maupun ujian mandiri. Semoga kita berhasil mencetak modal insani melalui anak-anak bangsa yang akuntabel untuk menyejahterakan bangsa.(*)
Prof Dr Ir Djoko Santoso, MSc
Rektor Institut Teknologi Bandung
Opini Okezone 28 November 2009
28 November 2009
Bisakah UN untuk Seleksi Masuk Perguruan Tinggi?
Thank You!