Hiruk-pikuk tentang Ujian Nasional (UN) akan kembali menghiasi dunia pendidikan di negeri ini. Karena UN tetap akan dilanjutkan, tetapi ada formulasi yang harus disempurnakan, demikian penjelasan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Rully Chairul Azwar. Bahkan, untuk kelulusan UN 2011 ada empat syarat yang harus dipenuhi para siswa, yaitu menyelesaikan program pembelajaran di sekolah; mendapat nilai baik untuk etika, budi pekerti, serta pendidikan kewarganegaraan; lulus ujian sekolah untuk mata pelajaran eksak; lulus UN dengan standar nilai yang ditentukan ("PR Online", 11/12).
Kementerian Pendidikan Nasional telah mengajukan dua alternatif sistem kelulusan. Alternatif pertama adalah menggabungkan nilai mata pelajaran ujian sekolah dan nilai UN dengan bobot 60 persen dari nilai UN dan 40 persen dari ujian sekolah, tetapi nilai rata-ratanya sesuai dengan standar kelulusan. Pada alternatif pertama ini tidak ada nilai mati dan tidak ada UN ulangan. Sementara pada alternatif kedua formulasinya sama seperti alternatif pertama, tetapi berlaku nilai mati dan diberlakukan UN ulangan.
Mencermati kedua alternatif formulasi sistem kelulusan tersebut tampaknya masih belum menjamin tidak terjadi pro-kontra dalam penyelenggaraan UN. Sebab masalah utama dari lahirnya pro-kontra itu masih menjadi salah satu dari empat syarat kelulusan peserta didik, yaitu lulus UN dengan standar nilai yang ditentukan. Seandainya syarat keempat ini ditiadakan tampaknya pro dan kontra tentang UN akan berakhir.
Untuk itu, sebaiknya, pertama, sistem tersebut kembali seperti sistem Ebtanas. Melalui sistem Ebtanas, nilai yang diraih siswa dapat mencerminkan kemampuannya sebenarnya. Dengan demikian, kegunaan penyelenggaraan UN untuk pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan; akreditasi satuan pendidikan; dan pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan mudah tercapai. Sementara itu, nilai UN yang hasilnya disinyalir tidak murni karena ada peran "tim sukses", tidak dapat digunakan untuk pemetaan mutu pendidikan dan/atau program pendidikan. Bisa jadi, misalnya, kualitas sekolah A adalah C, tetapi karena ada peran "tim sukses" dalam UN, sekolah A tersebut kualifikasinya menjadi A, ataupun sebaliknya.
Kedua, penentuan kelulusan ujian sepenuhnya diserahkan kepada guru di sekolah penyelenggara. Hal itu sesuai dengan UU No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pasal 58 ayat 1 dan 2. Dalam pasal 58 ayat 1 disebutkan, "Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan". Pada ayat 2 disebutkan, "Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik standar nasional pendidikan". Jika syarat kelulusan UN salah satunya masih ditentukan pemerintah, berarti pemerintah telah melanggar UU yang dibuatnya sendiri.
Ketiga, standar nilai yang ditetapkan pemerintah jika masih diberlakukan, dijadikan sebagai acuan untuk seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini sesuai de-ngan kegunaan penyelenggara-an UN sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Pendi-dikan Nasional RI, yaitu hasil UN digunakan sebagai salah sa-tu pertimbangan untuk seleksi masuk jenjang pendidikan beri-kutnya. Jika hal ini bisa dilaksanakan, sebagaimana wacana tahun lalu bahwa hasil UN akan diintegrasikan dengan SNMPTN itu akan direalisasikan pada 2011, ini menjadi satu langkah lebih maju dalam penyelenggaraan UN di negeri ini, sekaligus dapat menghemat biaya. Untuk menjaga kredibilitas UN hendaknya dalam penyelenggaraan UN pun melibatkan perguruan tinggi.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan siswa guna menghadapi UN. Pertama, berusaha (ikhtiar) secara maksimal. Di antara bentuk usaha tersebut adalah belajar yang teratur, perbanyak latihan soal, lakukan pengulangan latihan pada soal yang dianggap sulit, lakukan penyegaran materi dengan membaca buku yang terkait kisi-kisi soal, mengikuti bimbingan belajar di luar jam sekolah, mengikuti kegiatan try out (uji coba), mengikuti remedial; dan kegiatan mendukung lainnya.
Kedua, selalu berdoa, terutama di sepertiga waktu malam. Sebab, segala sesuatu yang telah kita lakukan bukanlah jaminan akan berhasil. Semua akan terjadi bila Allah SWT mengizinkan. Mohonlah kepada yang Mahaberkehendak agar diberi kemudahan dan kelancaran dalam menghadapi UN. Doa adalah kekuatan tersembunyi yang tidak dapat ditangkap oleh manusia dan dapat terjadi secara tiba-tiba. Doa juga menjadi salah satu faktor penyebab dibalik setiap keberhasilan yang dicapai. Dr. Alexis Carrel pernah berkata, "Doa merupakan bentuk energi yang paling ampuh yang dapat dihasilkan sendiri oleh setiap orang. Karenanya, tambahlah energi kehidupan dengan memperbanyak doa".
Ketiga, tawakal (pasrah diri) kepada Allah SWT. Tawakal merupakan langkah terakhir setelah kita menjalankan meditasi dengan belajar dan berdoa. Tawakal dengan tujuan memasrahkan segela bentuk usaha kita secara lahiriyah dan batiniyah kepada Allah SWT, segala bentuk keberhasilan adalah mutlak kehendak Allah SWT. Sementara manusia hanya bisa berusaha dan berdoa.
Dengan berakhirnya pro dan kontra penyelenggaraan UN, diharapkan sekolah dapat lebih fokus dalam melaksanakan amanah pendidikan sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Amanah tersebut adalah pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Semoga. Wallahualam.***
Penulis, Direktur Pendidikan Yayasan Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat.
Opini Pikiran Rakyat 21 Desember 2010