22 September 2010

» Home » Pikiran Rakyat » MENCARI FIGUR PEMIMPIN IDEAL

MENCARI FIGUR PEMIMPIN IDEAL

Oleh Elis Suryani N.S.
Menengarai pergantian pucuk pimpinan pejabat, termasuk soal pergantian Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), terkadang menuai gejolak, padahal pergantian jabatan itu sudah sesuai dengan prosedur dan undang-undang yang berlaku. Hal itu layak untuk dicermati karena masalah kepemimpinan berkelindan erat dengan sifat, karakter, ataupun kebijakan seorang "pemimpin". Perlu ditelusuri dan dikaji apa dan bagaimana sikap serta perilaku seorang pemimpin, agar kepemimpinannya sesuai dengan yang diharapkan oleh komunitasnya sebagaimana terungkap dalam naskah-naskah abad ke-16 Masehi.


Pemimpin dituntut berperilaku bijak, arif, dan saleh, sebagaimana terungkap dalam naskah Sanghyang Hayu. Figur pemimpin harus sehat kuat serta senantiasa bertutur dengan hati nurani, selalu menjaga lingkungan dengan menyelaraskan dan mengharmonisasikan antara bumi dan angkasa, juga keduanya yang diinterpretasikan lewat hubungan antara sesama manusia dan alam, dan hubungan dengan Tuhannya. Setiap langkah dan tindakannya harus berdasarkan penglihatan, ucapan, dan pendengaran yang dilandasi hati nurani.
Kelima belas karakter seperti tersurat dalam naskah Sanghyang Hayu harus mendarah daging dalam diri pemimpin. Figur pemimpin ideal harus berpegang teguh kepada prinsip astaguna, delapan kearifan, sehingga kepemimpinannya berjalan selaras, baik, dan harmonis. Dalam menjalankan kepemimpinannya, pemimpin harus mengedepankan sikap lemah lembut, dalam arti tidak berperilaku kasar, tegas, dalam pengertian tidak plinplan (panceg haté), berwawasan luas.
Pemimpin dituntut memiliki pengetahuan dan berwawasan tinggi agar tidak kalah dari bawahannya, terampil dan gesit serta cekatan dalam bertindak. Pemimpin ideal selayaknya berpikir tepat sasaran/tajam berpikir karena jika pemimpin keliru atau berspekulasi, akan menghambat kepemimpinannya. Pemimpin harus memiliki keuletan dan ketekunan yang tinggi. Kepemimpinannya pantang menyerah dan tidak pernah putus asa sehingga semua pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik dan berhasil guna. Pemimpin dituntut jujur, baik dalam perkataan, pemikiran, maupun perbuatan, sehingga dipercaya (rekan kerja/sejawat/institusinya) atau pun bawahannya.
Di samping itu, pemimpin senantiasa memiliki sikap terbuka untuk dikritik, "legowo", dan bijaksana sehingga mau menerima saran dan terbuka untuk dikritik jika salah atau menyimpang dari aturan yang ditetapkan. Selayaknya pula ia dekat dan dipercaya masyarakat atau rakyatnya.
Sementara itu, naskah Sanghyang Siksakandang Karesian, mengulas dan mengungkap sepuluh pedoman yang harus dimiliki serta dilaksanakan pemimpin dalam kehidupan sehari-hari, dalam rangka membina serta memimpin bawahannya, yang dikenal dengan sebutan dasa prasanta. Di antaranya, pemimpin ideal harus bersikap bijaksana/bajik. Perintah yang diberikan harus dapat dipahami manfaat dan kegunaannya oleh bawahannya sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Selayaknya berperilaku dan bertindak sebagaimana orang tua yang bijak dan ramah atau bestari kepada bawahannya karena dapat menumbuhkan rasa nyaman dalam bekerja dan beraktivitas.
Pemimpin berusaha "memikat hati" lewat perbuatan dan tingkah lakunya, ia juga menjadi kareueus/kebanggaan bagi bawahannya. Kepemimpinannya harus mampu membujuk dan menenteramkan hati dengan menumbuhkan semangat kerja bawahannya. Pemimpin tidak segan-segan memuji, mengulas, dan mengoreksi bawahannya secara santun.
Dasa Prasanta, apabila kita cermati secara saksama, kaidahnya berpijak kepada kuantitas dan kualitas hubungan antarmanusia, dalam kondisi yang tidak kaku dan tidak otoriter. Dalam proses komunikasi harus tetap menggunakan asas silih asih, silih asah, dan silih asuh.
Figur pemimpin ideal setidaknya harus mampu berperan sebagai leader (kesepahaman dalam satu pikiran, satu perkataan, dan satu perbuatan dengan benar). Pemimpin perlu berjiwa manajer (memiliki kemampuan dalam hal manajerial), juga entertainer (berkaitan dengan masalah human relation. Pemimpin harus dapat membina hubungan baik dengan sesama manusia secara horizontal dengan pimpinan mana pun, di samping dapat membina hubungan baik dengan bawahannya serta dengan lingkungan sekitarnya), juga memiliki jiwa kewirausahaan.
Pemimpin juga memerlukan jiwa kejuangan yang tinggi, serta keuletan yang tahan banting agar kepemimpinannya bisa berjalan dengan baik tak tersisihkan. Pemimpin menjadi pendorong atau pemberi motivasi bagi bawahannya. Pemimpin harus mampu berperan sebagai perancang di berbagai bidang bagi kemajuan yang dipimpinnya, bertindak layaknya ayah terhadap anak-anaknya dengan penuh kasih, serta menjadi "pelayan" yang bertanggung jawab kepada masyarakatnya. Kriteria lainnya adalah menjadi guru, pendidik, dan pengajar yang baik serta menjadi "teladan" bagi masyarakat/bawahannya.
Kriteria-kriteria itu selayaknya harus mampu diejawantahkan dan dicerminkan dalam diri dan sikap pemimpin, yang akhirnya menuju kepada pemimpin ideal yang mampu bertindak sebagai master, yakni "tokoh" yang dicintai, dikagumi, dan disegani masyarakatnya, serta mampu menyejahterakan orang banyak. Pada zaman dahulu, pemimpin demikian adalah figur pemimpin ideal yang ngarajaresi, dan dikenal dengan sebutan Prabu Siliwangi (raja yang harum namanya), karena sebagai master/tokoh telah mampu memberdayakan serta menyejahterakan orang banyak.
Saat ini, dibutuhkan pemimpin di segala bidang, yang melalui kepemimpinannya mampu menyejahterakan orang banyak. Kita "rindu" akan kepemimpinan master atau tokoh yang sikap serta perilakunya adil dan bijaksana, sehingga negara kerta raharja, gemah ripah loh jinawi, repeh rapih tur adil palamarta segera terwujud. Amin.***
Penulis, dosen, penulis, dan peneliti di Universitas Padjadjaran.
Opini Pikiran Rakyat 23 September 2010