27 Agustus 2010

» Home » Media Indonesia » Memediakan Iptek (bukan) Keniscayaan?

Memediakan Iptek (bukan) Keniscayaan?

Kegiatan penelitian di lembaga litbang tampaknya kurang populer di masyarakat, bahkan bisa dibilang kurang menarik. Penelitian hanya akrab digeluti komunitas cendekiawan baik itu ilmuwan, peneliti maupun akademisi, dan sepertinya terpisah dari hiruk pikuk kegiatan masyarakat. Keberadaan penelitian yang harus dilakukan di laboratorium, jauh dari keramaian dan membutuhkan tingkat keseriusan yang tinggi dalam pelaksanaannya, menguatkan stigma bahwa penelitian memang suatu pekerjaan atau aktivitas yang khusus dan cenderung tidak membumi. Sebuah artikel di www.scidev.net menyebutkan betapa musibah tsunami pada 2004 di wilayah Asia Pasifik (termasuk Aceh, Indonesia) yang memakan begitu banyak korban manusia merupakan suatu kegagalan dalam mengomunikasikan iptek.


Tengok saja minat masyarakat untuk mengunjungi laboratorium–laboratorium penelitian, atau mengunjungi pameran-pameran hasil penelitian, pasti pengunjungnya tidak akan sebanyak pameran mobil, kerajinan, ataupun pendidikan. Budaya untuk datang, melihat, bertanya, dan tahu tentang sesuatu dengan narasumber peneliti atau laboratorium masih belum terlihat di masyarakat kita.

Contoh nyata yang baru saja berlangsung adalah Pameran Hasil Inovasi Iptek yang menjadi acara pembuka pada hari puncak peringatan ke-15Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas). Pameran yang berlangsung pada 9-11 Agustus 2010 di lobi Gedung BPPT ini berupaya untuk membangkitkan dan menebarkan rasa bangga dan semangat untuk terus menguasai, memanfaatkan, dan memajukan iptek. Pameran tahun ini diikuti 7 stan dari sektor industri, 2 stan dari perguruan tinggi, dan 17 stan dari lembaga litbang pemerintah dan LPNK. Pengunjung pameran boleh di bilang masih terbatas pada komunitas penggiat iptek, belum dapat menggerakkan minat masyarakat untuk berbondong-bondong mengunjunginya.

Lembaga litbang vs media

Lembaga litbang merupakan institusi yang menaungi peneliti dan hasil penelitiannya, ibarat sumber berita yang tidak akan habis untuk digali. Untuk itulah lembaga litbang sangat memerlukan media sebagai mitra untuk memasyarakatkan iptek. Tanpa media, arti dan peran lembaga litbang dengan segala isinya tidak akan pernah diketahui, dan terlebih lagi informasi hasil penelitian tidak akan pernah sampai ke masyarakat.

Fenomena keterasingan dunia penelitian bisa kita lihat dari paparan di media tentang informasi iptek itu sendiri. Dari hasil penelusuran pemberitaan iptek di media, media cetak mungkin lebih peduli terhadap iptek ketimbang elektronik, dalam hal ini TV dan radio. Kalau ditelusuri lebih cermat, hampir semua media cetak besar nasional seperti Media Indonesia, Kompas, Koran Tempo, Republika, Suara Pembaruan, atau Sinar Harapan memiliki halaman khusus untuk informasi iptek setiap harinya.

Sebenarnya lembaga litbang sangat diuntungkan dengan kebijakan redaksi media cetak yang peduli untuk memuat berita iptek, dalam hal ini hasil-hasil penelitian lembaga litbang. Meskipun porsi paparannya relatif lebih sedikit daripada topik politik, luar negeri, ataupun olahraga, minimal informasi iptek telah dilirik media cetak untuk menjadi salah satu sumber berita.

Setelah cukup berhasil dengan penetrasi dan pencitraannya di media cetak, lembaga litbang juga harus memikirkan strategi untuk menggandeng dan memanfaatkan media elektronik, dalam hal ini televisi dan radio untuk memasyarakatkan iptek. Ribuan orang peneliti dengan hasil-hasil penelitiannya tentu memerlukan satu 'panggung' untuk mementaskan dan menyampaikan pesan tentang iptek. 'Panggung' di radio atau televisi tentunya dapat dicoba untuk lebih mengenalkan lembaga litbang, peneliti, dan hasil penelitiannya.

Sebenarnya banyak sumber informasi yang bisa digali oleh TV dari iptek, baik dari pelaku iptek (peneliti, ilmuwan, teknisi), sarananya (laboratorium, alat–alat uji/ukurnya, sampel), ataupun produknya (produk hasil penelitian, jurnal, seminar, laporan ilmiah). Ragam kemasan informasi di medianya pun bisa bervariasi; dapat berbentuk berita, fitur, profil, talkshow, laporan ekspedisi, dan lain-lain.

Namun, yang justru memprihatinkan dalam tayangan-tayangan televisi--media yang paling atraktif dan paling banyak diakses oleh masyarakat--muatan ipteknya sangat minim. Hari-hari dalam tayangan TV seakan tidak pernah lepas dari tayangan yang notabene kurang mendidik dan mencerdaskan penontonnya. Fungsi mendidik pada media TV cenderung ditinggalkan dan didominasi unsur hiburan dengan maraknya kehadiran infotainment, sinetron, maupun reality show. Banyak studi dan keluhan dari masyarakat yang keberatan dengan muatan siaran di TV dan telah dilontarkan ke KPI, ataupun ke stasiun TV yang bersangkutan. Tapi, toh hasilnya belum menggembirakan.

Terkait dengan hal tersebut, perlu dipikirkan upaya dan strategi untuk lebih memanfaatkan media elektronik untuk memediakan iptek. Meskipun harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, memediakan iptek di TV mempunyai banyak manfaat mengingat media mempunyai daya jangkau yang tidak terbatas, bersifat serempak, menarik, dan interaktif. Jika melihat beberapa benefitnya, tentunya televisi menjadi salah satu sarana informasi yang efektif dan efisien dalam menyampaikan informasi kepada audiens, khususnya informasi mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi. Menyampaikan informasi mengenai iptek melalui media televisi dapat dilakukan dengan kemasan yang ringan namun tetap edukatif, sehingga lebih mudah diterima pemirsa. Acara Expedition dan Archipelago di Metro TV merupakan contoh tayangan yang sarat muatan iptek. Demikian juga acara Bolang – Si Bocah Petualang, Laptop Si Unyil di Trans TV, dapat menjadi suatu alternatif acara yang dapat disisipi iptek untuk anak-anak pemirsa. Perlu dipikirkan lebih banyak format acara iptek yang pas bagi pemirsa remaja maupun dewasa di TV maupun radio dalam bentuk talkshow atau tayangan edukatif lainnya.

Upaya memediakan iptek

Sampai saat ini ada kecenderungan lemahnya upaya memediakan iptek di lembaga litbang. Mungkin salah satu penyebabnya ialah anggapan bahwa memediakan iptek hanya merupakan unsur penunjang, belum menjadi prioritas yang dianggap penting oleh pengelola media maupun pimpinan lembaga litbang. Bisa dimengerti adanya stigma yang masih cukup kuat di tingkat pimpinan lembaga litbang maupun para penelitinya sendiri, bahwa kegiatan utama litbang adalah penelitian. Adapun kegiatan menginformasikan hasil penelitian kepada media menjadi urutan yang kesekian, malahan kadang terlupakan. Hal ini bisa dilihat dari minimnya anggaran untuk kegiatan kehumasan atau promosi lembaga litbang khususnya di media, tidak sebanding dengan biaya yang dipatok media elektronik dalam mengemas satu acara.

Permasalahan ini tentunya akan terus menjadi benang kusut bagi lembaga litbang jika persepsi tentang pentingnya memediakan iptek tidak digalakkan. Kesenjangan antara lembaga litbang dan institusi media akan semakin menganga. Untuk itu, perlu upaya nyata dari lembaga litbang yang lebih serius memikirkan cara-cara yang efektif dalam memediakan iptek. Selain dengan pendekatan formal ke institusi media, membangun jejaring dengan jurnalis iptek dan pengembangan SDM iptek di lembaga litbang yang melek media juga sangat diperlukan. Humas di lembaga litbang yang menjadi ujung tombak antara lembaga litbang dan institusi media harus dibekali tidak hanya dengan pengetahuan tentang ilmu komunikasi khususnya tentang media, terlebih lagi harus didukung oleh institusinya untuk terus berimprovisasi dan berkolaborasi dengan media menghasilkan tayangan program bermuatan iptek.

Belum ada kata terlambat untuk mewujudkan suatu cita-cita mulia, membangun masyarakat yang sadar iptek. Pendekatan kepada media sebagai langkah awal mungkin harus dilakukan, baik oleh pimpinan lembaga litbang maupun humasnya, agar media pun menjadi gandrung iptek. Lembaga riset besar yang dipunyai negara ini beserta peneliti dan laboratoriumnya seperti LIPI, BPPT, LAPAN, BATAN, Bakosurtanal, BMG, juga lembaga riset di universitas ibarat oase pemberitaan yang tak akan habis digali.

Banyak program acara yang edukatif, informatif, dan atraktif dapat dikemas pakar-pakar media untuk turut mencerdaskan bangsa ini, terlebih lagi untuk mewujudkan masyarakat yang gandrung iptek. Jika ini benar terjadi, nantinya tidak akan ada lagi pertanyaan mengapa kita jarang dengar/lihat muatan iptek di media? Memediakan iptek pastinya bukan keniscayaan.

Oleh Heni Rosmawati MSi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Opini Media Indonesia 26 Agustus 2010