29 Maret 2010

» Home » Suara Merdeka » Memetakan Empat Potensi Demak

Memetakan Empat Potensi Demak

MINGGU, 28 Maret lalu, Demak memasuki usia yang ke-507. Penetapan hari jadi itu berdasarkan rekomendasi tim peneliti sejarah berdirinya Kota Wali yang menyebutkan Raden Patah dinobatkan sebagai Sultan Demak pada 12 Rabiul Awal Tahun Caka 1425 (28 Maret 1503 M) sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi.

Prosesi peringatan hari jadi sehatinya bukan hanya seremonial melainkan perlu diisi dengan kegiatan yang kaya makna, sekaligus menjadi momentum bagi masyarakat untuk mengembalikan kejayaan daerahnya. Tentu bukan dalam arti menjadikan sebagai kerajaan melainkan menghadirkan spirit yang bisa mendorong kemajuan daerah sehingga meningkatkan kesejahteraan rakyat.


Hal ini penting karena hingga saat ini Demak masih dianggap sebagai daerah tertinggal bila dibandingkan dengan daerah lain, seperti kota Semarang, Kudus, dan Jepara. Padahal dulu Demak menjadi pusat kerajaan, sebagai kota besar yang roda perekonomiannya lebih maju dari daerah lainnya.

Untuk menggapai kembali kejayaan itu, perlu upaya pemberdayaan segenap potensi. Kunci keberhasilan pembangunan daerah bertumpu pada kekuatan lokal dan kebersamaan masyarakatnya. Selain itu, menuntut  kejelian stakeholders dalam melihat segala potensi agar dapat meningkatkan kesejahteraan daerah, baik yang berpengaruh langsung dengan aspek ekonomi maupun kesejahteraan masyarakatnya.

Era otonomi daerah (otda) yang sedang bergulir di Indonesia secara langsung maupun tidak langsung membawa pengaruh yang cukup luas pada tatanan kehidupan masyarakat lokal, tak terkecuali Demak.

Kondisi ini telah memberikan suatu kesadaran baru bagi kalangan pemerintah daerah ataupun masyarakat, bahwa kita tidak bisa lagi membiarkan gelombang otonomi mengalir begitu saja tanpa upaya untuk mengarahkan dan mengisinya dengan tindakan nyata yang positif demi kemajuan wilayah.

Karena itu perlu kesungguhan dalam memberdayakan segenap potensi daerah. Ada beberapa potensi yang perlu dieksplorasi, pertama, potensi sejarah. Sebagai pusat kerajaan dan pusat perjuangan melawan penjajah, Demak mempunyai sejarah yang gemilang. Namun sejauh ini kekuatan sejarah belum mampu secara maksimal menjadi spirit bagi kemajuan masyarakatnya.

Bahkan letak bekas Keraton Demak belum diketahui secara pasti. Banyak sejarawan yang datang untuk meneliti dan mencari tahu keberadaan keraton, namun hingga kini lokasi pastinya masih mengundang pro dan kontra.

Mengulang Kejayaan

Padahal, menghadirkan situs dan silsilah kerajaan Demak pada masa kini sangat mungkin digunakan untuk mengubah situasi masyarakat yang tidak lagi ideal. Sebuah masyarakat yang jauh dari ketika kerajaan Demak didirikan oleh para wali, pada saat daerah itu dipimpin oleh Raden Patah, Patiunus, atau Trenggono. Mengulang kejayaan kerajaan Demak dalam kehidupan masa kini bukanlah hal yang mustahil.

Kedua, potensi sektor unggulan. Masyarakat harus mampu memetakan berbagai potensi yang dimiliki. Setidaknya, pemetaan potensi ini mengacu pada empat sektor unggulan yang sedang dan bakal digarap serius guna membangkitkan kembali kejayaan Demak. Keempat sektor tersebut adalah pertanian, perikanan dan kelautan, pariwisata, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Pertanian menjadi sektor yang mesti diprioritaskan mengingat sebagian besar masyarakat masih mengandalkan sumber nafkahnya dari sektor ini. Apalagi Demak menjadi lumbung padi terbesar ketiga di Ja-teng (setelah Cilacap dan Grobogan), serta salah satu sentra penghasil kacang hijau terbesar di Indonesia.

Selain itu, di era sekarang orang mengenal Demak dengan jambunya. Dalam perspektif religi, orang mengenal Demak sebagai Kota Wali, dan dalam perspektif pertanian, daerah ini mempunyai produk khas yang berbeda dari daerah lain, yakni belimbing, jambu delima, dan jambu citra.

Ketiga, potensi budaya. Dalam menyebarkan agama Islam di Demak, para wali umumnya menggunakan sarana budaya dan tradisi yang ada, baik dengan wayang, gamelan, maupun seni suara suluk sebagai sarana dakwah.

Mereka mampu membawa warisan budaya lokal yang dapat bertahan hingga sekarang, seperti tradisi Garebeg Besar, Kupatan, dan Apitan. Demak juga kaya dengan karya sastra. Potensi budaya ini jika dikembangkan akan menjadi ikon.

Demak juga mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi daerah wisata religi, dengan Masjid Agung Demak dan Makam Kadilangu sebagai simbolnya. Jika banyak pengunjung datang ke Demak, maka akan ada perputaran uang dan pertumbuhan ekonomi, yang berimbas pada kesejahteraan masyarakat. (10)

— Abdurrahman Kasdi, warga Kecamatan Bintoro, Kabupaten Demak
Wacana Suiara Merdeka 30 Maret 2010