21 Januari 2010

» Home » Pikiran Rakyat » Program Proper dan Mencegah Pencemaran

Program Proper dan Mencegah Pencemaran

Oleh ROEBING GUNAWAN BUDHI

Anomali cuaca telah dan akan terus terjadi serta sekaligus dampak negatifnya telah kita rasakan bersama. Cuaca berubah sedemikian cepat, diawali dengan udara yang panas selanjutnya berawan dan diikuti hujan (asam). Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyatakan bahwa suhu bumi kita dalam periode 1990-2005 telah naik 0,13-0,15 derajat Celsius. Hal ini terjadi seiring dengan meningkatnya polutan udara yang bersumber utama dari pengeringan, penghancuran lahan gambut di Sumatra dan Kalimantan. Tidak kurang dari 1,7 juta hektare hutan terbakar di wilayah tersebut, selain ada pula sumber lain seperti: cerobong asap pabrik yang tidak ramah lingkungan dan polusi asap kendaraan bermotor. Data dari Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bandung menunjukkan, indikator temperatur udara terus meningkat dari tahun ke tahun. 


Kita berharap komitmen dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di pertemuan G-20 Summit di Pittsburg, Amerika Serikat, September 2009 yang berlanjut ke Konferensi Perubahan Iklim di Kopenhagen, Desember lalu, lewat Copenhagen Accord, guna mengurangi emisi karbon Indonesia sebesar 26 persen, dapat terwujud untuk mengurangi global warming dan efek rumah kaca. Tentu, pemerintah tidak dapat bekerja sendiri tanpa dukungan penuh dari semua pemangku kepentingan yang terkait dengan masalah lingkungan. 

Salah satu sektor yang memberikan dampak signifikan kepada perbaikan lingkungan adalah dunia industri. Bilamana dunia industri bekerja sama dan berkomitmen melakukan upaya-upaya perbaikan lingkungan, clean production, secara serius, maka pada gilirannya akan berdampak positif kepada lingkungan tempat kita tinggal. Salah satu ”tools” yang menjadi daya dorong kepedulian dunia industri guna merehabilitasi lingkungan adalah program Proper (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup), kegiatan yang diselenggarakan secara rutin oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH)-RI, yang melakukan penilaian terhadap kinerja perusahaan dalam masalah lingkungan hidup dari waktu ke waktu. Proper memacu dunia industri untuk mengejewantahkan paradigma lingkungan yang ”go green”, sehubungan Proper berdampak positif dan signifikan, bukan hanya sebatas urusan citra (reputasi) bahkan merambah  menjadi ”marketing tools” bagi dunia industri.

Program Proper 2008-2009 diikuti 627 perusahaan peserta, dengan hasil: 1 perusahaan menduduki peringkat emas, 41 perusahaan berstatus hijau, 170 perusahaan biru, 229 perusahaan berkategori biru minus, 82 perusahaan berperingkat merah, 48 perusahaan merah minus, dan 56 perusahaan dicap hitam.  Dari data ini, tercatat 441 (70 persen) perusahaan dinyatakan taat lingkungan (emas, hijau, biru, dan biru minus), sementara  sebanyak 186 perusahaan (30%) belum taat (merah, merah minus, dan hitam). 

Sebagian besar perusahaan yang belum taat ini berasal dari perusahaan yang baru pertama kali dinilai peringkat Proper-nya. Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 07 Tahun 2008 yang menjadi dasar hukum pelaksanaan Proper, predikat emas berarti usaha dan/atau kegiatan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan hidup lebih dari yang dipersyaratkan dan melakukan upaya 3R (reuse, recyle, dan recovery), menerapkan sistem pengelolaan lingkungan hidup yang berkesinambungan serta melakukan upaya-upaya yang berguna bagi kepentingan masyarakat jangka panjang.  Untuk kategori terburuk, hitam, merupakan unit usaha atau kegiatan yang belum melakukan upaya pengelolaan lingkungan secara berarti dan secara sengaja tidak melakukan upaya pengelolaan lingkungan sebagaimana dipersyaratkan serta berpotensi mencemari lingkungan. 
Program Proper yang bercikal bakal dari Prokasih (Program Kali Bersih) di tahun 2002 ini dari tahun ke tahun  memang menunjukkan kemajuan dalam kuantitas peserta. Peluncuran Prokasih berlatar belakang perkembangan jumlah dan jenis industri yang kian pesat di daerah aliran sungai (DAS), meningkatnya pencemaran oleh air limbah industri pada sungai, perairan pantai, dan laut, serta meningkatnya pencemaran air limbah domestik pada DAS, serta menurunnya kualitas air pada DAS.

Jika pada 2002 Prokasih baru diikuti 85 perusahaan, pada 2006-2007 Proper diikuti 516 perusahaan. Selanjutnya, pada 2008-2009 sebanyak 627 perusahaan mengikutinya, dan pada 2009-2010 diproyeksikan 750 perusahaan ikut program ini. Prinsip dasar dari pelaksanaan Proper adalah mendorong penaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui instrumen reputasi atau citra bagi perusahaan yang mempunyai kinerja pengelolaan lingkungan yang baik dan instrumen diinsentif reputasi atau citra bagi perusahaan yang memiliki kinerja pengelolaan lingkungan yang buruk. Proper dipuji berbagai pihak termasuk Bank Dunia. Bahkan Proper menjadi salah satu bahan studi kasus di Harvard Institute for International Development.  Proper pun menjadi contoh di berbagai negara di Asia, Amerika Latin, dan Afrika, sebagai instrumen penaatan lingkungan alternatif.    

Tahapan panjang 

Proper merupakan suatu peringkat lingkungan yang sifatnya prestisius bagi dunia industri.  Proper merupakan sebuah reputasi dan wujud kepedulian dunia industri dalam memelihara lingkungan.  Secara tidak langsung dengan melaksanakan tuntutan Proper akan membuat dunia industri disiplin, berhemat,dan secara rutin memelihara lingkungan di sekitarnya.  Melalui pengendalian parameter penaatan pencemaran air, udara, dan B3 (bahan berbahaya dan beracun), industri ”dipaksa” melakukan berbagai upaya penaatan guna tetap berkesinambungan menjaga lingkungan. Untuk industri yang menerapkan sertifikat manajemen lingkungan (ISO 14001) tentu saja program Proper berkorelasi dan terkait satu sama lain. 

Proper memang bersinergi dengan program penaatan lainnya.  Bagi perusahaan yang berperingkat hitam sebanyak dua kali dan belum menunjukan kemajuan berarti dalam pengelolaan lingkungan akan ditindaklanjuti dengan penegakan hukum lingkungan.  Hal itu sejalan dengan semangat dari UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah disahkan 9 September 2009 sebagai pengganti UU 23/1997. Dinyatakan dalam UU ini, setiap orang yang sengaja berbuat melampaui baku mutu udara, air, dan kriteria baku kerusakan lingkungan diancam pidana penjara minimal tiga tahun atau denda minimal Rp 5 miliar. Dalam Proper sebelumnya, sebagaimana dinyatakan mantan Meneg Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, 40 perusahaan kategori hitam, 20 di antaranya diproses hukum, 13 perusahaan tutup, dan 7 perusahaan delisting atau keluar dari bursa saham.

Bank Indonesia pun mensyaratkan perbankan untuk menggunakan Proper sebagai salah satu acuan dalam penentuan kualitas aktiva bagi debitur. Kebijakan dilakukan melalui penilaian kualitas aktiva bagi bank umum.  Bagi perusahaan yang memerlukan dana untuk melakukan investasi di bidang pengelolaan lingkungan hidup, KLH menyediakan fasilitas pinjaman lunak lingkungan dan rekomendasi pembebasan bea masuk untuk peralatan pengendalian dan pencegahan pencemaran. Keberhasilan Proper sebagai instrumen penaatan dapat dilihat dari indikator, seperti: (1) meningkatnya tingkat penaatan perusahaan, (2) menurunnya beban pencemaran yang masuk ke lingkungan, (3) menurunnya tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan, (4) meningkatnya kepercayaan para pemangku kepentingan terhadap hasil penilaian Proper.

Pemangku kepentingan dalam hal ini dapat dibedakan atas pemerintah, dunia industri, dan masyarakat (supplier). Bagi pemerintah, penilaian Proper merupakan program penaatan yang efektif, sebagai pendorong untuk pengembangan basis data terpadu serta alternatif instrumen kebijakan untuk mendorong perusahaan menjadi lebih dari sekadar taat ”beyond compliance level”.  Untuk dunia industri, Proper merupakan alat patok duga atau benchmarking untuk kinerja nonkeuangan perusahaan, insentif reputasi untuk kinerja yang lebih dari taat, dan alat promosi bagi perusahaan ramah lingkungan.  Bagi masyarakat luas, Proper menjadi alat informasi tentang pasar untuk kebutuhan teknologi dan pekerjaan konsultasi dalam pengelolaan lingkungan serta ruang untuk partisipasi aktif masyarakat.    

Pada akhirnya, Proper  menjadi indikator yang efektif bagi semua pemangku kepentingan untuk perbaikan dan pencegahan pencematan lingkungan industri dan terciptanya lingkungan yang lebih kondusif.  Dalam Proper terdapat sejumlah target, tantangan, namun juga sekaligus prestasi lingkungan bagi dunia usaha yang menjadi peserta dan calon peserta Proper.***

Penulis, seorang EPCM (Environmental Pollution Control Manager),  bertempat tinggal di Kabupaten Bandung.
Opini Pikiran Rakyat 22 Januari 2010