21 Januari 2010

» Home » Suara Merdeka » Balegda, Perda, dan Produktivitas Otda

Balegda, Perda, dan Produktivitas Otda

Baleg ditantang untuk mendorong dan memfasilitasi lahirnya perda yang punya peran signifikan bagi pembangunan dan kemajuan daerah. Misalnya perda yang menjamin keamanan dan kenyamanan investasi

BALEG, singkatan dari Badan Legislasi, adalah instrumen baru yang diperkenalkan dalam struktur Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), baik tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota periode 2009-2014. Hadirnya badan kelengkapan baru ini tentu mempunyai tujuan dan menimbulkan harapan.


Tujuannya untuk memperkuat fungsi DPRD di bidang pembentukan peraturan perundangan, di samping tugas pengawasan dan penyusunan anggaran pemerintah daerah. Harapan  tentu muncul dari masyarakat, agar kinerja legislasi DPRD meningkat, baik kualitatif maupun kuantitatif dengan hadirnya badan tersebut.  

Kehadiran Baleg DPRD sebenarnya sudah diisyaratkan oleh UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 28 Ayat 1 UU omor 10 Tahun 2004, menyebut bahwa,’’Rancangan perda dapat disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD yang khusus mengenai bidang legislasi’’.  Pasal ini mengandung dua pesan penting. Pertama, kinerja DPRD akan diukur dari produktivitas anggota, komisi, atau gabungan komisi, dalam mengusulkan rancangan perda. Kedua, di DPRD bisa dibentuk Badan Legislasi seperti di DPR RI.

Eksistensi Balegda diperintahkan oleh UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Pasal 302 menyebut alat kelengkapan DPRD terdiri atas pimpinan, Badan Musyawarah, Komisi, Badan Legislasi Daerah (Balegda), dan baru disebut Badan Anggaran, kemudian Badan Kehormatan. Bahasa tubuh pasal ini mengandung pesan, bahwa Balegda merupakan alat kelengkapan yang strategis.

Perda merupakan instrumen strategis pengelolaan pemerintahan di daerah, apalagi dalam era penguatan otonomi daerah seperti sekarang ini. Berbagai kekhususan daerah, baik di bidang geografi, demografi, maupun sumber daya, bisa diekspresikan melalui peraturan daerah, untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat di daerah yang bersangkutan.

Setelah reformasi yang ditandai amandemen UUD 1945, daerah benar-benar diposisikan sebagai subjek pembangunan yang vital. Untuk membangun pemerintah daerah yang kuat, dibentuklah sistem DPRD yang kuat pula. Maka konkordan (cocok) dengan peran DPR yang menjadi jangkar dalam pembentukan UU, DPRD juga diharapkan menjadi pusat inisiatif pembentukan peraturan daerah.

Walaupun rancangan perda bisa diajukan oleh kepala daerah ataupun DPRD, dalam bidang legislasi ini posisi DPRD kuat. Ini terlihat dari Pasal 31, UU Nomor 10 Tahun 2004, yang menyebut apabila dalam satu masa sidang baik kepala daerah maupun DPRD mengajukan raperda dengan materi yang sama, maka yang akan dibahas adalah raperda DPRD, sementara raperda dari kepala daerah akan jadi bahan persandingan.

Posisi strategis DPRD yang signifikan dalam pembentukan perda ini, bisa membantu kinerja dan citra lembaga legislatif di daerah ini. Secara empirik yang terjadi di kalangan eksekutif juga menyimpan banyak keinginan untuk membentuk perda yang akan membantu mewujudkan visi dan misinya. Apalagi jika dibuka komunikasi dengan masyarakat unntuk meyerap aspirasi publik tentang kebutuhan pengaturan berbagai persoalan yang dihadapi sehari-hari
Tantangan pertama dari Balegda adalah produktivitas kinerja. Sebagai contoh DPRD Jawa Tengah masa bakti 2004-2009  telah mennghasilkan 73 perda. Dari jumlah tersebut, hanya 3 perda yang merupakan usul inisiatif DPRD. Data ini memperkuat gagasan untuk memperkuat posisi Dewan dalam pembentukan perda. Sekaligus dengan perbaikan sistem dan regulasinya, DPRD 2009-2014 akan lebih produktif secara kuantitatif ataupun kualitatif.

Tantangan kedua, perlunya kesiapan DPRD terutama Balegdanya untuk memproses baik secara materi maupun  prosedur, agar bisa terbentuk perda yang bermanfaat bagi penguatan otonomi daerah dan kesejahteraan rakyat.  DPRD harus jeli terhadap berbagai persoalan daerah yang perlu diperdakan. Secara prosedur agar diciptakan proses dan pengelolaan raperda ini secara efektif dan efisien sehingga bisa dibentuk perda secara produktif.  

Pada akhirnya, tantangan ketiga Balegda ini, bagaimana bisa mendorong dan memfasilitasi lahirnya peraturan daerah, yang mempunyai peran signifikan bagi pembangunan dan kemajuan daerah. Misalnya perda yang menjamin keamanan dan kenyamanan investasi, yang akan mendorong tumbuhnya lapangan kerja. Atau perda yang memperjelas hak masyarakat untuk mengakses jaminan kesehatan, fasilitas pendidikan dan sebagainya.(10)

— Bambang Sadono, Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah
Wacana Suara Merdeka 22 Januari 2010