29 Desember 2009

» Home » Media Indonesia » Tantangan Pertumbuhan UMKM 2010

Tantangan Pertumbuhan UMKM 2010

Rasa optimistis tumbuh setelah membaca analisis Fokus Global bulanan Standard Chartered Bank yang dipublikasikan bulan ini. Dalam laporan itu disebutkan bahwa 2010 akan menjadi tahun pemulihan ekonomi global.

Indonesia, bersama China dan India, merupakan tiga negara yang berada di garis depan proses pemulihan krisis karena mempunyai kekuatan ekonomi domestik yang tinggi.


Tahun 2010, ekonomi China dan India diperkirakan akan tumbuh 10% dan 7,5%, sedangkan ekonomi Indonesia diprediksi akan mencapai 5,3% (analisis ekonomi BNI).

Tentunya optimisme itu mutlak harus diiringi dengan kerja keras dan kerja cerdas. Tantangan kita sekarang adalah menumbuhkan produktivitas sektor riil semaksimal mungkin sehingga bisa menjadi motor pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.

Pemerintah harus lebih banyak menelurkan program-program yang mendorong kemudahan berbisnis (doing business) dan kemudahan memulai bisnis baru (starting business).

Dalam hal ini, pemerintah telah meraih satu prestasi dengan keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Percepatan Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan, yang ditandatangani empat menteri (Menteri Perdagangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Hukum dan HAM) dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 16 Desember 2009.

SKB itu mengatur dua hal, yaitu percepatan proses pembuatan izin membuka usaha baru dari sebelumnya 60 hari kerja menjadi 17 hari kerja, dan dimulainya sistem pelayanan izin usaha satu atap secara elektronik yang akan memangkas 70 jenis perizinan.

Kebijakan itu tentu membawa angin segar bagi investor, pengusaha dan calon pengusaha terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Seperti sudah kita ketahui, sejauh ini perkembangan usaha khususnya UMKM di Indonesia masih terseok-seok.

Padahal UMKM telah terbukti dua kali menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi, yaitu pada 1998 dan 2008. Pemerintah perlu memberikan insentif yang lebih besar kepada UMKM dan calon pengusaha UMKM pada 2010.

Hal itu telah dijanjikan oleh Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM Syariefuddin Hasan saat membuka Pembekalan Calon Wirausaha Muda bagi 1.000 Sarjana di Jakarta, 10 Desember 2009. Menurut Syarief, Menkop & UKM akan menyediakan dana untuk modal usaha yang dihimpun dari berbagai bank dan lembaga pembiayaan.

Dengan demikian diharapkan, akan tumbuh pengusaha-pengusaha muda UMKM dan koperasi di tahun mendatang. Para pengusaha ini diharapkan akan mampu menyerap tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran yang masih tinggi.

Patut kita sadari bahwa Indonesia perlu meningkatkan jumlah wirausahawan untuk mencapai predikat sebagai 'bangsa yang mandiri'. Menurut beberapa penelitian, salah satu syarat bangsa yang mandiri adalah mempunyai jumlah pengusaha (entrepreneur) sebanyak minimal 2% dari total jumlah penduduk.

Jadi jika jumlah penduduk Indonesia sekarang mencapai 250 juta orang, minimal jumlah pengusaha harus 5 juta orang. Kenyataannya, jumlah pengusaha kita baru mencapai 0,18% atau hanya sekitar 450 ribu orang.

Kesimpulannya, menurut teori ini, dibutuhkan sekitar 4,5 juta pengusaha lagi agar Indonesia bisa disebut sebagai bangsa mandiri. Hal inilah yang mendorong beberapa pengusaha besar seperti Ciputra untuk mendirikan sekolah khusus kewirausahaan bagi para pemuda Indonesia.

Pemerintah pun telah mengambil tindakan dengan berencana memasukkan kewirausahaan (entrepreneurship) dalam kurikulum sekolah mulai 2010. Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh mengatakan penyusunan konsep kurikulum ini merupakan bagian dari program 100 hari pemerintah di Kementerian Pendidikan Nasional.

Konsep itu diharapkan rampung pada Februari 2010 dan akan diterapkan pada tahun ajaran baru pertengahan 2010 nanti. Penumbuhan jiwa kewirausahaan di sekolah terutama di perguruan tinggi akan mempunyai dampak strategis dalam jangka panjang dalam mengatasi banyaknya sarjana yang menganggur di Indonesia.

Padahal, kampus universitas adalah gudang inovasi dan kreativitas. Setiap tahun universitas meluluskan ribuan wisudawan yang menyelesaikan tugas akhir skripsi, tesis, atau disertasi di berbagai bidang ilmu.

Beberapa di antara karya tersebut sangat mungkin merupakan inovasi yang baru dan mutakhir. Andai saja hasil karya ilmiah mereka ditindaklanjuti dengan analisis ekonomi/kelayakan usaha dan hak cipta, bayangkan berapa besar potensi bisnis baru yang bisa tumbuh dari situ.

Dalam Global Entrepreneurs Week di Jakarta, November 2009, ada satu ide menarik yang mengemuka terkait upaya menumbuhkan jiwa wirausaha baru, yaitu dengan menggalakkan kewirausahaan berbasis komunitas. Caranya dengan menumbuhkan semangat kewirausahaan dalam kelompok.

UMKM yang sudah sukses diharapkan akan membantu melahirkan wirausaha baru di komunitasnya. Sebagai contoh di Pekalongan terdapat sentra UMKM batik. Dibentuklah komunitas perajin batik yang dibina oleh salah satu UMKM yang sudah sukses.

Nantinya diharapkan dari para perajin itu akan muncul UMKM-UMKM baru yang siap mandiri. Sayangnya banyak UMKM yang sudah sukses khawatir atau takut UMKM baru itu akan menjadi pesaing bisnis. Hal semacam itu harus diluruskan karena pola itu justru menguntungkan.

Komunitas bisnis bisa membuat program joint buying, joint production, dan joint marketing/selling yang justru akan menghemat biaya produksi, memperluas kapasitas produksi, dan sekaligus menaikkan daya saing. Pola itu sangat cocok digunakan untuk industri kreatif yang sedang digalakkan pemerintah.

Perkembangan industri kreatif, yang banyak dimotori oleh kaum muda, diyakini akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuka banyak lapangan kerja. Indonesia memiliki sumber daya yang sangat kreatif.

Kita bisa melihat bahwa tidak ada suatu produk kreatif (seperti kerajinan tangan) yang tidak bisa dibuat oleh perajin kita. Contohnya, jika Anda pernah ke daerah Cipacing di perbatasan Cileunyi, Bandung, Anda akan bertemu dengan masyarakat perajin yang bisa membuat segala macam barang dengan hanya melihat gambar atau contoh.

Kemampuan dan kreativitas itu harus terus dipupuk dan jangan sampai pudar. Kemampuan seperti itulah yang membuat UMKM Indonesia mampu bangkit dengan cepat saat krisis 1998. Diperkirakan, pasar dan sumber daya manusia kreatif di Indonesia mencapai 47% dari total jumlah penduduk.

Dengan sumber daya sebesar itu, industri kreatif Indonesia akan mampu membuka 5,4 juta lapangan kerja dan berkontribusi sebesar 6,3% terhadap produk domestik bruto (PDB). Jika pada 2008 PDB kita sebesar Rp4.954 triliun, industri kreatif bisa berkontribusi sebesar Rp312 triliun.

Namun sekali lagi, angka-angka itu tidak akan menjadi kenyataan tanpa langkah nyata yang riil, terukur, dan sinergis. Saat ini kenyataan di lapangan masih jauh dari harapan. Laju pertumbuhan UMKM terhambat oleh kelayakan infrastruktur dan energi yang terbatas.

Merancang pertumbuhan usaha di tengah krisis listrik membutuhkan upaya ekstra keras. Tanpa pasokan listrik yang memadai, harapan menumbuhkan UMKM dalam lima tahun ke depan bagaikan mimpi di siang bolong.

Berbagai solusi kreatif memang mulai bermunculan, seperti pemanfaatan potensi energi lokal seperti air, angin, dan biogas terutama untuk memasok kebutuhan energi UMKM. Solusi kreatif ini pun perlu dibuat standar teknisnya dan disosialisasikan secara terpadu kepada masyarakat UMKM.

Bentuk edukasi praktis seperti inilah yang dirasakan masih kurang. Saat ini baru beberapa lembaga seperti Pusat Inovasi UMKM yang pernah menyelenggarakan bentuk edukasi seperti ini. Tentunya di tahun-tahun mendatang program pelatihan dan sosialisasi dari pemerintah perlu ditingkatkan.

Program ini diharapkan mempunyai dua tujuan, yaitu menjaga motivasi kewirausahaan dan memberikan solusi-solusi praktis dan teknis terutama dalam pengembangan produk.

Oleh Juniati Perekayasa BPP Teknologi
Opini Media Indonesia 30 Desember 2009