29 Desember 2009

» Home » Suara Merdeka » Menyulap Slawi agar Ngangeni

Menyulap Slawi agar Ngangeni

ADAKALANYA bukan soal isi, sebuah produk menarik konsumen. Di luar itu, faktor kemasan pun menjadi hal penting, setidaknya sebagai sebuah strategi marketing, dengan pendekatan psikologi tentunya.

Maka bisa disimpulkan secara sederhana, bahwa ikhwal penampilan, wajah, ternyata cukup punya daya dukung tingkat penerimaan, perkembangan, dan kemajuan.

Tak terkecuali asumsi demikian pun sesungguhnya tak terlalu keliru untuk dikaitkan dengan daya tarik sebuah daerah.


Utamanya, bila dikaitkan dengan kepentingan pariwisatanya, bahwa pengunjung pada dasarnya membutuhkan kenyamanan. Konsep ini menjadi relevan bila dipertautkan dengan kepentingan kita sebagai komunitas Kabupaten Tegal, guna menjadikan kota ini sebagai hunian yang sesuai tagline: mbetahi lan ngangeni.

Visi besar ini tentu saja mengandaikan kerja-kerja kolektif di dalamnya, bahwa kita semua berkepentingan menjadikan Kota Slawi menjadi hunian yang membuat nyaman, sehingga membuat siapapun betah dan ingin berlama-lama atau merindukannya ketika jauh.
Daya Dukung Secara geografis, Kabupaten Tegal bertetangga dengan Kota Tegal, Kabupaten Brebes, serta Kabupaten Pemalang,

semuanya masuk dalam wilayah eks- Karesidenan Pekalongan. Bagusnya, masing-masing kabupaten/kota ini rupanya memiliki kesebangunan dalam hal ìbagi-bagi tugas”, masing-masing menawarkan konsep pembangunan yang bukan hanya berbeda-beda, melainkan seperti saling melengkapi.

Kalau Kota Tegal memunculkan dirinya dalam perkembangan menjadi kota perdagangan dan jasa,  Brebes dan Pemalang berkecenderungan pada keunggulan agraris dan kelautan, maka Kabupaten Tegal rasanya pun tepat bila mengembangkan konsep dan visi pembangunan pertanian, industri, dan wisata (pertiwi).

Secara khusus pada pengembangan sektor wisata, guna mengimbangi pertumbuhan ekonomi dan penduduk di Kota Tegal. Seperti sering disinggung oleh Bupati Tegal Agus Riyanto, Slawi harus mempersiapkan dirinya guna menampung limpahan dari Kota Tegal.

Ini visi strategis menangkap peluang masa depan. Karenanya sektor wisata menjadi salah satu lahan garapan yang prospektif untuk kemajuan kota ini.

Slawi menjadi lokasi tujuan rehat dan rekreasi. Belum lagi, sebagai jalur utama yang menghubungkan ke Purwokerto dan Yogyakarta maka Slawi pun potensial tumbuh menjadi daerah transit yang menawarkan rest area.

Karena itulah, pengembangan Kota Slawi menjadi kota yang cantik dan menarik, sehingga mbetahi lan ngangeni, menjadi hal yang mutlak adanya.

Guna mewujudkan kepentingan tersebut maka tak hanya pengembangan pusat objek wisata yang dianggap  penting, tetapi lebih dari itu adalah pengembangan tata ruang kota, menjadi hunian yang nyaman dan aman.

Konsep ini tak hanya berurusan dengan pembangunan fisik kota, tetapi juga mengandaikan pelibatan dimensi sosial budaya.

Sebab, yang menjadi sasaran sejatinya adalah manusianya, nyaman dalam pandangan orang pada umumnya. Itu sebabnya, pengembangan tata kota kita haruslah bervisi humanis.

Pertama, selain ramah lingkungan, pengembangan tata kota juga berorientasi pada ikhtiar melayani masyarakat dan pendatang.

Kedua, semangat ini bias pula diterjemahkan sebagai upaya pembangunan yang menguntungkan segala lapisan, pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat sendiri.

Sejauh yang saya amati dan upayakan bersama, rencana semacam ini pun telah dan tengah direalisasikan, seperti dalam kebijakan pembangunan dan rehabilitasi sejumlah ruang publik di Kota Slawi ini.

Pembenahan ini antara lain terwujud dalam pembangunan Terminal Tipe A Slawi di Dukuh Salam, taman kota di depan terminal Slawi, pembangunan terminal tipe C Adiwerna, mempercantik alun-alun  hingga pembangunan kawasan terpadu di bundaran Masjid Agung-Monumen GBN.

Yang penting dilakukan juga adalah bagaimana mengefektifkan pembangunan sejumlah ruang publik tersebut agar sesuai dengan konsep awalnya, yakni tata kota yang membuat nyaman penghuninya.

Dalam kerangka ini pula, baik legislatif maupun eksekutif, sudah selayaknya mendorong penciptaan APBD yang berorientasi pada visi daerah tersebut.

Di sisi lain, masyarakat maupun dunia usaha pun saatnya bersama-sama berupaya mengembangkan daerahnya menjadi daerah yang ngangeni lan mbetahi. Dan inilah ruh gotong royong, sebagaimana menjadi visi dari kepemimpinan Bupati Agus Riyanto.

Kita tak hanya perlu mengingatkan, tetapi juga ikut mendukung cita-cita ini, demi kemaslahatan bersama. Toh, pada saatnya nanti, ketika Slawi sukses mengembangkan dirinya menjadi daerah rest area, pusat wisata dan lainnya, bukan hanya kita merasakan nyaman menghuni tlatah kelahiran kita sendiri, tetapi juga potensi berkah ekonomi yang mungkin tumbuh dan menghidupi masyarakatnya. Inilah fenomena multiplier effect yang bisa dinikmati bersama. (10)

— Rojikin, Ketua DPRD Kabupaten Tegal
Wacana Suara Merdeka 30 Desember 2009