18 Desember 2009

» Home » Suara Merdeka » Pemimpin Progresif untuk Ika Undip

Pemimpin Progresif untuk Ika Undip

MENGELOLA organisasi (paguyuban) alumni membutuhkan orang yang luang (kober) waktunya. Itulah kalimat yang disampaikan Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Diponegoro (Ika Undip) Pusat Sigit Pramono kepada saya dan kawan-kawan dari Komunitas Muda Pelopor Reformasi (Kompor) Ika Undip, di kediamannya di Jakarta Selatan, Senin (14/12) malam.


Tanpa disadari banyak orang, terutama alumni, kepengurusan ikatan alumni di bawah kepemimpinan Sigit (2005-2009) akan segera berakhir. Pengurus pusat mengagendakan munas VII tanggal 19 Desember ini di kampus Tembalang. Begitu cepat periode kepengurusan ini berlalu, nyaris tak ada hal besar berlangsung selama itu.

Di bawah kepemimpinannya, ikatan alumni memang bukan tidak berbuat. Sejumlah kegiatan penggalangan dana (fund rising) diselenggarakan oleh ikatan alumni DKI Jakarta maupun ikatan alumni tingkat pusat. Antara lain melalui turnamen golf terbuka yang menghasilan keuntungan sekitar Rp 2 miliar, kemudian disumbangkan kepada Undip.

Undip pusat juga diperkuat dengan memindahkan sebagian urusannya untuk dikelola dari Jakarta, selain tetap mempertahankan sekretariat pusat di Semarang.

Kesenjangan Informasi ikatan alumni harus berterima kasih kepada Sigit, tokoh nasional yang dikenal luas sebagai bankir andal. Kepiawaiannya di bidang manajemen perbankan, sangat bermanfaat dalam mendukung kinerjanya mengelola ikatan alumni untuk tetap survive di kancah percaturan ikatan alumni lainnya.

Satu pekerjaan rumah (PR) yang belum berhasil ia wujudkan, adalah menciptakan dana abadi (endowment fund).
Tantangan kepengurusan ikatan alumni hasil munas VII 2009 ini, begitu banyak terpapar di depan.

Dana abadi dan fund rising, hanyalah dua dari bermacam aktivitas organisasi alumni yang harus dikembangkan. Namun, lebih dari itu, hal mendasar yang semestinya lebih banyak mendapat perhatian pengurus ikatan alumni adalah aksesibilitas bagi anggotanya terhadap informasi-informasi penting dan strategis.

Salah satu ìkekalahanî —kalau boleh dibilang demikian— alumni Undip terhadap alumni perguruan tinggi papan atas lainnya, terletak pada minimnya akses informasi strategis yang dimiliki alumni Undip.

Jamak dipahami, di sejumlah institusi penting di Indonesia, berkerumum alumni dari UGM, UI, ITB, IPB, dan perguruan tinggi swasta terkenal lainnya. Sehingga ada semacam joke di kalangan penggiat alumni, jika lembaga negara tertentu identik dengan alumni perguruan tinggi tertentu pula. Bagaimana dengan alumni Undip? Rasanya belum satu pun identik terhadap lembaga negara tertentu itu.

Aksesibilitas terhadap informasi yang dipermudah, membuat jaringan dan hubungan antaralumni berjalan dengan baik. Dinamika alumni pun tercipta.

Alumni di berbagai institusi saling berbagi informasi strategis, dipertukarkan dalam berbagai forum pertemuan alumni. Pada akhirnya, kesempatan pun terbuka untuk mengembangkan segenap potensi dan kompetensi alumni. Inilah yang saya maksud dengan kekurangan tersebut.

Di masa kepemimpinan Sigit, akses informasi strategis ini terasa masih sulit diperoleh para anggota ikatan alumni. Terutama mereka yang masih muda dan sedang berjuang meraih pengharapan bagi masa depan kehidupan yang lebih baik.
Demi kemajuan bersama, kesenjangan informasi ini harus dibuka.

Pengurus pusat ikatan alumni periode 2009-2013, harus berkomitmen mendorong pertukaran informasi yang strategis ini. Sebab, melalui cara demikian, potensi dan kompetensi alumni akan semakin berkembang. Tak sulit kemudian untuk melahirkan tokoh-tokoh kaliber nasional dalam berbagai bidang.

Keterbukaan aksesibilitas informasi lantas perlu diimbangi oleh kebijakan untuk menyediakan ruang-ruang berwacana seluas-luasnya. Ini adalah era kemerdekaan berekspresi. Pengurus Ika Undip Pusat selama ini, sangat miskin mendorong talenta-talenta muda untuk berwacana dan

berekspresi. Nyaris tidak ada ruang terbuka yang dibangun oleh inisiatif pengurus pusat. Jadilah alumni lebih banyak mengembangkan wacana di luar sendirian. Padahal, jika diakomodasi, ekspresi wacana dari para intelektual muda tersebut akan bermanfaat ganda bagi kepentingan alumni maupun Undip.
Tidak Bersuara Sungguh disayangkan kemudian, jika untuk urusan sepenting kasus Bank Century, misalnya, pengurus ikatan alumni tingkat pusat tidak bersuara. Juga dalam kasus kisruh daftar calon tetap (DPT) pada pemilu presiden lalu, tak ada satu pun pengurus yang berteriak mengatasnamakan ikatan alumni.

Sederet peristiwa besar telah berlalu dengan hampir semuanya tanpa respons pengurus ikatan alumni tingkat pusat. Mungkin saja, pengurus selama ini asyik dengan dunianya sendiri. Sudah merasa nyaman dengan memantapkan sifat organisasi sebagai sebuah paguyuban.

Perubahan merupakan sebuah keniscayaan. Kepemimpinan ikatan alumni harus berubah. Ika KA Undip masa depan, memerlukan seorang pemimpin yang tidak sekadar kober mengurusi organisasi dan anggotanya tetapi juga membutuhkan figur pemimpin yang kuat, visioner, kompeten, progresif, serta reformis.

Ikatan alumni pascamunas di Semarang, mesti memiliki keberpihakan terhadap berbagai persoalan yang mendera bangsa ini, sekaligus membuka aksesibilitas informasi strategis dan ruang-ruang berwacana yang demokratis.  (10)

— Asmono Wikan, Koordinator Komunitas Muda Pelopor Reformasi (Kompor) Ika Undip, Direktur Eksekutif Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat, Jakarta
Wacana Suara Merdeka 19 Desember 2009