18 Desember 2009

» Home » Suara Merdeka » nternet, Relasi, dan Kontrol Sosial

nternet, Relasi, dan Kontrol Sosial

Energi besar yang berada dalam masyarakat terbayang inilah yang jadi kekuatan masyarakat sipil, tidak kalah dahsyatnya dari unjuk rasa yang melibatkan warga secara fisik

DALAM minggu ñ minggu terakhir ini, kehidupan sosial, politik, dan hukum di Indonesia banyak diwarnai berbagai kejadian yang menyedot perhatian publik. Kasus terakhir yang cukup menyita perhatian adalah kriminalisasi pimpinan KPK serta mencuatnya kembali kasus Prita Mulyasari. 


Kedua kasus tersebut mencapai klimaksnya ketika masyarakat sipil menciptakan gerakan sosial yang luar biasa dahsyat sehingga mampu memberikan peran yang sangat signifikan terhadap arah penanganan kasus tersebut. Gerakan sosial tersebut tercipta melalui apa yang disebut Gerakan Satu Juta Facebooker mendukung Bibit-Chandra, serta gerakan Koin untuk Prita yang digagas oleh komunitas blogger di Indonesia.

Kedua gerakan yang luar biasa hebat tersebut tercipta berkat adanya kemajuan teknologi informasi yaitu jaringan internet. Internet kini telah menjadi ruang sosial baru bagi banyak individu dalam masyarakat yang terbentuk dalam berbagai jejaring sosial seperti mailing list, blog, maupun situs perkawanan seperti facebook atau friendster.

Beberapa pemerhati kebudayaan mengatakan bahwa kemunculan internet dalam kehidupan manusia adalah bagaikan gempa tektonik berkekuatan 10 Skala Richter yang telah mengguncang peradaban umat manusia. Internet telah menjadikan seluruh sudut dunia terhubung dalam jaring ñ jaring informasi sehingga meniadakan batas jarak, ruang, dan waktu. Dengan meminjam istilah  Marshall McLuhan, dunia saat ini telah telah tereduksi menjadi sebuah desa global (global village).

Dengan demikian, internet tidak hanya sekadar merevolusi cara manusia berelasi dan berkomunikasi yang menembus jarak, ruang, dan waktu, tetapi juga telah menciptakan satu bentuk masyarakat baru yaitu masyarakat virtual atau dengan istilah Benedict Anderson adalah komunitas imajiner yang dipersatukan oleh kesamaan interest, ideologi dan bahasa virtual.

Relasi yang terbentuk di dalam masyarakat virtual tentu saja berbeda dengan relasi ñ relasi tradisional yang berbasis tubuh. Ruang ñ ruang sosial telah bertransformasi dari ruang yang memerlukan dimensi bentuk dan spasial yang sangat fisikal menuju ruangan nirbentuk yang dapat berupa folder ñ folder ruang chating, blog, pesan dinding virtual, ataupun forum ñ forum diskusi virtual.

Dengan bentuk relasi yang tidak berbasis pada tubuh, maka yang menjadi dasar dari pembentukan sebuah komunitas di dunia maya tidak lagi sekadar kesamaan etnis, bahasa, ataupun identitas kelokalan. Relasi dalam dunia maya adalah relasi sebuah masyarakat tak berbatas (borderless society) yang jauh melintasi batas identitas lokal dan kultural.

Ruang cyber yang telah mengikis batas ñ batas geografis dan juga batas kebudayaan telah memberi peluang terhadap munculnya kehidupan multikultural. Komunitas ñ komunitas multikultur dapat dengan mudah terbentuk di ruang ñ ruang cyber.

Relasi yang terbentuk melalui ruang ñ ruang cyber memang kemudian menjadi relasi yang sangat unik, karena tidak lagi tersekat dengan jarak, ruang fisik, dan waktu. Seorang anak SMP di sudut kota Blora saat ini sangat mungkin memiliki kawan seorang mahasiswa yang tinggal di metropolitan New York. Atau juga seorang karyawan yang meskipun bekerja dari pagi hingga malam hari, tetap dapat memiliki ruang sosial di sela ñ sela waktu bekerjanya dengan berkumpul bersama teman ñ teman kuliahnya dulu dengan YahooMessenger atau facebook.

Relasi yang diciptakan di dunia maya, selain membentuk masyarakat virtual, juga merupakan sebuah proses pembebasan subjek atas kekangan khas tradisional dalam hal komunikasi dan penyebaran informasi. Dalam pandangan ñ pandangan yang utopis tersebut, internet dianggap sebagai media emansipatoris atau media pembebasan karena ia menyediakan ruang komunikasi dua arah yang bebas dominasi, tidak seperti televisi atau radio misalnya yang hanya menyediakan komunikasi satu arah dan audiens dianggap sebagai subjek yang pasif. Internet dipandang telah menjadi ruang publik yang paling ideal di mana segala wacana dan opini dapat bebas disuarakan. Gagasan ruang publik (public sphere) sebagaimana dikemukakan Jurgen Habermas, yaitu sebagai ruang dimana opini publik bisa dibentuk, menemukan bentuknya yang nyata dalam dunia maya.
Tiadakan Jarak Internet telah mampu meniadakan jarak antara audiens dengan produsen berita, sehingga dialektika hubungan terjalin secara equal, dan audiens memiliki kemampuan feedback yang lebih memadai. Internet dengan demikian telah menjelma menjadi media komunikasi di mana masyarakat tidak saja menjadi konsumen pasif dari berita atau informasi, melainkan juga dapat menjadi produsen berita itu sendiri.

Masyarakat juga menentukan ke arah mana berita itu akan dibawa, termasuk misalnya sebagai alat mengontrol kebijakan pemerintah yang dianggap keliru atau sebagai kontrol terhadap sistem hukum yang dianggap bermasalah seperti halnya yang telah terjadi dalam kasus Bibit-Chandra dan Prita Mulyasari.

Sebagai ruang publik, internet telah mampu memobilisasi wacana yang menjadi driving force sebuah perubahan yang daya tekannya lebih hebat daripada sekadar mobilisasi massa secara fisik. Bersama dengan masyarakat media lainnya, baik media cetak maupun elektronik, energi besar yang berada dalam masyarakat terbayang inilah yang menjadi kekuatan masyarakat sipil yang mampu menjadi alat kontrol sosial bagi kekuasaan negara, tidak kalah dahsyatnya dibandingkan sebuah unjuk rasa yang melibatkan masyarakat secara fisik.

Fenomena gerakan Satu Juta Facebooker Pendukung Bibit-Chandra maupun gerakan Koin untuk Prita merupakan bukti nyata ketika internet telah menjelma menjadi ruang publik yang mampu memobilisasi wacana dan membentuk opini masyarakat serta mengambil peran besar dalam fungsi kontrol sosial masyarakat sipil yang sangat efektif atas kebijakan dan kekuasaan negara yang merugikan kepentingan dan keadilan masyarakat. (10)

 — Kuncoro Bayu Prasetyo, SAnt, MA, dosen antropologi FIS Unnes
Wacana Suara Merdeka 19 Desember 2009