20 September 2010

» Home » Suara Merdeka » Asal-usul Gua Mawar di Boyolali

Asal-usul Gua Mawar di Boyolali

Sejarah Gua Maria ëíMawaríí dimulai sejak tahun 1948, pada saat terjadi agresi militer Belanda ke-2. Saat itu ada seorang katekis pertama di Boyolali, Bapak Poerwoadmodjo yang mengungsi di Dukuh Tlagu, Kecamatan Musuk.

Di pengungsian tersebut dia mengajarkan agama Katolik kepada masyarakat setempat. Kemudian berkembang menjadi cikal bakal Stasi Musuk atau sekarang berganti Lingkungan Bernadeta, masuk wilayah Paroki Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria Boyolali.


Ceriteranya, saat itu beliau memiliki murid 3 keluarga dan tahun 1955 menjadi 8 keluarga. Awal rintisan membuat Gua Maria Mawar bermula ketika setiap kali Bapak Poerwoadmodjo mandi di Sungai Munggur yang berjarak sekitar setengah kilometer dari perkampungan, selalu melewati daerah ëíangkeríí.  Di kanan dan kiri jalan ladang rumput dan tanaman bunga mawar, tepat di atas pemandian. Dia sering melihat ada seorang ëíPutriíí berdandan ala pengantin, tetapi sendirian dan terlihat kakinya seperti tidak berpijak ke tanah.

Pemilik kebun,  Ibu Somotinoyo, juga sering melihat keganjilan di tempat itu. Dia pernah menemukan sebuah timbangan yang terbuat dari emas, kemudian diletakkan dimasukkan keranjang, ternyata barang tersebut sampai di rumah tidak ditemukan. Inilah adalah awal tempat ini dipilih sebagai tempat berdoa/berziarah, karena kemudian Bapak Poerwoadmodjo menyarankan di tempat tersebut dibuat tempat peristirahatan Bunda Maria. Kemudian bersama Bapak Philipus Surotinoyo, dia berusaha menemui pemilik tanah, Bapak Somotinoyo untuk meminta agar tanah itu boleh dibeli. Pemilik tanah merelakan dengan harga Rp 50  (lima puluh rupiah) dengan luas tanah 250 meter persegi.

Pada tahun 1978 ada beberapa rohaniawan yang memperhatikan perkembangan umat di Musuk, seperti Romo A  Endrokarjono MSF, Bruder Thomas Pratignyo Kumoro MSF, Frater Parso Subroto MSF. Mereka kembali mengajar agama Katolik di Kembangsari, Musuk. Mereka juga memperluas Gua Maria Mawar dengan membeli tanah seharga Rp 50.000. Setelah berkembang kemudian Romo A  Endrokaryono MSF pada tanggal 25 Juni 1982 mengubah nama gua itu menjadi Gua Mawar sampai sekarang.

Dalam perkembangannya, Gua Mawar dipertanyakan keberadaannya, karena status tanah secara hukurn belum sah. Ini akibat kelemahan pada transaksi tanah jaman dulu yang tidak mempertimbangkan hokum. Cukup lama masalah ini dicoba diselesaikan, namun sangat sulit.

Akhirnya berkat doa, usaha dan rahmat Allah, semua masalah legalisasi tanah ini terselesaikan. Umat di lingkungan Bernadeta Musuk dengan ketuanya Bapak Petrus Winardi, dapat menyelesaikan proses sertifikat tanah menjadi hak milik atas nama Bapak P Winardi. Untuk selanjutnya dihibahkan kepada Yayasan Papa Miskin Paroki HTB SP Maria Boyolali dan menjadi aset Paroki.

Pembiayaan proses pengurusan sertifikat berasal dari donatur dan para pengunjung Gua Mawar,  jumlahnya sekitar 4 juta rupiah. Dengan semakin jelas status tanah dan baiknya sarana dan prasarana, diharapkan segenap umat Katolik, terutama umat Gereja HTB SP Maria Boyolali, semakin meningkatkan pemeliharaan dan pembangunan Gua Mawar untuk tempat berdoa, dan berdevosi memuliakan Bunda Maria.

FX Tri Adi Mulyono
RT 03 RW 06 Perum Korpri
 Blok XVI No 16 Sendangmulyo
Tembalang Semarang
024.76740939/08164880527
Wacana Suara Merdeka 21 September 2010