03 Juni 2010

» Home » Suara Merdeka » Mengukur Kekuatan Industri Jateng

Mengukur Kekuatan Industri Jateng

ISU tentang gejala deindustrialisasi sangat kuat menerpa dunia usaha nasional, terutama saat ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) diberlakukan mulai tahun ini,  yang diperkirakan makin mempercepat laju proses deindustrialisasi. Hal ini diduga karena pertumbuhan sektor industri yang cenderung turun dalam beberapa tahun terakhir.

Kontribusi industri pengolahan dalam 5 tahun terakhir turun sekitar 2% terhadap produk domestik bruto (PDB), selama waktu itu pula laju pertumbuhan industri nasional juga berada di bawah target yang ditetapkan 2,5% per tahun, jauh dari pertumbuhan ekonomi yang selalu di atas 4,5% dan pertumbuhan sebelum krisis ekonomi tahun 1997. 


Dalam diskusi di kantor salah satu harian nasional di Jakarta beberapa waktu lalu, Menteri Perindustrian MS Hidayat yang menjadi pembicara mengungkapkan banyak faktor yang membuat pertumbuhan sektor industri agak lambat. Di antaranya  terbatasnya pasokan listrik dan harganya yang masih tinggi, birokrasi yang belum probisnis, kurangnya bahan baku, banyak peraturan yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi, dan biaya kredit yang sangat tinggi. Akibatnya, harga produk-produk industri domestik menjadi kurang kompetitif.

Bagaimana dengan Jateng? Ternyata sektor industri di provinsi ini tumbuh lebih tinggi dibandingkan tingkat nasional. Pada 2004-2008, rata-rata pertumbuhannya 4,86% per tahun, hampir dua kali lipat dari pertumbuhan industri nasional. Industri tekstil, industri kertas, dan barang cetakan serta industri makanan, minuman, dan tembakau adalah industri yang tumbuh signifikan, di atas 4,8%.

Industri logam dasar besi dan baja serta industri alat angkut, mesin, dan peralatan, tumbuh agak mengejutkan dalam dua tahun terakhir, di atas 5% (2007dan 2008). Ini sangat luar biasa dan cukup membanggakan.

Dalam struktur perekonomian Jateng, sektor industri pengolahan mempunyai kontribusi yang menentukan karena sumbangannya di atas sektor lainnya, yaitu 31,5% pada tahun 2008 diikuti sektor perdagangan, hotel, dan restoran 19,9%, dan sektor pertanian 19,7%.
Jumlah tenaga kerja yang terserap sampai Agustus 2009 sekitar 750 ribu, dengan nilai perputaran uang Rp 129,59 triliun.

Dalam konteks inilah pameran industri logam dan mesin di DP Mall Semarang, yang hari ini dibuka Gubernur Bibit Waluyo menjadi peristiwa menarik karena tiga alasan. Pertama; pameran ini pertama digelar di Jateng, bahkan di tingkat nasional yang seluruh produknya dibuat dunia industri di provinsi ini. Kedua; basis produksi peserta sebagian besar berlokasi di pedesaan, sesuai dengan konsepsi Gubernur Bibit Waluyo yaitu Bali Desa Mbangun Ndesa. Ketiga; moto pameran ’’Semua Ada Semua Bisa’’ menjadi satu alat kampanye bahwa yang dibutuhkan masyarakat sebenarnya ada dan bisa dibuat oleh mereka. 

Konsumen Domestik

Membicarakan sektor industri Jateng, gambarannya tidak lebih dari industri batik atau kuliner. Tidak terbayangkan industriwan Tegal mampu menghasilkan peralatan pertanian seperti hand tractor. Perajinnya mampu membuat sparepart kendaraan. Tromol rem kereta api yang digunakan PT Kereta Api Indonesia hampir seluruhnya dibuat perajin besi di Klaten.

Saat melihat kemampuan perajin di Tegal, saya terkejut sekaligus bangga karena mereka mampu membuat sparepart kendaraan dengan presisi tinggi. Bahkan ada perajin yang khusus membuat panel pintu dan furnitur dengan kualitas setara buatan Italia, termasuk instalasi ornamen-ornamen listrik yang bisa dibuat sesuai kebutuhan konsumen. Bahkan untuk alat-alat timbangan, perajin di Klaten dan Juwana Pati sudah sangat terampil dan mahir.  

Saya yakin bahwa sebenarnya industriwan di bidang industri logam dan mesin akan mempunyai daya saing dan bisa mengisi kebutuhan pasar bila konsumen domestik memberikan dukungan yang memadai dengan menempatkan pilihan pertama pada produk-produk domestik. Sayangnya, dukungan seperti itu kurang diberikan secara optimal.

Kebijakan menggelar pameran industri logam dan mesin di sebuah mal terkemuka di Semarang mempunyai misi yang berbeda dari pameran-pameran lainnya. Prioritasnya bukan pada nilai transaksinya melainkan ingin lebih memperkenalkan kemampuan industriwan Jateng. Kegiatan itu memamerkan antara lain peralatan rumah tangga, mesin untuk mendukung produksi di sektor pertanian dan industri furnitur, komponen otomotif dan kapal, peralatan rumah sakit dan peralatan lainnya. (10)

— Ihwan Sudrajat, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah
Wacana Suara Merdeka 4 Juni 2010