03 Juni 2010

» Home » Media Indonesia » Mavi Marmara, Mengapa Kamu Diserang?

Mavi Marmara, Mengapa Kamu Diserang?

BEBERAPA hari terakhir ini, nama Mavi Marmara menjadi terkenal di dunia. Kapal yang membawa muatan para relawan dan bantuan kemanusiaan untuk rakyat Gaza itu diserang oleh tentara Israel di pagi buta Senin, 31 Mei 2010. Lebih dari sepuluh orang meninggal dunia dan puluhan terluka. Mengapa kapal yang membawa penumpang sipil itu diserang Israel? Pertanyaan sederhana ini tidak dengan sendirinya dapat dijawab dengan sederhana pula. Ada cerita yang cukup panjang yang melatarbelakangi kejadian tersebut.
Bermula dari kemenangan Hamas dalam pemilihan umum (pemilu) parlemen Palestina, Januari 2006. Dalam pemilu yang relatif bersih itu, Hamas dapat mengalahkan Fatah yang sudah lama berkuasa di Palestina. Tetapi, sayangnya Israel tidak mau menghormati kemenangan Hamas. Berbagai usaha dilakukan untuk menghambat perjalanan pemerintahan Palestina di bawah Hamas.


Kekuatan Hamas
Negara zionis agresor itu khawatir dengan kekuatan moral politik Hamas. Mereka tahu Hamas mempunyai kekuatan yang luar biasa secara moral. Memang, Hamas telah menggalang kekuatan moral dari kalangan masyarakat paling bawah. Pembinaan dilakukan melalui ‘pengajian’ dari satu tempat ke tempat lain. Dari hari ke hari, kelompok itu semakin banyak, yang kemudian membentuk suatu kelompok yang lebih besar. Kelompok ‘pengajian’ akhirnya menjelma menjadi kelompok politik besar yang dapat mengalahkan ‘saudara tuanya’, yakni Fatah. Perkembangan Hamas tersebut akan merepotkan Israel. Mereka khawatir pengalaman Hamas akan ditiru oleh kelompok-kelompok lain di berbagai negara yang dapat merugikan kepentingan Israel.
Karena Hamas sulit ditaklukkan, Israel berusaha unjuk kekuatan fisik dengan menyerang berbagai fasilitas Palestina pada Juli 2006. Pembangkit tenaga listrik di Gaza, kantor pemerintahan, dan juga gedung sekolah menjadi sasaran tentara zionis. Maksud utamanya jelas ingin melemahkan pemerintahan Hamas. Israel akan terus unjuk kekuatan di hadapan Hamas.
Israel yang didukung sekutunya terus berusaha menjatuhkan pemerintahan Hamas. Mereka juga melakukan boikot bantuan kepada Palestina. Israel sendiri membekukan dana pajak yang dipungut dari warga Palestina. Jumlah pajak warga Palestina itu sekitar US$50 juta-US$60 juta per bulan. Sampai akhir 2006, jumlah dana pajak yang ditahan Israel telah mencapai US$500 juta. Berbagai bantuan internasional, yang sebelumnya digunakan untuk menopang kehidupan bangsa Palestina, diputus. Akibatnya, pemerintahan Hamas nyaris lumpuh. Pegawai pemerintahan tidak menerima gaji. Pelayanan kepada masyarakat yang telah lama menderita tidak dapat dilakukan.
Pada saat yang cukup memprihatinkan tersebut, para pendukung Hamas dan Fatah justru bentrok. Korban berjatuhan di kedua belah pihak. Bila kita menonton kembali kejadian Desember 2006 itu, kita akan menyaksikan bagaimana mereka berseteru. Suara senapan otomatis terdengar di seluruh Gaza City. Anggota Hamas menyerang sejumlah pos pemeriksaan yang terdapat di jalan-jalan utama. Sebagian lagi berpatroli di jalan-jalan depan pertokoan sambil menyandang senapan Kalashnikov dan membawa granat. Demikian pula sebaliknya, pasukan Fatah memberondong Hamas. Pada awal 2007 ada usaha penyatuan kembali Hamas dan Fatah, tetapi tidak berhasil.
Akhirnya pada Juni 2007 seluruh wilayah Gaza di bawah kekuasaan Hamas, sedangkan wilayah Tepi Barat di bawah kekuasaan Fatah. Dengan demikian, Palestina terpecah. Ironi memang.
Israel semakin mengucilkan Gaza dengan membangun tembok pembatas. Seluruh perbatasan dijaga ketat dan hanya beberapa pintu masuk untuk memasok kebutuhan rakyat Gaza. Sejak saat itu, Gaza seakan menjadi ‘penjara besar’ bagi rakyatnya. Blokade Israel begitu ketat sehingga masyarakat Gaza berusaha mencari jalan sendiri dengan membuat terowongan bawah tanah untuk memasukkan berbagai keperluan mereka.
Untuk menambah penderitaan warga Gaza, tentara Israel kembali menyerang Gaza pada Desember 2008-Januari 2009. Dengan membabi buta, Israel merusak dan menghancurkan fasilitas publik. Gedung milik UNHCR ikut diserang Israel. Pada waktu itu, lebih dari 1.400 penduduk Gaza menjadi korban keganasan tentara Israel.

Bantuan kemanusiaan
Masyarakat dunia berusaha meringankan penderitaan rakyat Gaza. Berbagai bantuan kemanusiaan lewat darat sulit disalurkan ke Gaza karena Israel menolak adanya penyaluran langsung ke Gaza. Israel menginginkan seluruh bantuan harus melalui tangan mereka.
Untuk mengatasi hal itu, ada beberapa usaha penyaluran bantuan kemanusiaan ke Gaza melalui laut. Tetapi usaha ini pun digagalkan oleh Israel. Mereka menghalau kapal pembawa bantuan tersebut ke tempat asal atau ke pelabuhan di Israel.
Untuk mendobrak blokade itu, para aktivis kemanusiaan dunia berusaha berkumpul untuk secara bersama-sama menuju Gaza membawa bantuan kemanusiaan. Turki menjadi negara penting yang mengoordinasi gerakan kemanusiaan ini. Relawan dari Indonesia bergabung dengan kapal Turki. Ada enam kapal yang bertemu di perairan Siprus sebelum menuju ke pantai Gaza. Diharapkan dengan jumlah relawan 750 orang dari 43 negara dan membawa beberapa kapal sekaligus, Israel akan membiarkan bantuan itu sampai ke Gaza dengan selamat. Para relawan akan menyerahkan bantuan secara langsung kepada masyarakat Gaza. Relawan Indonesia, misalnya, akan mendirikan rumah sakit untuk kepentingan rakyat Gaza.
Ternyata Israel tetap menolak kapal bantuan kemanusiaan tersebut merapat di pantai Gaza. Bahkan kapal Mavi Marmara diserang tentara Israel yang mengakibatkan jatuhnya korban masyarakat sipil. Misi mulia para relawan untuk membantu meringankan penderitaan masyarakat Gaza telah direnggut oleh pasukan Israel. Para relawan ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Sebagian yang terluka dirawat di rumah sakit. Dari 12 relawan Indonesia, diberitakan ada satu orang terluka dan 11 orang lainnya ditahan oleh penguasa Israel. Dengan jelas, negara zionis ini mempertontonkan arogansinya.

Kenekatan Israel
Kenekatan Israel ini paling tidak berdasarkan tiga hal. Pertama, Israel ingin menunjukkan kepada dunia bahwa mereka benar-benar sedang memblokade Gaza untuk memberikan tekanan kepada Hamas. Dengan blokade yang cukup keras ini, rakyat Gaza akan semakin menderita dan akhirnya mereka mau melakukan ’pemberontakan’ terhadap Hamas. Kedua, Israel juga ingin mempertontonkan kepada dunia bahwa siapa pun yang berani melawan keinginannya akan menerima balasan, termasuk diserang dan dipenjara. Ketiga, Israel meyakini bahwa penyerangan mereka terdapat kapal kemanusiaan hanya akan menimbulkan kecaman dan kutukan, tanpa ada tindakan nyata yang membahayakan Israel. Mereka juga meyakini Amerika Serikat akan berupaya melindungi kepentingan Israel.
Bila kondisinya demikian, Israel akan terus melakukan blokade terhadap Gaza sampai penguasa Hamas jatuh. Memang, ini sikap yang pesimistis. Selama sistem dunia yang dianut PBB adalah ’tidak adil’, Israel akan seenaknya sendiri. Mereka akan berbuat menuruti kemauannya dengan mengabaikan aturan internasional.
Oleh karena itu, untuk menekan Israel agar mau mengikuti aturan dunia internasional, sistem dunia harus diubah atau direformasi dengan menggunakan ’sistem berkeadilan’. Artinya, tidak ada lagi sebuah negara yang mempunyai hak istimewa dengan veto atau sejenisnya.

Oleh M Hamdan Basyar, (Peneliti Utama LIPI dan Direktur Eksekutif ISMES)

Opini Media Indonesia 4 Juni 2010