03 Juni 2010

» Home » Media Indonesia » Faktor X dalam Mewujudkan Kemakmuran Rakyat

Faktor X dalam Mewujudkan Kemakmuran Rakyat

Dalam berbagai kesempatan, baik dalam kunjungan kerja ke daerah-daerah tertinggal maupun pertemuan-pertemuan terbatas dengan para pemangku kepentingan (stakeholders), saya kerap mengemukakan tentang potensi sumber daya alam (SDA) yang kita memiliki. SDA yang dimiliki bangsa Indonesia sungguh luar biasa. Saya sering menggambarkannya sebagai tanah 'bocoran' surgawi. Betapa tidak. Dalam bidang pertambangan, Indonesia penghasil minyak bumi, batu bara, timah, bijih besi, tembaga, bauksit, emas, perak, marmer, belerang, yodium, nikel, gas alam, mangan, dan grafit. Sementara sektor pertanian menghasilkan berbagai macam tumbuhan, antara lain padi, jagung, kedelai, sayur-sayuran, cabai, bawang, dan berbagai macam buah-buahan, seperti jeruk, apel, mangga, dan durian. Sementara bidang perkebunan, tanaman yang ada meliputi tanaman karet, cokelat, teh, tembakau, kina, kelapa, kelapa sawit, kapas, cengkih, pala, durian, dan tebu.


Hutan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tertinggi di dunia. Kekayaan hayatinya mencapai 11% spesies tumbuhan yang terdapat di permukaan bumi, 10% spesies mamalia dari total binatang mamalia bumi, dan 16% spesies burung di dunia. Hutan Indonesia merupakan hutan tropis terbesar kedua di dunia setelah Brasil. Hutan Indonesia merupakan salah satu paru-paru di dunia yang berfungsi sebagai filter dalam mengurangi pemanasan global akibat perubahan iklim. Terkait dengan hutan sebagai paru-paru dunia, baru-baru ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Konferensi Iklim dan Kehutanan (Oslo Climate and Forest Conferences) di Oslo, Norwegia, mengatakan bahwa Indonesia akan menjadi negara percontohan di Asia dalam melestarikan hutan sekaligus menyelamatkan paru-paru dunia. Dalam rangka itu, beliau mengemukakan bahwa sejumlah provinsi di Indonesia akan dijadikan proyek percontohan pelestarian kawasan hutan, antara lain, Provinsi Papua, Kalimantan Timur, Riau, dan Jambi. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki 17.504 pulau dengan luas wilayah perairan mencapai 5,8 juta km2 dan panjang pantai 95,181 km—menjadikan Indonesia negara dengan pantai terpanjang nomor empat dan 75% wilayahnya adalah lautan. Laut yang kita memiliki mengandung sumber daya perikanan yang luar biasa. Menurut data Ditjen Perikanan (1995), potensi sumber daya perikanan laut di Indonesia terdiri dari sumber daya perikanan pelagis besar dengan potensi produksi sebesar 451.830 ton/tahun dan pelagis kecil sebesar 2.423.000 ton/tahun, sedangkan sumber daya perikanan demersal memiliki potensi produksi sebesar 3.163.630 ton/tahun, udang sebesar 100.728 ton/tahun, ikan karang dengan potensi produksi sebesar 80.082 ton/tahun, dan cumi-cumi sebesar 328.968 ton/tahun.
Potensi vegetasi biota laut juga sangat besar. Salah satunya adalah terumbu karang. Terumbu karang ini memiliki fungsi yang sangat strategis bagi kelangsungan hidup ekosistem laut. Terumbu karang juga menghasilkan produk yang memiliki nilai ekonomis penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang, karang, alga, teripang, dan kerang mutiara (Aryanto Abidin, 2006).
Belum lagi wilayah pesisirnya yang memiliki potensi sumber daya alam. Potensi ini meliputi mineral dan bahan tambang berupa minyak, gas, batu bara, emas, timah, nikel, bauksit, granit, kapur dan pasir. Wilayah laut dan pesisir juga menjadi objek wisata yang menakjubkan. Hamparan pesisir dan pemandangan laut yang eksotik di berbagai daerah di Indonesia begitu indah dan menawan. Dengan semua potensi SDA yang dimiliki tersebut, saya kerap menyampaikan bahwa rakyat Indonesia seharusnya semua sejahtera dan tidak ada yang miskin. Mengapa demikian? Dalam konteks itu saya mengemukakan rumus teori kesejahteraan (yang sangat sederhana, yang semua orang mengetahuinya), yaitu, sigma sumber daya alam dibagi dengan sigma jumlah penduduk Indonesia, sama dengannya adalah tidak ada rakyat Indonesia yang miskin. Yang dimaksud dengan sigma SDA adalah keseluruhan jumlah SDA yang kita memiliki, seperti yang saya gambarkan di atas, dibagi dengan seluruh jumlah penduduk di Indonesia yang mencapai sekitar 234 juta. Maka, hasilnya adalah rakyat Indonesia semua sejahtera.
Memang rakyat Indonesia semuanya masih belum sejahtera. Angka kemiskinan relatif masih tinggi. Saat ini angka kemiskinan absolut sekitar 14% dari jumlah penduduk di Indonesia. Bukan hanya itu, beberapa daerah di Indonesia masih dalam kondisi daerah tertinggal, yang jumlahnya 183 daerah.
Kondisi seperti itu antara lain disebabkan mengutip istilah ilmu fisika adanya koefisien gesek atau dalam istilah ilmu sosial adanya faktor-faktor penghambat dalam akselerasi pembangunan. Di antara faktornya adalah kebijakan masa lalu yang bersifat sentralistik dan eksploitasi sumber daya alam yang kurang ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Banyak daerah-daerah tertinggal yang memiliki potensi SDA yang besar, tapi pemanfaatannya kurang dan/atau belum dikelola dengan baik. Dengan demikian, perlu adanya tata kelola SDA yang dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan dapat menjaga kelestarian lingkungan.
Dalam upaya mengatasi kemiskinan dan kesenjangan atau disparitas, pemerintah akan berusaha menurunkan tingkat kemiskinan absolut hingga menjadi 8%-10% pada 2014. Dalam konteks itu, pemerintah melakukan berbagai program aksi penanggulangan kemiskinan dalam bentuk Bantuan Sosial Terpadu, PNPM Mandiri, dan pemberian kredit usaha rakyat (KUR). Selain itu, pemerintah juga berusaha melakukan langkah-langkah perbaikan distribusi pendapatan dengan pelindungan sosial yang berbasis keluarga, pemberdayaan masyarakat, dan perluasan kesempatan ekonomi masyarakat yang berpendapatan rendah. Pemerintah juga menerapkan kebijakan khusus dalam bidang infrastruktur dan pendukung kesejahteraan lainnya yang dapat mendorong pertumbuhan di daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik.
Khusus untuk daerah-daerah tertinggal, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) melakukan serangkaian kebijakan untuk mempercepat pengentasan daerah-daerah tertinggal dengan berbagai instrumen. Pendekatan yang dilakukan dalam mengentaskan daerah tertinggal berbasis pada pengembangan perdesaan (rural based development) melalui Bedah Desa. Strategi yang dilakukan meliputi pengembangan ekonomi lokal, pemberdayaan masyarakat, pembangunan prasarana dan sarana, dan pengembangan kelembagaan masyarakat desa.

Opini Media Indonesia 4 Juni 2010