04 Mei 2010

» Home » Suara Merdeka » Pertarungan Gengsi di Sukoharjo

Pertarungan Gengsi di Sukoharjo

Melihat peta politik yang demikian maka pilkada merupakan pertarungan dua petahana (TBR-Tarto dan Hadi) melawan wajah baru (Warto)

JIKA Anda warga Kabupaten Sukoharjo pasti gregeten melihat dimanika politik menjelang pilkada (terminologi KPU=pemilihan umum kepada daerah-pemilukada). Pasalnya, tahapan demi tahapan pesta demokrasi dilalui dengan perasaan yang cukup mendebarkan.

Betapa tidak, pada awal penjaringan calon di internal partai, terutama partai berkuasa dan peraih kursi terbanyak di DPR, PDIP dengan cukup menegangkan akhirnya memilih pasangan Wardoyo Wijaya-Haryanto (Warto), sebagai calon bupati dan calon wakil bupati mengalahkan Titik Suprapti (istri Bupati Bambang Riyanto).


Setelah tersingkir dari calon bupati dari PDIP, Titik Suprapti atau yang akrab disapai TBR (Titik Bambang Riyanto) ini banting stir/pindah haluan mencari kendaraan politik baru. TBR akhirnya dipinang Partai Golkar versi Giyarto berpasangan dengan Sutarto (TBR-Tarto). Di sisi lain, Partai Golkar versi Langenharjo di bawah pimpinan Mudjijono (Sekretaris DPD II Partai Golkar 2004-2009), juga mengusung pasangan Bambang Margono (BM)-Sumarmo.
Sebagai informasi BM merupakan calon bupati Kabupaten Sukoharjo pada pilkada 2005 yang bersaing ketat dengan pasangan Bambang Riyanto-Muhammad Thoha (Barito). Pasangan Barito kala itu menang tipis 800 suara dari BM.

Dengan penetapan KPU ini, berarti laga final pilkada Sukoharjo akan diikuti oleh tiga pasang calon yaitu Warto, TBR-Tarto, dan Hadi (Muhammad Thoha-Wahyudi).

Muhammad Thoha, merupakan wakil bupati (periode 2005-2010), yang di akhir masa jatabannya memilih menjadi anggota DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Namun, kini ia kembali ke ‘’rumah’’ dan mengadu keberuntungan menjadi AD-1-B atau Sukoharjo 1 (sebutan untuk posisi bupati). Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa peilkada menarik untuk dicermati dan dikaji lebih lanjut?

Banyak orang berpendapat, pilkada Sukoharjo sarat dengan gengsi pribadi dan sentimen partai politik (parpol). Jika pasangan TBR-Tarto menang, ini adalah pukulan bagi PDIP umumnya dan pasangan Warto pada khususnya. TBR mungkin akan kembali ke PDIP dan menggusur Wardoyo Wijaya dari Ketua DPC PDIP Sukoharjo, dan meneruskan perjuangan suaminya yang pernah memimpin partai berlambang banteng moncong putih ini. Kemenangan TBR-Tarto juga berarti langengnya dinasti politik Bambang Riyanto.
Dua Periode Namun, jika Warto yang menang, maka habisnya dinasti politik lokal Bambang Riyanto. TBR akan sulit untuk kembali di rumah lama (PDIP) walaupun mungkin TBR akan tetap di Partai Golkar dan mencoba keberuntungan pada tahun 2014.
Kemenangan Warto juga merupakan kekalahan bagi petahana (incumbent). Saya menyebut petahana karena pasangan TBR-Tarto pada dasarnya adalah penguasa Sukoharjo saat ini. Dan pasangan Hadi merupakan petahana mengingat Muhammad Thoha adalah wakil bupati dua periode berturut-turut (2000-2005 dan 2005-2010).

Lebih dari itu, TBR mungkin akan sedikit lega jika yang menang adalah Hadi. Selain kekalahan tidak terlalu menyakitkan karena yang jadi bukanlah ‘’musuh’’ utamanya, ia pun akan cukup aman untuk dapat mencari kendaraan politik, selain PDI Perjuangan dan Partai Golkar.

Demikian sebaliknya, jika pasangan Hadi kalah maka ini adalah pukulan telak bagi Muhammad Thoha. Pamornya sebagai mantan wakil bupati dan anggota DPR dari Sukoharjo bisa memudar. Walaupun ia dapat kembali ke Senayan, akan sulit baginya untuk terus eksis mewakili daerah pemilihan (Dapil V) Jateng yang meliputi Solo, Sukoharjo, Klaten, dan Boyolali.

Tidak dapat disangkal melenggangnya Muhammad Thoha ke Senayan adalah berkat agitasi kampanye ‘’saatnya Sukoharjo mempunyai wakil di DPR’’ yang menjadi jargon Thoha saat kampanye pada pemilu legislatif 2009. Kekelahan Thoha juga mencerminkan belum maksimalnya pengabdian anggota legislatif PKB ini untuk daerahnya.

Melihat peta politik yang demikian maka pilkada di kabupaten ini merupakan pertarungan dua petahana (TBR-Tarto dan Hadi) melawan wajah baru (Warto) dengan berbagai persoalan yang melingkupinya. Seberapa merakyatnya petahana dan kuatnya arus pengusung perubahan dengan jargon pemimpin baru harapan baru, kita nantikan bersama pada hari Kamis, 3 Juni 2010. (10)

— Benni Setiawan, warga Kabupaten Sukoharjo

Wacana Suara Merdeka 5 Mei 2010