04 April 2010

» Home » Lampung Post » Memulihkan Citra Kepolisian

Memulihkan Citra Kepolisian

Mohammad Takdir Ilahi
Peneliti Utama The Annuqayah Institute Yogyakarta
Pernyataan Susno bahwa ada markus (makelar kasus) di institusi Polri, membuat sekujur tubuh pejabat Polri meradang karena salah satu dari mereka yang memiliki jabatan penting diduga terlibat dalam praktek markus. Pertanyaannya, apakah memang benar ada markus di institusi Polri? Jika memang benar, maka Susno layak diapresiasi karena keberaniannya dalam mengungkap sejumlah kasus yang melibatkan pejabat Polri.
Adalah sangat keliru jika pernyataan Susno dalam membeberkan skandal markus dilatarbelakangi dendam pribadi. Saya meyakini bahwa keterbukaan Susno adalah momentum perbaikan citra kepolisian di mata masyarakat. Selama ini kita mencermati, reputasi dan citra kepolisian cukup memilukan dengan terbongkarnya rekayasa terhadap dua pimpinan KPK, Chandra-Bibit beberapa bulan yang lalu. Sudah saatnnya Polri melakukan introspeksi diri dalam tubuh internal sendiri guna membersihkan dari markus yang kian marak terjadi menimpa pejabat peradilan dan penegak hukum di negeri ini.


Dalam idiom epistemologi, pernyataan Susno berbunyi selengkapnya “saya tahu bahwa ada markus di institusi Polri”. Ini berarti bahwa, pertama, memang benar ada markus di institusi Polri. Kedua, Susno mempunyai bukti bahwa ada markus di institusi Polri. Ketiga, Susno yakin bahwa dugaan markus memang melibatkan pejabat kepolisian. Itulah sebabnya, kita patut berterima kasih kepada Susno yang telah mengungkap fakta dan kebenaran tanpa merasa takut diadili atau pun terancam dengan pembeberan yang menggetarkan dunia hukum kita. (Kompas, [26-3-2010]).
Pada titik inilah, Kapolri bisa mencermati persoalan markus ini dengan arif dan bijaksana, karena kalau penyelidikan markus kembali direkayasa dan tidak menempatkan persoalan itu secara proporsional, maka citra kepolisian menjadi taruhannya. Dalam artian, penyelidikan skandal tersebut harus berimbang antara pengungkapan markus terkait kasus pajak di Mabers Polri dan tindakan Polri dalam menegakkan kode etik, kehormatan, dan pendisiplinan terhadap Susno itu sendiri.
Terlepas dari persoalan itu, kasus yang menimpa Gayus sebagai tersangka dalam penggelapan dan penyelewengan pajak mencerminkan bahwa gaji yang tinggi di tubuh birokrasi negara tidak menjadi jaminan bersihnya seseorang dari skandal suap maupun korupsi. Kita bisa melihat bahwa korupsi telah menjadi bagian dari kultur yang sulit dihilangkan di kalangan aparat negara. Tidak heran bila terkuaknya kasus Gayus merupakan langkah awal perbaikan dan momentum pembersihan di lembaga penegak hukum dan aparat pajak.
Terkait dengan kaburnya Gayus ke luar negeri, ternyata tidak menjadi penghalang bagi Satgas Pemberantasan Mafia Hukum untuk melakukan penyidikan dan penyusutan aliran dana Gayus yang mencurigakan itu. Menurut Denny Indrayana, penuntasan mafia hukum dan mafia markus yang melibatkan Gayus tetap dilanjutkan guna menemukan titik terang dan transparansi penegakan hukum di tanah air. Jika kasus mafia hukum dan markus tidak segera diselesaikan secara tuntas dan akuntabel, maka kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum dan aparat pajak akan semakin tercemar dan buram.
Sudah saatnya lembaga hukum dan aparat pajak di Indonesia melakukan perbaikan dan reformasi birokrasi secara total. Lembaga hukum yang diharapkan menjadi pelindung dan poros utama penegakan hukum negeri ini, ternyata tidak bisa lepas dari skandal suap maupun korupsi.
Kasus rekayasa kebijakan yang menimpa dua pimpinan KPK sebelumnya, jangan sampai terulang kembali di tengah polemik pengusutan markus yang sedang digalakkan oleh Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Bagaimana mungkin rakyat akan percaya jika kredibilitas dan integritas mereka dipertaruhkan oleh iming-iming uang yang hanya bersifat instan dan pragmatis. Apakah rakyat akan dijadikan korban dengan polemik besar yang melanda lembaga hukum kita, atau seperti apa kelanjutan kisah ini?
Semakin menjamurnya praktek mafia hukum dan markus yang menimpa aparat negara menunjukkan potret hukum di negara kita masih suram karena di balik beberapa kasus yang mencuat juga melibatkan aparat hukum di negeri ini. Sungguh polemik ini menjadi naif dan mencerminkan kebobrokan moral bangsa di tengah impitan persoalan kebangsaan yang semakin berkepanjangan.
Memulihkan Kepercayaan
Menelisik skandal mafia hukum dan markus yang menimpa lembaga peradilan secara umum, tidak saja memengaruhi citra mereka sebagai penegak hukum, tetapi juga berpotensi serius terhadap masa depan pembangunan bangsa ke depan. Jika citra penegak hukum kita semakin buram, akan terjadi apa yang kita sebut sebagai krisis kepercayaan masyarakat.
Krisis kepercayaan dapat dipahami sebagai bentuk kegagalan penegak hukum dalam membina kader-kadernya yang memiliki kredibilitas dan integritas. Sebagai bentuk kegagalan, penegak hukum seharusnya memiliki kesadaran dan kedewasaan politik, bahwa dalam menegakkan keadilan yang benar dan sehat harus diimbangi dengan kemampuan membangun kepercayaan kepada publik.
Demikian juga dengan krisis kepemimpinan, di mana faktor yang paling dominan dari krisis ini adalah keteladanan para penegak hukum yang semakin suram dan tak terkendali. Lembaga peradilan yang seharusnya memberikan contoh yang mulia, ternyata di satu sisi, mereka mengalami stagnasi kepemimpinan. Pendek kata, kepemimpinan mereka sebagai penegak hukum tidak bisa dijadikan acuan fundamental untuk membawa perubahan dan tegaknya keadilan di negeri ini.
Opini Lampung Post 05 April 2010