13 April 2010

» Home » Suara Merdeka » Ujian Nasional Online

Ujian Nasional Online

KELEDAI pun cukup sekali terperosok ke dalam lubang. Namun justru dalam penyelenggaraan ujian nasional (UN), dari tahun ke tahun persoalan yang muncul berkutat pada itu-itu saja: mulai hal teknis pencetakan, kecurangan, hingga dugaan kebocoran dan pemalsuan.

Ujian nasional, yang mulanya diharapkan menjadi pilar penting dalam sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan kualitas pendidikan, justru masalahnya telah merambah pada wilayah ekonomi, hukum, bahkan politik. Energi yang tersedot untuk pelaksanaan terlalu besar dari semestinya. Yang lebih mencemaskan adalah hiruk-pikuknya, yang jika tidak terkendali dapat berpotensi menimbulkan tingginya ongkos sosial dalam konteks bangsa yang sedang terseok-seok membangun peradaban ini.


Contohny, pengawasan naskah ujian  yang mengerahkan ribuan polisi tentu bukanlah pemandangan elok untuk ditonton. Pemandangan seperti itu tak akan pernah dijumpai di negara mana pun. Celakanya, pengawasan model begitu belum juga mampu menghapus berbagai persoalan sebagaimana disebutkan pada awal tulisan ini.

Alih-alih menjawab persoalan pendidikan yang terus berkelindan, pelaksanaan UN justru memicu histeria di kalangan siswa. Pendek kata, ujian ini telah menjelma sebagai lakon tragik-komedi panggung pendidikan nasional. Menyuguhkan kelucuan, sekaligus menyajikan kepiluan.

Atas kondisi tersebut, sudah cukup banyak argumen yang mengemuka tentang perlunya segera dicari terobosan baru penyelenggaraan UN dengan cara berpikir yang lain (out of the box).
Efisien, Kredibel Pertanyaan yang mendasar adalah mungkinkah kita mampu menciptakan sistem penyelenggaraan UN yang efisien, transparan, akuntabel, kredibel, dan berterima di tengah-tengah masyarakat?

Sistem yang diidamkan ini tentulah sistem yang memiliki entropi minimal tanpa hiruk-pikuk membahana seperti sistem yang digunakan sekarang. Untuk pertanyaan ‘’mungkinkah’’ ini, saya selalu teringat referensi yang mengatakan bahwa salah satu kehebatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) adalah fungsinya sebagai pemungkin (enabler).

Ujian Nasional online tidak saja mungkin tetapi sebuah kecenderungan, bahkan keniscayaan pada masa depan. Gerak kemajuan TIK saat ini sangat pesat. Tidak hanya linier sebanding dengan waktu tetapi bersifat eksponensial. Seiring dengan meluasnya jaringan infrastruktur TIK, gagasan sistem pelaksanaan ujian berbasis TIK menjadi semakin nyata.

Selain dukungan infrastruktur TIK, sistem UN online memang membutuhkan dukungan ratusan bahkan ribuan set soal ujian dengan segala kombinasinya. Namun dengan acuan standar kompetensi yang sudah dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan dukungan pakar pendidikan, relatif tidak sulit untuk menyediakan paket soal ujian sebanyak itu dibandingkan, misalnya, dengan menjamin soal tidak bocor.

Sistem UN online memungkinkan negara untuk memperoleh penghematan, terutama dari sektor pencetakan naskah dan pemindaian. Bayangkan, berapa miliar rupiah yang dapat dihemat bila ujian ini tidak lagi memerlukan biaya penggandaan soal dan lembar jawab. Belum lagi biaya distribusi dan pemindaiannya.

Sistem online memungkinkan ujian ini diselenggarakan tiap bulan di setiap kota/kabupaten di seluruh wilayah Indonesia. Siswa yang berada pada pertengahan tahun terakhir dapat dilayani mengikuti ujian, sehingga tidak ada lagi konsentrasi kegiatan yang menumpuk pada satu titik ruang-waktu.

Ujian dengan sistem ini akan memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada peserta didik untuk mengikuti ujian. Bagaimanapun, seperti dikemukakan Gladwell (2008), waktu dan frekuensi tes sangat menentukan kualitas hasil. Hal lain yang diingatkannya adalah cara menyelenggarakan tes menentukan prestasi. Selain itu, memberikan keluwesan waktu kepada peserta didik untuk mengikuti ujian serta memberikan kecepatan layanan, mulai dari pendaftaran sampai dengan pengumuman. Selama ini siswa seakan-akan mengalami masa teror psikologis karena jarak antara pelaksanaan dan penguman hasil begitu lama.

Ciri lainnya yang bisa dipenuhi oleh sistem ini adalah ujian dapat diselenggarakan lebih sering, bisa di mana pun dan kapan pun. Dalam hal ini, tes semacam Test of English as a Foreign Language (TOEFL) bisa dijadikan sebagai pembanding. Siswa yang tidak lulus dapat diberi kesempatan mengikuti ujian setelah rentang waktu tertentu. Dengan cara ini, siswa yang gagal ujian akan memperoleh banyak kesempatan.

Adapun untuk mengantisipasi kelemahan infrastruktur, khusus untuk daerah pelosok atau terpencil, soal dapat diadakan di kabupaten atau kota. Ini sejalan dengan prinsip yang harus ditegakkan dalam sistem online ini, yakni desentralisasi kewenangan tetapi sentralisasi sistemnya. Topangannya adalah Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas) yang telah dikembangkan beberapa waktu lalu.

Keraguan terhadap ujian online dengan menganggap banyak hal belum siap, sebenarnya terjawab oleh dukungan yang sudah ada.  Pertama, berkait dengan infrastruktur TIK, secara nasional telah ada standar bahwa setiap sekolah memiliki 40 unit komputer. Kedua, jika itu menyangkut kemampuan ber-TIK, kini sejak SMP yang berlanjut hingga SMA atau yang sederajat, siswa sudah mendapatkan pelajaran tersebut. (10)

— Supriadi Rustad, guru besar fisika Universitas Negeri Semarang (Unnes)

Wacana Suara Merdeka 14 April 2010