02 April 2010

» Home » Suara Merdeka » BSF dan Dermawan Kita

BSF dan Dermawan Kita

Philanthropy is almost the only virtue which is sufficiently appreciated by mankind (Henry David Thoreau)

SEBUAH lembaga nirlaba, Budi Santoso Foundation (BSF), didirikan oleh Komisaris Utama Suara Merdeka Group Ir H Budi Santoso, baru-baru ini. Lembaga ini bertujuan untuk memberikan kontribusi dalam upaya mewujudkan masyarakat yang sejahtera di bidang sosial, budaya, ekonomi, dan pelayanan publik. (SM, 27/02/10).

Setiap kali ada pendirian lembaga seperti ini, apalagi menyangkut perusahaan atau tokoh penting, patutlah kita rayakan dengan rasa syukur. Namun harus digarisbawahi bahwa sebenarnya sejak lama lembaga bernama Suara Merdeka dan tokoh dermawan di baliknya memberikan berbagai sumbangan kepada masyarakat. Berdirinya BSF tampaknya dimaksudkan untuk lebih mengefektifkan pengelolaan dana yang ada untuk memperoleh hasil lebih maksimal. Ini jelas langkah yang sangat tepat.


Kisah tentang orang-orang dermawan alias filantrop selalu menarik. Kita tahu misalnya tentang Bill Gates, orang terkaya di dunia (tahun ini turun di nomor 2). Bos Microsoft itu dikenal sangat filantropis. Ia menyumbangkan jutaan dolar kekayaannya dari keuntungan bisnisnya setiap tahun ke berbagai negara. Ia menyumbang lembaga penelitian di banyak universitas, memberi beasiswa anak-anak dengan otak unggul, hingga memberikan sumbangan pada rakyat miskin di India, Bangladesh hingga negara-negara Afrika.

Kita juga tahu bagaimana John Wood, eksekutif Microsoft, meninggalkan jabatannya yang sangat prestisius karena tersentuh hatinya menyaksikan ribuan anak Nepal di kaki Himalaya bersekolah dengan sarana seadanya. Ia kemudian mengontak kawan-kawannya untuk memberikan sumbangan. Berjuta-juta buku ia kumpulkan dan ia salurkan ke  3.600 perpustakaan yang ia dirikan di berbagai sekolah di India, Kamboja, Vietnam, selain Nepal sendiri. Bukunya, Leaving Microsoft to Change The World, laris karena begitu menariknya.

Mencari Teladan Orang-orang Amerika memang suka berderma. Dalam bukunya The Greater Good : How Philanthropy Drives the American Economy and Can Save Capitalism, Claire Gaudiasi menuturkan orang-orang Amerika bisa kaya raya karena banyak berderma. Bukan sebaliknya, mereka suka berderma karena kaya. Orang-orang penderma tersebut melakukan itu untuk tujuan hidup yang lebih baik bagi orang lain, tidak hanya untuk diri sendiri.

Kita toh tidak harus selalu menoleh ke luar negeri untuk mencari teladan orang-orang yang memiliki sifat filantropis. Di sekeliling kita banyak orang dermawan. Survei oleh Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) di 11 kota besar Indonesia pada 2005, misalnya, mewawancarai 2.500 responden, menunjukkan bahwa tingkat bersedekah (rate of giving) masyarakat Indonesia (yang disurvei) tinggi.

Menurut survei itu, hampir semua responden (96%) mengaku bersedekah kepada seseorang. Sebagian besar (84%) memberi lembaga keagamaan, ataupun lembaga bukan keagamaan (77%). Hanya nilai nomimalnya berbeda. Nilai sumbangan per kapita per tahun populasi yang disurvei Rp 371 ribu (diberikan) kepada seseorang, Rp 225 ribu kepada organisasi keagamaan, dan Rp 233 ribu kepadaorganisasi bukan keagamaan.

Tidak sebanding dengan warga Amerika tentu saja, yang sumbangan rata-rata per kapita per tahun mencapai Rp 7,6 juta (tahun 2004). Tahun 2010 sumbangan masyarakat Amerika yang dikumpulkan dari kalangan kelas menengah diperkirakan sudah 300 miliar dollar. Tahun 1999 baru sekitar Rp 190 miliar dollar AS (Karnaji & Sudarso, mengutip Zaidi dan Abidin, 2004). Menurut PIRAC, sejak terjadinya krisis ekonomi akhir 1990-an, jumlah perusahaan yang memberikan sumbangan juga meningkat pesat.

Sebagai perbandingan, kita bisa lihat hasil riset CSRC UIN Jakarta yang menyebutkan bahwa dana filantropi yang disumbangkan masyarakat muslim Indonesia mencapai 19,3 triliun per tahun.

Kita yakin, Budi Santoso Foundation (BSF) dapat memberikan kontribusi efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di Jateng. Melalui kerja sama dengan berbagai pihak, lembaga yang didukung jaringan media Suara Merdeka Group, dapat berperan maksimal menjalankan visi dan misinya. Penyaluran dana tentunya akan berorientasi pada tujuan-tujuan produktif daripada karitatif.

Salah satu program utama Pemprov Jateng sekarang adalah memberantas kemiskinan. Dalam sebuah acara di Semarang 6 Februari 2010, Wapres Boediono meminta Gubernur Bibit Waluyo fokus pada sasaran dalam program pemberantasan kemiskinan. Angkanya masih tinggi.

Pemerintah telah berupaya keras menurunkan angka kemiskinan. Namun semua itu tidaklah cukup. Kepedulian dan empati masyarakat yang mampu terhadap masyarakat miskin sangat vital dalam memutus rantai kemiskinan yang masih membelit jutaan rakyat. Ada banyak anak muda di sekitar kita, anak-anak punya otak yang bagus namun keluarganya terbelit kemiskinan. Kita belum tahu berapa jumlah anak miskin seperti itu yang nantinya dapat diangkat derajat keluarganya oleh BSF. Tetapi yang jelas, berapa pun jumlahnya, efek positifnya secara berantai sudah pasti. Apalagi saat langkah BSF diikuti oleh berbagai pihak setelah menyaksikan hasil nyata lembaga nirlaba ini.

Noblesse oblige, kata sebuah ungkapan Latin. Arti harfiahnya, pada keningratan menempel tanggung jawab. Tetapi keningratan di sini artinya tidak lagi merujuk pada kaum ningrat, tetapi lebih merujuk pada orang-orang yang mampu, khususnya secara ekonomi. Kemampuan dalam ekonomi membawa tanggung jawab. (10)

— Djoko Pitono H, jurnalis dan editor buku
Wacana Suara Merdeka 3 Maret 2010