21 Maret 2010

» Home » Kompas » Membuka Aib Kepolisian?

Membuka Aib Kepolisian?

Lantaran lontaran Susno Duadji, komisaris jenderal yang pernah menjabat Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, bahwa ada perwira tinggi polisi yang menjadi makelar kasus, membuat pimpinan Polri jadi kebakaran jenggot.
Betapa tidak, tudingan yang sebetulnya bukan lagi rahasia bagi publik justru dibalas dengan tudingan ”maling teriak maling”. Susno mengungkap secara spesifik, ada dugaan pelanggaran ketentuan perpajakan yang ditangani Mabes Polri dilingkupi makelar kasus (markus) dari oknum yang semestinya menuntaskan perkara itu.


Dalam konferensi pers, Kamis (18/3), Susno begitu berani menyebut inisial nama dua jenderal yang bertanggung jawab atas dugaan penggelapan pajak Rp 25 miliar di Mabes Polri. Keberanian Susno boleh jadi akan menjadi bumerang, berbalik menyerang diri sendiri setelah Kepala Polri merasa gerah dan meminta agar Susno diminta hadir ke Mabes Polri memberikan keterangan atas tuduhannya.
Sakit hati?
Namun, satu aspek yang patut diapresiasi, keberanian Susno yang masih berposisi jenderal aktif membuka fakta ke ruang publik yang diyakininya sebagai kebenaran, merupakan hal yang langka terjadi di tubuh kepolisian. Bagi publik, akurasi data yang diurai Susno meskipun belum dibuktikan secara hukum (menghargai asas praduga tak bersalah) tidak mungkin meleset mengingat Susno sendiri sempat ”bersentuhan” dengan kasus itu.
Setelah Susno terpental dari jabatan Kabareskrim Polri, ia sudah begitu sering membuat kejutan, misalnya ketika dia tampil sebagai saksi di persidangan Antasari Azhar yang menguntungkan Antasari. Begitu pula dalam kasus Bank Century, Susno juga mengurai adanya rencana Polri memeriksa Boediono dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Bank Indonesia, tetapi tidak dilakukan lantaran menjaga proses pemilihan presiden.
Betulkah Susno merasa sakit hati kepada institusinya atau kepada pimpinannya yang tidak mau mengamankan jabatannya? Ataukah Susno sekadar mencari popularitas murahan setelah tidak lagi memiliki kedudukan di tubuh Polri, padahal begitu banyak yang dibuatnya untuk mengamankan kebijakan Kepala Polri? Susno sudah menjawab tudingan ini bahwa yang dilakukannya bukan karena sakit hati, tetapi merupakan perwujudan kecintaannya kepada institusi Polri dan membantu Kepala Polri mereformasi jajarannya.
Cerita yang diungkap Susno semakin menarik perhatian publik lantaran sudah dilaporkan ke Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Laporan itu semestinya tidak serta-merta dicap ”membuka aib kepolisian”, tetapi harus ditindaklanjuti secara transparan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kita tidak ingin kasus-kasus yang melanda petinggi Polri diproses oleh lingkungan sendiri, tetapi pada akhirnya tidak ketahuan rimbanya. Semuanya dianggap tidak terbukti, dan pihak yang melapor justru dijadikan tumbal.
Apa yang diungkap Susno seyogianya dilihat secara positif. Paling tidak diapresiasi sebagai momentum untuk betul-betul melakukan reformasi total di tubuh Polri. Jangan pula dilihat secara hitam-putih bahwa Susno hanya melampiaskan sakit hatinya. Prinsip jangan ada dusta di antara kita harus menjadi landasan dalam menjernihkan dugaan markus di tubuh Polri.
Cuci gudang
Bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh pernyataan Susno, baik sebagai individu maupun institusi, sebaiknya tak berpolemik, apalagi membuka aib baru yang boleh jadi akan semakin menyudutkan institusi. Perang pendapat tak akan menyelesaikan masalah hukum. Biarlah laporan itu ditindaklanjuti secara serius oleh KPK sesuai dengan kewenangannya.
Harapan Susno untuk memperbaiki citra kepolisian adalah harapan masyarakat agar dugaan makelar kasus di tubuh penegak hukum berbaju coklat ini betul- betul diungkap. Kepolisian kita sudah saatnya berani melakukan ”cuci-cuci gudang” dengan membersihkan oknum yang merusak citra Polri. Pimpinan Polri tidak boleh melindungi anggotanya yang tersandung markus, termasuk korupsi yang secara terus- menerus merusak citra Polri.
Kepala Polri harus membuktikan kualitas kemimpinannya dengan tidak melindungi anggotanya yang diduga nakal, apalagi membungkam Susno dengan alasan yang tidak proporsional. Polri adalah pengayom dan pelindung masyarakat sehingga tidak boleh seenaknya menyakiti hati rakyat dengan cara membiarkan markus bergerilya untuk membuat suatu perkara menjadi putih atau hitam.
Perang opini oleh pimpinan Polri tak akan menyelesaikan masalah. Koreksi diri institusi Polri harus dilakukan secara transparan dan menyeluruh. Susno juga harus bersikap kesatria dengan memberikan klarifikasi yang benar, baik kepada pimpinan Polri maupun KPK. Dengan demikian, Susno tidak dicap hanya ”membuka aib Polri” dengan fitnah belaka.
Marwan Mas Dosen Ilmu Hukum Universitas 45, Makassar

Opini Kompas 22 Maret 2010