29 Januari 2010

» Home » Republika » Permasalahan Kiblat

Permasalahan Kiblat

Oleh: Abdul Rachman
(Antariksa LAPAN)

Beberapa media di Indonesia baru-baru ini memberitakan ketidaktepatan arah kiblat di beberapa masjid di Indonesia. Untung saja, solusinya tidak perlu dengan membongkar masjid, tapi cukup dengan mengubah arah shaf sehingga sesuai dengan hasil pengukuran terbaru.


Perkembangan teknologi telah memungkinkan masyarakat awam untuk mengetahui seberapa tepat arah kiblat di masjid mereka. Melalui situs www.qiblalocator.com , orang dengan mudah mengevaluasi arah kiblat masjid di lingkungannya.  Qibla Locator mampu menampilkan tampak atas dari sebuah masjid (yang didapatkan dari pengamatan satelit) disertai dengan garis arah kiblat sebenarnya.

Dengan membandingkah arah bangunan masjid dengan garis tadi, evaluasi ketepatan arah kiblat dapat dilakukan. Teknik memanfaatkan  Qibla Locator ini memang efektif untuk mengetahui ketepatan arah kiblat terhadap kasus masjid yang sudah berdiri. Bagaimana dengan masjid yang baru akan dibangun atau kita menginginkan akurasi yang lebih tinggi?

Teknik penentuan arah kiblat
Teknik penentuan arah kiblat setidaknya dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu teknik yang memakai sudut dan teknik yang memakai bayangan. Pada teknik yang memakai sudut, arah kiblat ditentukan berdasarkan jarak sudut dari utara geografis. Pada teknik yang memakai bayangan, arah kiblat diketahui dari bayangan suatu benda akibat cahaya matahari. Sedapat mungkin, kedua kategori teknik tersebut digunakan agar diperoleh hasil yang lebih meyakinkan.

Pada teknik yang memakai sudut, hal yang pertama dilakukan adalah menghitung sudut arah kiblat. Untuk ini, dibutuhkan posisi Ka'bah dan masjid bersangkutan. Kedua posisi ini dinyatakan dalam lintang dan bujur geografis yang dapat diketahui melalui  global positioning system (GPS) atau melalui  Google Earth yang bisa diakses di  http: earth.google.com .

Akurasi posisi hingga menit busur terdekat telah mencukupi. Besar sudut arah kiblat dapat dihitung dengan rumus yang sederhana, bahkan beberapa perangkat lunak untuk menghitungnya dapat diperoleh secara gratis di intenet (misalnya, Accurate Times di  www.icoproject.org/accut.html ).

Langkah selanjutnya adalah menentukan arah utara geografis. Untuk ini, dapat digunakan kompas, bayangan tiang (oleh matahari), atau teodolit. Masing-masing teknik ini memiliki catatan khusus agar memberikan hasil yang akurat. Jika menggunakan kompas, harus diwaspadai pengaruh logam di sekitar lokasi pengukuran dan simpangan magnetik (selisih arah utara magnetik dan utara geografis) yang besarnya bergantung pada lokasi dan waktu. Besar simpangan di suatu lokasi dapat diketahui di  www.ngdc.noaa.gov/geomagmodels/Declination.jsp .

Matahari dapat digunakan untuk membentuk bayangan tiang yang diletakkan tegak di atas sebidang papan yang datar. Pada papan tersebut, diletakkan beberapa lingkaran konsentris berpusat di tiang tadi. Pengamatan terhadap ujung bayangan tiang sebelum tengah hari dan setelah tengah hari dapat digunakan untuk memperoleh arah timur-barat (begitu juga arah utara).

Jika menggunakan teknik ini, cuaca cerah adalah persyaratan utama. Di samping itu, pengukuran sebaiknya dilakukan saat matahari belum terlalu tinggi (sebelum pukul 11 dan setelah pukul 13).

Jika teodolit tersedia, dapat dilakukan pengukuran arah utara dengan sangat teliti (hingga satuan detik busur). Namun, untuk itu, diperlukan data posisi matahari saat pengukuran dilakukan. Beberapa perangkat lunak yang disediakan di internet dapat digunakan untuk menghitung ini (misalnya,  Accurate Times di  www.icoproject.org/accut.html ).

Sama dengan teknik memakai bayangan matahari, pada teknik ini cuaca cerah adalah persyaratan utama. Di samping itu, pengukuran sebaiknya dilakukan saat matahari belum tinggi (sebelum pukul 10 dan setelah pukul 14). Karena pengukuran dengan teodolit ini sangat teliti, akurasi posisi (Ka'bah dan masjid) dan sudut arah kiblat hingga detik busur terdekat dapat digunakan untuk memperoleh hasil maksimal.

Pada teknik ini, masih ada faktor lain yang harus diwaspadai, yaitu akurasi jam yang kita gunakan. Waktu yang salah akan menghasilkan data posisi matahari yang salah. Dengan diketahuinya arah utara geografis, arah kiblat dapat diperoleh, yakni sebesar sudut arah kiblat dari arah utara geografis.

Pada teknik yang memakai bayangan, caranya lebih sederhana, yakni dengan mengamati matahari saat berada di atas Makkah (Ka'bah) atau saat matahari berada di arah kiblat. Matahari berada di atas Makkah terjadi dua kali setahun, yakni ketika deklinasi matahari sama dengan lintang  Makkah: sekitar 28 Mei pukul 16.18 WIB dan 16 Juli pukul 16.27 WIB. Ketika itu, arah kiblat berada di arah matahari.

Ini berlaku untuk wilayah Indonesia barat dan tengah. Untuk daerah yang mengalami malam saat itu (misalnya, Indonesia timur), waktunya adalah sekitar 14 Januari pukul 04.30 WIB dan 29 November pukul 04.09 WIB. Ketika itu, arah kiblat berlawanan dengan arah matahari (arah kiblat di arah bayangan matahari). Yang patut diwaspadai pada teknik ini adalah penggunaan tiang yang tegak di atas papan yang datar.

Kusen jendela atau pintu dan dinding masjid sebagai pengganti tiang, kemudian lantai masjid sebagai pengganti papan hanya dapat dilakukan jika kita yakin bahwa pengganti tiang dan papan tadi memenuhi persyaratan (atau untuk pengukuran awal sebelum melakukan pengukuran dengan alat yang lebih tepat).

Selain itu, tentu saja, jam yang digunakan harus akurat. Pada waktu-waktu tertentu, matahari terlihat melintas di arah kiblat suatu lokasi. Ketika itu, azimut matahari sama dengan azimut arah kiblat. Dengan astronomi, dapat dihitung jam berapa pada suatu hari matahari berada di arah kiblat atau berlawanan dengan arah kiblat. Selanjutnya, dapat dibuat jadwal dalam setahun. Faktor yang harus diwaspadai pada teknik ini sama dengan pada teknik matahari di atas Makkah.

Kelebihannya tentu saja adalah waktu pengamatannya yang lebih lapang, yakni hampir setiap hari dalam setahun dibandingkan teknik sebelumnya yang hanya sekitar dua hari dalam setahun. Bagaimana menghitung waktu-waktu tersebut? Beberapa perangkat lunak yang disediakan di internet dapat digunakan untuk menghitung ini (misalnya,  Accurate Times di  www.icoproject.org/accut.html ).

Permasalahan
Penulis memerhatikan bahwa permasalahan terkait arah kiblat sering kali tidak selesai dengan diketahuinya arah yang tepat. Ini terjadi pada kasus masjid yang sudah dibangun dan ternyata keliru arah kiblatnya. Sering kali, pengurus masjid bingung memutuskan, apakah akan menyesuaikan arah shaf atau tidak.

Mereka membutuhkan pedoman yang jelas tentang ini. Misalnya, apakah setiap selisih harus diakomodasi? Jika kemiringan kurang dari dua derajat, apakah harus dilakukan perubahan arah shaf? Ukuran masjid yang kecil dan dipenuhi jamaah juga dapat menjadi faktor pertimbangan jika koreksi sudut besar.

Penulis menduga pertanyaan-pertanyaan di atas dan pertanyaan-pertanyan lainnya akan semakin sering terdengar seiring dengan makin banyaknya masyarakat yang mengetahui ketidaktepatan arah kiblat masjid mereka. Pertanyaan-pertanyaan ini tentu saja harus dijawab dengan argumentasi yang memiliki landasan sains dan syariah yang kuat. Majelis Ulama Indonesia sebagai instansi yang berwenang dapat mengeluarkan fatwa khusus sebagai pedoman dalam hal ini.

Opini Republika 29 Januari 2010