06 Januari 2010

» Home » Suara Merdeka » Menggapai Mimpi Desa Nila

Menggapai Mimpi Desa Nila

MENTERI Kelautan dan Perikanan Dr Fadel Muhammad, disaksikan Gubernur Jateng Bibit Waloyo dan Bupati Klaten Sunarno SE, baru-baru ini meluncurkan Program Budidaya Ikan Nila varietas Larasati dan BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia)  di lahan Pembenihan Budidaya Ikan Air Tawar di Desa Janti, Kecamatan Polanharjo. 

Komitmen pemerintah ini diharapkan bukan sekadar perhatian sesaat, namun secara konsisten diikuti langkah-langkah konkret agar ke depannya mampu mendorong ekonomi rakyat lebih menggeliat.


Kabupaten Klaten khususnya bagian utara memiliki sumber air alam yang melimpah. Selain sebagai faktor pendukung  utama pertanian dan pasokan air bersih, sumber air alam ini selanjutnya oleh para petani ikan di Kecamatan Polanharjo, Tulung,

Karanganom dan  sekitarnya dimanfaatkan secara cerdas guna mengaliri kolam - kolam buatan untuk budidaya perikanan air tawar. 

Beberapa varietas ikan dicoba dibudidayakan  mulai jenis mujahir, tumbro, bawal, lele serta nila sebagai varietas unggulan
Sampai saat ini hasil yang diraih masyarakat sungguh menggembirakan.

Selain mendorong tingkat pendapatan, menggerakan perekonomian berbasis pemberdayaan, budidaya ikan di Klaten mampu menjadi ikon wilayah Kecamatan Polanharjo dan sekitarnya sebagai sentra produksi ikan air  dengan kualitas baik.

Dengan luas baku usaha perikanan 74 hektare, jumlah pembudidaya ikan tercatat 1.849 orang, Kecamatan Polanharjo dan sekitarnya setiap tahunnya mampu menghasilkan 3.726,43 ton ikan siap jual. 

Hasil ini masih bisa bertambah jika dikomulasikan dengan  usaha pembudidayaan ikan yang parsial dikembangkan  di wilayah Klaten lainnya.

Budidaya ikan di Klaten yang menarik adalah potensinya yang signifikan mendorong dunia pariwisata.  Setiap akhir pekan atau libur panjang banyak pengunjung berwisata di warung makan apung yang tersebar di Desa Janti, Polanharjo. 

Gemericik air bening yang mengalir, ikan yang berarak warna-warni seakan menari mengundang sorot mata untuk betah memandang. 

Belum lagi semilir angin khas pedesaan yang asri menawarkan pesona alam nan indah di tengah gazebo-gazebo bambu yang setia menemani. Panorama alam ini mampu menghipnotis para pengunjung untuk berlama-lama mengumbar pandangan sambil memanjakan lidah dengan hidangan lezat ikan segar. 

Wisata kuliner yang dikembangkan ratusan warga Desa Janti, Polanharjo dan sekitarnya menjadi nilai tambah tersendiri bagi pengembangan wisata Klaten, khususnya wisata air.  Hal yang sama juga dapat dijumpai di kompleks wisata Rowo Jombor di Desa Krakitan, Bayat. 

Pemkab Klaten dalam dukungan penuh Gubernur Jawa Tengah secara konsisten mengawal kebijakan pengembangan  perikanan Klaten khususnya di wilayah Polanharjo dan sekitarnya dengan penguatan regulasi. 

Berdasarkan SK Bupati Nomor 523.3/124/2009 tanggal 6 Maret 2009 tentang Penetapan Kawasan Desa Nila, Pemkab Klaten menetapkan 6 desa dari 3 kecamatan yaitu Desa Ponggok, Nganjat, Janti, dan Jimus di Kecamatan Polanharjo, Jeblog di Kecamatan Karanganom dan Daleman di Kecamatan Tulung sebagai desa nila.
Desa Pertama Bahkan dalam kunjungan kerjanya tanggal 10 Maret 2009, Gubernur menguatkan dan meresmikan wilayah tersebut sebagai desa nila pertama di Jawa Tengah.

Sinergi inilah yang kemudian mendorong pemerintah melalui Menteri Perikanan dan Kelautan menggulirkan pembudidayaan Balai Benih Ikan Central (BBIC) di Desa Janti, Polanharjo guna mendukung keterpenuhan bibit ikan. 

Kebijakan ini diharapkan bukan saja merintis kemandirian, tapi juga bagaimana konsistensi usaha itu dibangun dari hulu sampai hilir guna mengoptimalkan kesejahteraan petani ikan.

Hanya saat ini para petani ikan di kawasan ini masih terkendala masalah klasik tentang ketergantungan pakan. 

Ketergantungan pakan pabrikan menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi sehingga menekan tingkat pendapatan. Harga yang relatif tinggi memaksa petani harus merogoh kocek dalam-dalam untuk menjaga kecukupan pakan.

Dalam hal ini pemerintah diharapkan turun tangan.  Solusi akan keberadaan pabrik pakan ikan di daerah lokal tak salah ditempuh dengan menggandeng masuknya investor. Apalagi  Polaharjo, Tulung, Karanganom, Delanggu dan sebagian wilayah Klaten lain sangat potensial dengan produksi jagung sebagai bahan baku produksi pakan.

Kendala lain adalah harga jual ikan pascapanen. Guna penguatan nilai tawar petani ikan dan menjaga kestabilan tingkat harga, maka pemerintah selayaknya menggarap serius eksistensi koperasi ikan bagi para petani.

Masyarakat petani ikan harus bersatu dan melebur dalam wujud koperasi guna mereduksi persaingan harga yang tidak sehat yang sering merugikan petani. 

Kalau tidak, hal ini hanya membukakan ruang bagi tengkulak atau spekulan untuk mempermainkan harga.  Impian ini menjadi tantangan pemerintah untuk menjawabnya.(10)

— Joko Priyono SSos, pranata kehumasan Pemkab Klaten
Wacana Suara Merdeka 7 Januari 2010