13 Desember 2009

» Home » Suara Merdeka » Geliat Sehat Kota Wonosobo

Geliat Sehat Kota Wonosobo

SEHAT merupakan salah satu bagian dari slogan aman, sehat, rapi, dan indah (ASRI) yang menjadi ikon kota Wonosobo.Sebagai daerah yang sejuk, tentu saja kota itu sangatlah potensial mempunyai kaitan dengan ikon tersebut.

Di kota ini pula, Kholiq Arif, menjadi salah satu bupati terdepan yang mengampanyekan pentingnya keluarga berencana (KB) sebagai bagian penting dari kebijakan yang ditelurkannya. Dan bukti dari keseriusannya membuat daerahnya sebagai kota percontohan KB nasional.


Selain soal KB, di kota ini sudah muncul geliat lain yang berhubungan dengan kesehatan. Melalui pemanfaatan terhadap Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan, para kader posyandu menggeliat untuk melayani kesehatan masyarakat.

Di semua papan informasi desa di Kecamatan Wonosobo, terpampang peta sosial yang memperlihatkan betapa banyak warga yang miskin.

Karena miskinnya itulah banyak warga yang mengalami kurang gizi bahkan gizi buruk. Melihat kondisi tersebut, para kader posyandu kemudian memanfaatkan momentum pelaksanaan PNPM-MP untuk menanggulangi persoalan tersebut.

Para kader posyandu di 19 kelurahan di Wonosobo, kecuali Wonosobo Timur, selalu melibatkan diri dalam berbagai tahapan yang ada di program yang secara khusus digunakan untuk menanggulangi kemiskinan itu.

Puncak dari upaya advokasi tersebut adalah diputuskannya kegiatan penanggulangan anak kurang gizi sebagai bagian dari kegiatan yang dibiayai.

Usai memperoleh dana tersebut, para kader kemudian berkumpul di masing-masing kampungnya untuk menjalankan program penanggulangan anak kurang gizi.

Dari hasil musyawarah tersebut terdapat berbagai macam metode yang digunakan. Pertama, ibu dari anak yang kurang gizi dilatih untuk membuat menu sehat yang kemudian diberikan kepada anak setiap hari. Dalam pelaksanaan hariannya, si ibu dipantau oleh kader posyandu.

Kedua, kader posyandu setiap hari langsung memberikan makanan sehat kepada anak yang kurang gizi.

Kerja para kader ini sebagian besar membuahkan hasil. Banyak anak yang kurang gizi dapat tertolong. Mereka dapat hidup lebih baik.

Selain itu, program ini berdampak munculnya kepedulian warga yang relatif mampu untuk turut membantu warga lainnya yang tidak menjadi bagian dari program dengan cara menjalankan kegiatan ini secara sukarela ke tetangganya.

Tentu saja, kegiatan ini juga mempunyai sisi kekurangan yakni ada juga anak kurang gizi yang tidak kunjung naik berat badannya karena mengalami sakit.

Tetapi ada satu hal yang penting dari adanya kegiatan ini yaitu pembelajaran bahwa kalau saja pangan yang sehat tersedia, pastilah anak yang kurang gizi dapat tertolong.

Selain kegiatan itu, kader posyandu juga mengusulkan kegiatan lainnya yakni pemenuhan sarana prasarana kesehatan sebagai upaya meningkatkan layanan kesehatan kepada warganya.
Tidak Memadai Posyandu di Kecamatan Wonosobo selama ini tidak mempunyai sarana prasarana yang memadai. Selama ini, alat-alat yang ada hanyalah timbangan injak. Imbasnya kader  harus menunggu bidan desa jika ingin memberikan layanan kesehatan kepada warganya.

Itu pun hanya dapat dilakukan satu bulan sekali. Dengan kondisi yang demikian tentu saja layanan kesehatan menjadi tidak optimal.

Untuk itulah, para kader mengusulkan sarana prasarana minimal yang diperlukan oleh posyandu seperti stetoskop, tensimeter, alat pengukur tinggi badan, timbangan bayi dan alat pemeriksa gula darah dan kolesterol (posyandu lansia). Dengan adanya sarana ini maka kader pun semakin bersemangat untuk melayani warganya.

Sayangnya, kegiatan pemenuhan sarana prasarana posyandu ini di beberapa kelurahan justru kurang mendapatkan dukungan dari bidan setempat. Banyak dari  bidan yang mengatakan bahwa sarana prasarana nantinya tidak berguna karena para kader tidak dapat menggunakannya.

Padahal seharusnya, ketidaksanggupan kader dalam menggunakan sarana prasarana ini menjadi tantangan dari bidan untuk memberdayakan mereka. Toh, dengan semakin terlatihnya kader maka kerja bidan pun bisa lebih fokus pada peningkatan layanan kesehatan lainnya.

Berdasarkan penelusuran penulis, akar penyebab dari ketidakpedulian para bidan adalah persoalan perebutan ekonomi dalam melayani kesehatan, baik yang berhubungan dengan kebiasaan mendapatkan fee  dari penyedia alat kesehatan sampai dengan biaya periksa yang ditempakan ke pasien jika mereka berobat ke bidan.

Tentu saja, kondisi ini tidak boleh dibiarkan. Perlu langkah dari pihak yang terkait, termasuk di dalamnya Dinas Kesehatan, untuk melakukan beberapa hal: pertama, memberikan pemahaman kepada bidan tentang pentingnya kerja sama yang erat antara bidan dan kader.

Kedua, mencari jalan keluar agar pemenuhan kebutuhan ekonomi bidan dapat tertanggulangi.

Dengan begitu tidak ada lagi halangan dari para bidan terhadap kadernya yang ingin melayani kesehatan masyarakat secara maksimal. (10)

— Barid Hardiyanto, pemerhati sosial, tinggal di Wonosobo
Wacana Suara Merdeka 14 Desember 2009