01 Desember 2011

» Home » Opini » Suara Merdeka » Menggugat Keberanian KPK

Menggugat Keberanian KPK

SATU per satu calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah ”diinterogasi” anggota Komisi III DPR yang menyelesaikan fit and proper test (SM, 01/12/11). Dari delapan calon, DPR akan memilih empat untuk ditetapkan menjadi pimpinan komisi antikorupsi itu.

Soal siapa yang terpilih, tidaklah terlalu penting, karena tiap calon pasti memiliki plus dan minus. Yang jelas setelah terpilih, meminjam ungkapan sebuah iklan, kita berharap, ”Siapa pun pemimpinnya, KPK harus berani, terutama mengusut kasus Century.” Bahkan bukan hanya skandal Bank Century yang diduga merugikan keuangan negara hingga Rp 6,7 triliun, melainkan juga menuntaskan beberapa kasus kakap lainnya.

Misalnya kasus cek perjalanan yang diduga melibatkan Nunun Nurbaeti dan Miranda S Goeltom. Sekian banyak anggota dan mantan anggota DPR telah dipenjarakan KPK, namun aktor intelektual di balik kasus suap terpilihnya Miranda sebagai Deputi Senior Gubernur BI tahun 2004 masih melenggang. Miranda telah diperiksa sebagai saksi, namun statusnya sampai saat ini belum beranjak. 

Nunun yang sudah ditetapkan sebagai tersangka pun tak bisa ditangkap, bahkan Ketua KPK Busyro Muqoddas seakan melempar apologia, kalau tidak boleh dikatakan lempar handuk, dengan menyatakan ada kekuatan luar biasa yang melindungi istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun itu.

Lalu kasus Gayus Tambunan. Sejauh ini KPK tidak berani menyeret atasan Gayus yang lebih tinggi lagi, juga atasan jaksa Cyrus Sinaga. Padahal logika akal sehat mengatakan tidak mungkin Gayus dan Cyrus melakukannya seorang diri. Bagaimana dua orang itu bisa seperkasa itu bila tanpa sepengetahuan atasan?

Juga kasus M Nazaruddin. Sejauh ini sejumlah nama beken telah disebut dalam gurita korupsi yang diduga melibatkan bekas anggota DPR itu, dari proyek wisma atlet SEA Games Palembang hingga proyek Stadion Hambalang, Bogor. Tetapi mengapa KPK seakan melokalisasi sebagaimana kasus dugaan korupsi proyek solar home system di Kementerian ESDM yang melibatkan J Poerwono? Menurut pengakuan pengacara tersangka, ada nama-nama beken yang disebut dalam pemeriksaan penyidik tetapi nama-nama itu hilang dalam surat dakwaan jaksa. 

Maka, pimpinan baru KPK jangan sampai tersandera seperti pemimpin KPK yang hendak digantikannya, mengingat Bibit Samad Rianto-Chandra Hamzah bak lame duck karena pernah berstatus tersangka dan kemudian ada dewa penolong yang menerbitkan deponeering.

Perlu Keberanian

Pimpinan baru KPK harus berani mengusut tuntas kasus-kasus kakap, terutama Century. Tak ada dalih untuk tidak menemukan unsur pidana korupsi dalam penggelontoran dana talangan Rp 6,7 triliun itu. Apalagi DPR sudah merekomendasikan bahwa bailout bank tersebut melanggar aturan, dan karena itu sejumlah nama perlu dimintai pertanggungjawaban, termasuk Wapres Boediono yang saat itu menjabat Gubernur BI.

Pimpinan KPK takut berhadapan dengan kekuasaan? Mereka takut mengalami kriminalisasi seperti Antasari Azhar atau Bibit-Chandra? Seyogianya pimpinan baru komisi antikorupsi harus lebih berani mengusut kasus korupsi, terutama korupsi kelas kakap. Di satu sisi supaya kebenaran dan keadilan dapat kembali ditegakkan serta uang negara dapat dikembalikan. Di sisi lain supaya DPR tidak dituding gagal lagi memilih mereka, seperti dulu juga ”gagal” ketika memilih Antasari, Bibit, dan Chandra yang kemudian terbukti mereka membuat KPK tersandera.

Tolok ukurnya adalah kasus Century, Nunun, Gayus, dan Nazaruddin. Sepanjang kasus-kasus itu bisa dituntaskan, publik bisa menilai bahwa pimpinan baru KPK berhasil, dan karena itu publik kembali menemukan kebanggaannya pada KPK, mungkin juga kepada DPR yang telah tepat memilih pimpinan komisi antikorupsi itu. 

Dalam konteks ini penulis sependapat dengan ungkapan yang kerap dikutip Ruhut Sitompul,” the man behind the gun”. Yang utama memang manusia di belakang senjata itu. Sehebat apa pun sistem di KPK, selengkap apa pun senjata yang dimiliki lembaga itu, seperti penyadapan dan larangan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), tak akan ada gunanya bila manusia-manusia yang mengendalikan komisi itu tidak berdaya. Kinilah saatnya KPK kembali bangkit melawan korupsi. (10)

— Karyudi Sutajah Putra, Tenaga Ahli Anggota DPR
Wacana Suara Merdeka 02 Desember 2011