02 Mei 2010

» Home » Pikiran Rakyat » Pendidikan Intelektual

Pendidikan Intelektual

Oleh Poppy Yaniawati

Perilaku anarkistis yang ditandai dengan amuk massa belakangan ini semakin marak. Dari tingkah suporter sepak bola sampai tawuran antarsiswa dan mahasiswa, ataupun gerakan unjuk rasa mahasiswa yang berujung bentrokan dengan aparat keamanan. Emosi massa seakan mudah tersulut, akal sehat seakan hilang dalam budaya kita yang dulu terkenal santun. Tak terkecuali berlaku bagi kelompok masyarakat elite dan berpendidikan. Inikah potret pendidikan kita?


Kita butuh pendidikan yang mampu memoles nalar sehat masyarakat kita. Ranah intelektual tampaknya harus menjadi perhatian bagi pembelajaran kita. Menurut A.S. Hornby, Intellectual is having or showing good reasoning power. Dengan demikian, seseorang yang mempunyai kematangan intelektual adalah orang yang mampu menghadapi segala persoalan dengan nalar logika, melakukan pertimbangan-pertimbangan yang logis, sistematis, dan efisien. Selain itu, seorang intelektual mampu melahirkan gagasan-gagasan baru, dapat menerima kritikan orang lain, dan mampu menguasai gramatikal bahasa. Jadi, kematangan intelektual dinilai dari seberapa jauh seseorang menggunakan intelegensinya, bukan dari derajat/tingkat perkembangan mentalnya.

Selain dalam perjalanannya sebagai mahasiswa, tuntutan intelektual ini akan selalu dipertanyakan pula pada saat mahasiswa lulus dari perguruan tinggi. Lulusan perguruan tinggi diharapkan siap menghadapi keadaan apa pun di kemudian hari. Oleh karena itu, perlu sekali para calon mahasiswa diberi pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kematangan intelektual, sehingga dapat memanfaatkan kesempatan belajar di perguruan tinggi seoptimal mungkin. Manusia muda harus dibentuk menjadi manusia dewasa dan terampil. Sungguh pun tidak perlu semua orang menjadi ahli, tetapi mutlak perlu semua menjadi dewasa.

Tugas mendewasakan sebenarnya ada pada keluarga dengan lingkungan yang kondusif. Namun, melihat fenomena yang ada saat ini, sekolah tentunya sangat berperan dalam proses pendewasaan ini. Jadi, sekolah merupakan salah satu lembaga yang mendewasakan para manusia muda. Dengan demikian, jelas salah satu tugas sekolah menengah adalah mempersiapkan dan membentuk manusia muda yang matang memasuki perguruan tinggi. Kematangan masuk perguruan tinggi, berarti setiap lulusan SMA sanggup dan mampu memulai studi bidang tertentu di perguruan tinggi. Hal ini bukan berarti setiap lulusan sekolah menengah sudah menguasai semua pengetahuan dasar dari semua jurusan, tetapi sekolah harus membentuk sikap intelektual yang mencakup penguasaan cara belajar yang baik. Dengan demikian, kekurangan dalam pengetahuan sesaat, yang dibutuhkan suatu disiplin tertentu, dapat diperoleh dalam jangka waktu cukup pendek.

Memang, untuk menjadi seorang intelektual membutuhkan suatu proses yang tidak sebentar dan juga terdapat beberapa faktor yang memengaruhinya, di antaranya: pembawaan, kematangan, pembentukan, minat, dan kebebasan. Namun demikian, agar kematangan intelektual ini mulai dapat terpatri dalam diri manusia muda, maka dalam proses pembelajarannya harus mengarah menuju kematangan intelektual. Jika hal ini belum terwujud, seluruh pendewasaan selama belajar di perguruan tinggi akan gagal, karena tidak mempunyai dasar berpijak.

Pendidikan kita belum menekankan pada kematangan intelektual secara serius. Fenomena proses pembelajaran yang ada sekarang hanya penumpukan pengetahuan yang dipentingkan, bukan pembentukan intelektual. Sistem konvensional masih amat disenangi sebagian besar guru, apalagi ditambah menjamurnya lembaga bimbingan belajar di masyarakat yang menggunakan sistem drill. Hasilnya, lulusan SMA ”mengetahui banyak, tetapi mengerti sedikit”. Lulusan SMA yang belum matang kemudian memasuki perguruan tinggi, akan mengalami kesulitan dalam menghadapi masa depan.    

Calon mahasiswa perguruan tinggi di Jerman dituntut telah mencapai hochschulreife, artinya: kematangan, baik intelektual maupun emosional, agar dapat menempuh studi akademis. Jadi, memang sebaiknya pendidikan kita pun mulai berorientasi pada kematangan intelektual, agar siap untuk studi di perguruan tinggi. Hal tersebut dapat dibentuk dengan baik terutama lewat matematika dan bahasa. Matematika dapat memberikan kita cara bernalar logis dan kritis, sedangkan bahasa sebagai sarana bertutur dan menulis. Selain itu, diperlukan pula penggunaan metode pembelajaran yang tepat sehingga pembelajaran dapat terintegrasi dengan baik.

Apakah implementasi pendidikan kita di masa mendatang dapat menghasilkan lulusan yang mempunyai kematangan intelektual? Semoga!***

Penulis, Doktor Pendidikan, Sekretaris Program Magister Pendidikan Matematika Pascasarjana Unpas Bandung, dosen Kopertis Wil. IV.
opini pikiran rakyat 03 mei 2010