21 April 2010

» Home » Media Indonesia » Model Pembangunan Ekonomi Berbasis Keamanan

Model Pembangunan Ekonomi Berbasis Keamanan

Dalam konteks ancaman keamanan dalam pembangunan yang semakin canggih, Garigue (1994) memberikan peringatan bagi dunia yaitu "The danger is that the uses of familiar words misrepresent and mask the true extend of the revolution that will have to take place if we are to be able to retain a military capacity in a new physical, social and cognitive space." Model ekonomi neoklasik mengabaikan peringatan tersebut. Kelemahan-kelemahan model pembangunan ekonomi khususnya aliran neoklasik adalah dengan menganggap faktor keamanan dalam proses pembangunan sebagai statis dan cateris paribus sehingga diskursus tentang peran keamanan dalam pembangunan ekonomi hanya terbonsaikan dalam konsep property right. Schneier mengingatkan, "Companies will not make sufficient investments in cyber-security unless government forces them to do so and successful cyber-attacks on government systems still occur despite government efforts."
Namun, semenjak program perang bintang yang dicanangkan pemerintah Amerika Serikat pada era Ronald Reagan, pentingnya faktor keamanan nasional juga searah dengan pembangunan ekonomi yang berorientasi kepada supply side. McDonald mengatakan, "Effective cyber defenses ideally prevent an incident from taking place. Any other approach is simply reactive. FedCIRC, the NIPC, the NSIRC, the Department of Defense and industry components realize that the best [action] is a pre-emptive and proactive approach." Bahkan kemudian kaum neoliberal berbondong-bondong mendukung mazhab bahwa pengeluaran negara harus besar dari yang sebelumnya menentang pembesaran peran pengeluaran negara. Lebih dari itu, hingga saat ini saat era Perang Dingin telah berakhir, ternyata pengeluaran untuk pertahanan keamanan Amerika Serikat masih yang terbesar di dunia, yaitu hampir mencapai separuh dari total pengeluaran untuk pertahanan keamanan dunia. Sementara pengeluaran untuk pertahanan keamanan terhadap produk domestik bruto mencapai sekitar 4%. Sekalipun demikian, anggaran pertahanan sebesar itu masih dianggap kurang. Buktinya Schneier memberikan pernyataan "The National Strategy to Secure Cyberspace hasn’t secured anything yet."


Singapura, yang sangat mungkin menjadi jangkar keuangan bukan hanya di Asia Tenggara tetapi juga Asia Pasifik dalam 50 tahun ke depan, memiliki rasio yang jauh lebih spektakuler lagi, yaitu 5%. Teori-teori pembangunan ekonomi yang mengatakan bahwa pembangunan pertahanan keamanan bersifat trade off dengan pembangunan ekonomi tidak hanya menjadi usang, tetapi juga sangat menyesatkan. Dari sisi alutsista, persenjataan angkatan bersenjata Singapura juga jauh mengungguli Tentara Nasional Indonesia. Misalnya, Singapura tak hanya memiliki F16, tetapi juga F15 dengan kekuatan pukul siap tempur. Penerbangnya pun sangat berdisplin tinggi dan diakui oleh dunia. Belum lagi mereka memiliki helikopter tempur AH64 Apache yang sangat tangguh dalam memberikan kekuatan pertahanan dalam dukungan udara jarak pendek. Kualitas sumber daya manusia Singapura juga sangat luar biasa karena berdasarkan human development index posisinya adalah 23 besar dunia. Perlu dicatat, Indonesia saja berada pada urutan nomor 111. Padahal Indonesia kaya akan sumber daya alam dan jumlah manusia yang sangat besar. Negara lain seperti Israel dan Brunei ada pada posisi 27 dan 30. Lagi, rasio pengeluaran pertahanan mereka masing-masing adalah 7,3% dan 4,5% terhadap produk domestik bruto. Jadi terlihat sekali tidak ada trade off antara pengeluaran pertahanan keamanan, pembangunan ekonomi, dan kualitas sumber daya manusia.
Argumentasi neoklasik yang menganggap faktor keamanan bukan sebagai faktor produksi telah terbantahkan! Namun, terbukti bahwa Singapura juga masih diserbu kejahatan automatic teller machine (ATM). White mengatakan, "The private-sector must continue to be able to innovate and adapt in response to new attack methods in cyber space, and toward that end." Jelas sekali apa yang dimaksud White, yang juga presiden dan CEO dari TechNet. Jika pemerintah tidak mampu melakukan investasi keamanan dalam mendukung keamanan dalam bidang pembayaran dan penyerahan, pemberdayaan sektor swasta merupakan keharusan. Untuk itu pemerintah harus mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi tinggi sebesar minimal 7,5% per tahunnya dalam jangka waktu yang lama agar sektor swasta mampu melakukan akumulasi modal. Jika pemerintah tidak mampu melakukan hal tersebut, sudah sewajarnya jika pemerintah memberikan insentif yang sangat besar misalnya berupa tax holiday bagi pihak swasta yang serius mengembangkan teknologi keamanan dalam sector payment. Untuk itu, bank seperti BCA sangat layak mendapatkan insentif tersebut. Setelah necessary condition itu terpenuhi, dana bagi keamanan sektor keuangan juga harus dilimpahkan, dari yang semula misalnya hanya di bawah kendali departemen keuangan, untuk diberikan kepada departemen pertahanan dan keamanan. Hal ini lumrah dilakukan sebab di Amerika Serikat sendiri masalah keamanan sektor keuangan juga menjadi tanggung jawab departemen pertahanan. Keamanan di sini termasuk keamanan dari sistem keuangan itu sendiri. Hanya departemen pertahananlah yang memiliki expertise untuk melakukan mekanisme pertahanan secara sistematis. Termasuk jika dana itu ada di bawah kendali bank sentral!
Karena itu, sebaiknya sebagian keuntungan dari bank sentral juga dialokasikan kepada departemen pertahanan dalam rangka memperkuat sistem pertahanan dari sistem keuangan itu sendiri. Model pembangunan ekonomi yang berhasil juga harus tanggap terhadap tantangan keamanan termasuk dalam bidang payment dan settlement. Saatnya dunia akademik berbenah diri sehingga tidak menggunakan buku-buku teks yang tidak relevan dengan kondisi dunia saat ini. Secara yuridis, kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal. Namun, pengertian secara kriminologis yang berbasis sosiologis menyebutkan bahwa kejahatan merupakan suatu pola tingkah laku yang merugikan masyarakat (dengan kata lain terdapat korban) dan suatu pola tingkah laku yang mendapatkan reaksi sosial dari masyarakat. Pola buruk ini hanya dapat dikurangi oleh semakin banyaknya pola-pola baik di dalam masyarakat itu sendiri. Termasuk perbaikan pola pendidikan sehingga kualitas sumber daya manusia Indonesia membaik. Jika human development index Indonesia dapat menyamai Singapura, dapat dipastikan Indonesia akan menjadi negara superpower.
Tanpa intervensi pemerintah yang aktif dan cerdas, dunia akademik di Indonesia akan kehilangan arah dalam memberikan ilmu pembangunan yang bukan hanya berkualitas, tetapi juga berorientasi kepada permasalahan yang hakiki seperti keterkaitan antara pembangunan dan pertahanan keamanan. Tanpa pengendalian yang sistematis pembangunan ekonomi terancam double joepardy atau petaka ganda! Macaulay (2008) menyebutkannya petaka ganda sebagai 'where the risk from two threats is incorrectly summed even though the chances of one threat manifesting concurrent or in proximity to another may be dramatically different from “standalone” risk for a given threat event." Pembangunan ekonomi berbasis keamanan semakin tak terelakkan lagi untuk saat ini dan di masa depan. Singapura, negara kecil tetangga kita, adalah contoh yang akhirnya Singapura telah berhasil menjadi pusat keuangan di Asia Pasifik, menyaingi Hong Kong yang tumbuh dengan bantuan Inggris dan China! Singapura layak mendapatkannya karena Singapura berani melakukan terobosan pembangunan di luar model neoklasik, yaitu pembangunan berbasis security!

Oleh Achmad Deni Daruri, President Director Center for bankink crisis
Opini Lampung Post 22 April 2010