27 November 2009

» Home » Suara Merdeka » Berharap dari Pompa Pengendali Banjir

Berharap dari Pompa Pengendali Banjir

MUSIM penghujan telah tiba. Namun musim yang mestinya dinantikan kedatangannya oleh sebagian besar warga karena teriknya matahari pada musim panas, berubah menghadirkan rasa waswas.

Betapa tidak, baru hujan sebentar langsung banjir di sana-sini. Tidak hanya di Ibu Kota saja, namun banjir hampir merata di seluruh daerah. Hal ini menunjukkan buruknya sistem drainase sebagai pengendali datangnya luapan air.

Di samping itu makin sempitnya daerah resapan air di kota-kota besar karena pesatnya pembangunan bangunan, termasuk gedung bertingkat, yang turut memberikan andil mengurangi luasan daerah resapan air.

Ironisnya, keadaan ini justru diperparah oleh minimnya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya. Akibatnya, saluran-saluran air atau yang sering disebut got yang berfungsi sebagai jalannya air malah mampet.

Banyak sampah menghambat laju air sehingga saluran air atau got tidak mampu menampung debit air. Alhasil, meluaplah air hingga ke jalan dan banjir pun tak bisa dielakkan. Jika sudah terjadi manusia hanya bisa mengeluh yang sebenarnya disadari atau tidak terjadi karena ulah manusia sendiri.

Hujan turun di hampir seluruh wilayah, tak terkecuali di Kota Semarang yang tenar dengan motto ATLAS (aman, tertib, lancar, asri, dan sehat) ini. Beberapa hari yang lalu, tepatnya Sabtu (14/11) malam Semarang diguyur hujan deras, dan sejumlah jalan tergenang. Kelancaran lalu lintas terganggu karena banyaknya kendaraan yang mogok. Belum lagi aliran listrik mati.

Kondisi yang tidak kondusif ini selalu mengiringi saat banjir tiba. Meskipun hujan hanya datang sebentar, mengapa banjir seolah tak mau ketinggalan untuk ikut datang? Jika kita resapi banjir bagai cermin yang menampakkan keburukan sikap dan perilaku kita dalam menjaga lingkungan.

Sebagai kota yang banyak memiliki kali (sungai-Red), Semarang seharusnya mampu mengatasi masalah banjir.  Fungsi kali tak lagi optimal, banyaknya sampah yang menumpuk di daerah aliran air serta sedimentasi di sungai mengakibatkan mudahnya terjadi banjir.

Parahnya lagi fakta ini didukung dengan tidak beroperasinya secara optimal pompa air di sejumlah titik dalam beberapa hari terakhir.
Alasan yang melatarbelakangi tidak beroperasinya puluhan rumah pompa air yang berfungsi sebagai alat penyedot air banjir adalah karena tidak adanya anggaran solar sebagai bahan bakar alat tersebut.

Teralokasikan

Alasan itu diungkapkan pejabat Dinas Pengelola Sumber Daya Air (PSDA) Kota Semarang selaku pengelola kepada Suara Merdeka (16/11). Padahal dana pemeliharaan untuk unit rumah pompa tersebut sudah teralokasikan dan terhitung dalam APBD Murni 2009. Lalu permasalahannya kenapa hal ini bisa terjadi?

Upaya Pemkot untuk mengatasi permasalahan banjir di kota juga terlihat dengan di angunnya polder sebagai tempat penampungan air. Salah satunya Polder Tawang, di depan Stasiun Tawang. Kemudian yang masih dalam tahap pembangunan yakni Polder Kaligawe. Meskipun telah dibangun polder nyataya tak mampu memberikan solusi.

Buktinya daerah di sekitar Tawang kerap menjadi langgangan banjir dan rob. Upaya pembangunan polder sepertinya tak cukup efektif dalam menangani banjir. Bahkan tak jarang air yang tertampung dalam polder menimbulkan bau yang tidak sedap. Hal ini malah menimbulkan permasalahan baru.

Selain itu, upaya yang kerap dilakukan untuk mengatasi banjir adalah dengan meninggikan jalan baik secara swadaya ataupun progam yang telah dianggarkan pemkot. Hal ini tentu bukan menjadi solusi jitu mengatasi banjir. Seakan gali lubang tutup lubang yang terus dilakukan. Mungkin memang akan menyelamatkan kita dari banjir, namun tidak untuk jangka waktu yang lama.

Bahkan membawa dampak yang tidak memihak bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Yang ada justru bangunan-bangunan atau rumah-rumah mereka kian terbenam dengan adanya peninggian jalan karena mereka tak mampu menyediakan dana untuk meninggikan rumah mereka. Kenampakan itu dapat kita temui di daerah Jalan Layur, Petek, Kebonharjo dan sekitarnya.

Ditambah lagi dengan ulah sekelompok orang yang asyik gembar-gembor adu argumen mencari kambing hitam. Meskipun banjir sering terjadi, kita seakan tak pernah bisa belajar dari pengalaman. Terus membudayanya buang sampah sembarangan menjadi permasalahan sepele yang berdampak besar dan sangat merugikan semua pihak.

Rencana megaproyek pembangunan Waduk Jatibarang di daerah Gunungpati, yang diklaim mampu mengatasi permasalahan banjir dan rob di kota akan menjadi angin segar di tengah kecemasan menghadapi masalah ini. Namun, akankah kita hanya menunggu selesainya waduk , sementara banjir tak bisa dipending datangnya?

Keburu tenggelam Semarang, karena rumah-rumah di kawasan rawan banjir akan tertelan oleh air. Untuk itu, mulailah dari yang kecil tapi berdampak besar. Tumbuhkan kesadaran diri untuk membuang sampah pada tempatnya. Dukung dan awasi kinerja Pemkot Semarang dalam mengatasi banjir di kota agar tidak merugikan masyarakat. Dalam kasus ini masyarakat mengharapkan rumah pompa di Semarang dapat beroperasi kembali. (10 )

 — Tafrida Tsurayya, warga Kota Semarang
Wacana Suara Merdeka 28 November 2009