30 Agustus 2010

» Home » Suara Merdeka » Menepis Citra Pantura Jalur Maut

Menepis Citra Pantura Jalur Maut

KAPOLDA Jateng Irjen Pol Edward Aritonang menempatkan masalah pengamanan jalur pantura bagi pemudik sebagai prioritas utama kebijakannya. Dalam sepekan ini, dia  langsung turun ke lapangan, inspeksi mendadak (sidak) ke polres di jalur pantura mengecek kesiapan pengamanan arus mudik yang tinggal beberapa hari lagi.

Prioritas utama Kapolda pada jalur mudik di pantura ini memang sangat beralasan. Menurut data dari Kementerian Perhubungan, pada musim mudik tahun 2008 di jalur pantura terjadi 1.052 kasus kecelakaan, 70% di antaranya melibatkan pengendara sepeda motor, yang menyebabkan 800 orang tewas.


Tahun 2009 meningkat menjadi 1.544 kasus yang menyebabkan 576 orang tewas dan 639 luka berat. Kecelakaan itu terjadi mengingat jalur pantura harus menanggung beban kepadatan arus mudik. Tercatat tahun 2009 jumlah pemudik bersepeda motor 3.146.945 orang, sedangkan tahun 2010 diperkirakan 3.617.660 orang.

Ironisnya, dari kecelakaan itu disebutkan penyebabnya human error atau kesalahan manusia yang sangat dominan. Yang paling menonjol adalah faktor yang menyangkut ketidakpatuhan pada peraturan lalu lintas.

Kelihatannya memang sepele namun literatur kepolisian menyebutkan setiap kecelakaan pasti didahului dengan adanya pelanggaran. Contoh kecil adalah menyalip dari sebelah kiri, menerobos lampu merah, atau berboncengan motor lebih dari dua orang. 

Pakar transportasi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember  (ITS) Surabaya Hitapriya Suprayitno dan sosiolog dari Universitas Airlangga Hotman Siagian memberikan pendapatnya tentang hal ini, ’’Masyarakat dan negara harus menegakkan aturan dan disiplin berlalu lintas untuk mencegah korban kecelakaan yang terus bertambah. Jika membiarkan peraturan tidak ditegakkan, negara dapat disebut membiarkan rakyat tewas sia-sia di jalan raya.’’

Kecelakaan lalu lintas merupakan dampak pengabaian aturan dan disiplin. Atas nama toleransi, polisi  justru kerap mengendurkan peraturan lalu lintas bagi pemudik. Padahal, seharusnya peraturan justru diketatkan pada musim mudik. Pengetatan akan memaksa pemudik mematuhi disiplin berlalu lintas. Contohnya aturan jelas melarang sepeda motor dinaiki lebih dari dua orang, nyatanya saat musim mudik kita sering melihat motor dinaiki lebih dari dua orang, ditambah barang bawaan.
Bisa Disalahkan Ironis memang, dan faktanya saat mengamankan arus mudik polisi lebih mengutamakan pengamanan arus dengan memberikan tindakan preventif dan pembinaan bagi pelanggar lalu lintas. Alasan utamanya tentu saja alasan kemanusiaan sebagai dasar dilaksanakan Operasi Pengamanan Lebaran.

Bisa dibayangkan apabila polisi benar-benar tegas dalam menegakkan peraturan lalu lintas, misalnya sekecil apapun pelanggaran tetap dilakukan penindakan, pasti akan ada suara sumbang dan ujung-ujungnya polisi kembali diberi stigma yang kurang baik.

Itulah komentar mewakili petugas polisi saat melakukan pengamanan Lebaran. Namun demi bisa menekan jumlah kasus kecelakaan, peraturan tetap harus ditegakkan.

Oleh Hotma Siagian dikatakan,’’ Agar dilihat faktor apa yang menjadi penyebab kecelakaan. Jika karena disiplin pemudik rendah, negara tidak bisa disalahkan. Namun, negara berperan dalam kesalahan itu bila tidak menegakkan peraturan.’’
Dengan demikian, ada tiga titik permasalahan yang bisa ditarik sebagai kesimpulan dalam upaya meminimalisasi terjadinya kecelakaan di jalur pantura.

Pertama; secara normatif polisi harus tegas melakukan penindakan terhadap setiap pelanggaran lalu lintas mengingat kecelakaan lalu lintas selalu diawali karena adanya pelanggaran.

Kedua; masyarakat pemudik, khususnya yang menggunakan sepeda motor juga harus menyadari untuk patuh pada setiap peraturan di jalan raya.
Dimulai dari hal terkecil, misalnya tidak berboncengan lebih dari dua orang ditambah membawa beban muatan yang menyebabkan keseimbangan laju sepeda motor tidak normal.

Ketiga; negara wajib memberikan perlindungan bagi pemudik dengan menyiapkan semaksimal mungkin kelengkapan infrastruktur jalan raya disertai pemaksimalan pelaksanaan pengamanan di jalan raya.

Apabila ketiga aspek tersebut bersinergi, dan dipersiapkan secara matang, maka jalur pantura sebagai jalur utama mudik di Jawa Tengah bukan lagi sebagai ajang pembantaian manusia. Semoga. (10)

— Herie Purwanto, Kepala Subbagian Hukum Polres Pekalongan Kota  
Opini Suara MErdeka 31 Agustus 2010