09 April 2010

» Home » Suara Merdeka » Perusda dan Anggapan Sapi Perah

Perusda dan Anggapan Sapi Perah

BEBERAPA waktu lalu, salah satu koran bisnis melaporkan dari puluhan perusahaan daerah (perusda) milik Pemprov Jateng, hanya segelintir yang menghasilkan laba dan menyetorkan ke kas daerah. Dilaporkan, mayoritas perusda terus merugi dan menggerogoti keuangan daerah. Pemerintah disarankan segera merumuskan strategi penyelamatannya.

Tulisan ini memaparkan faktor penyebab perusda (baik milik Pemprov Jateng maupun pemkab/pemkot) terus merugi. Termasuk mengusulkan solusi penyehatannya. Pemicu perusda tidak sehat dan terus merugi sangat kompleks, minimal ada enam faktor penyebabnya.


Pertama,bisnis utama (core business) sejumlah perusda sudah tidak menguntungkan lagi namun tetap dipaksakan beroperasi. Penyebabnya, misalnya, karena pergeseran preferensi konsumen, lokasi sudah tidak strategis, kurang inovatif, atau kalah bersaing dengan swasta.

Kedua, beban utang sangat besar. Kebanyakan perusda merugi karena menanggung bunga besar akibat pinjaman jangka panjang masa lalu. Meskipun membukukan kenaikan laba operasi, karena jumlah bunganya jauh lebih besar maka terus merugi.

Lebih parah lagi, sejumlah perusda tidak punya likuiditas untuk membayar utang jangka panjangnya yang jatuh tempo. Akibatnya, jumlah utang lancarnya terus membengkak,  bahkan melebihi aset perusahaan sehingga nilai modalnya minus.

Ketiga, inefisiensi sangat tinggi. Meruginya sejumlah perusda karena mengindap penyakit kronis ’’inefisiensi’’. Kebocoran biaya sangat tinggi. Bahkan pada sejumlah PDAM, kebocorannya bisa di atas 50% dari biaya yang dikeluarkan.

Keempat, sejumlah perusda menanggung beban subsidi besar untuk kelompok pelanggan/konsumen kelas rumah tangga menengah ke bawah. Harga per unit yang dibayar kelompok masyarakat tersebut lebih rendah dari harga pokok per unitnya.

Beban subsidi tersebut sangat dirasakan PDAM. Jumlah pelanggan yang disubsidi 35-45% dari total pelanggannya. Padahal, subsidi itu seharusnya jadi tanggung jawab pemkab/pemkot. Inilah yang juga jadi penyebab kebanyakan PDAM terus merugi.

Kelima, produktivitas yang rendah. Pada sejumlah perusda, penyebab kerugian karena rendahnya produktivitas dalam menghasilkan barang/jasa. Padahal, beban tetap untuk biaya produksi, operasional dan lainnya sangat besar.

Keenam, pemasaran yang lemah. Pada sejumlah perusda, produktivitasnya memang tinggi. Segmen pasar potensialnya juga besar tapi penjualan relatif kecil. Perusda kalah bersaing dengan swasta. Penyebabnya, aspek manajemen pemasaran tidak ditangani profesional.

Selain enam faktor tersebut, faktor lain yang juga turut memperburuk kinerja adalah rendahnya kompetensi dan etos kerja karyawan. Kepemimpinan yang kurang profesional, penyertaan modal yang kecil dan campur tangan berlebihan dari pemerintah terhadap manajemen.
Solusi Penyehatan     Pemprov, pemkab/pemkot dan direksi perusda perlu mengambil langkah penyehatan strategis dan taktis.

Pertama, pemerintah selaku pemilik dibantu pihak yang kompeten, perlu mendiagnosis penyebabnya. Bila penyakitnya sulit disembuhkan, perusda itu sebaiknya ditutup atau dijual. Namun, bila bisa disembuhkan maka perlu segera disehatkan.

Strategi penyehatannya bisa dilakukan dengan merestrukturisasi. Syaratnya, perusda yang dimerger atau diakuisisi memiliki karakteristik bisnis sama. Kedua, restrukturisasi manajemen. Terus meruginya perusda yang punya pasar potensial mengindikasikan direksi yang mengelolanya tidak becus. Maka, pemerintah selaku pemilik sebaiknya memberhentikan mereka.

Ketiga, restrukturisasi struktur modal. Kebanyakan perusda memiliki struktur modal tidak sehat. Asetnya lebih banyak berasal dari utang ketimbang modal pemilik. Bahkan, sejumlah perusda seperti PDAM, nilai modalnya minus. Untuk menyehatkannya, perlu menyuntikkan modal.

Keempat, pemerintah perlu menyisihkan dana dalam APBD untuk mengurangi beban subsidi, khususnya PDAM. Selama ini PDAM terus merugi akibat menanggung subsidi untuk kelompok masyarakat kelas sosial-ekonomi dan rumah tangga.

Selain empat hal itu, pemerintah juga harus meniadakan kebiasaan buruk selama ini. Yaitu, menjadikan perusda sebagai ’’sapi perah’’ untuk kepentingan tertentu. Direksi juga harus mengelola dengan pendekatan manajemen modern. (10)

— Andreas Lako, Dekan Fakultas Ekonomi Unika Soegijapranata
Wacana Suara Merdeka 10 April 2010