27 April 2010

» Home » Suara Merdeka » Menjaga Kualitas Pesta Demokrasi

Menjaga Kualitas Pesta Demokrasi

Dalam pilkada tidak boleh ada tekanan terhadap pemilih. Kondisi pemilih yang bebas akan menjadikan mereka lebih rasional dan objektif memilih pasangan calon

FAKTA menunjukkan iklim kondusif potensial terganggu di beberapa daerah di Jateng yang menggelar pemilihan umum kepala daerah (terminologi KPU: pemilukada, selanjutnya kita sebut pilkada) karena suhu politik memanas sebagai dampak dari sederetan konflik kepentingan.

Tahun ini di Jateng ada 17 kabupaten/ kota menyelenggarakan pesta demokrasi. Bulan April, diawali dari Kota Pekalongan (07/04), Kebumen (11/04), Kota Semarang dan Kabupaten Purbalingga (18/04), Rembang dan Kota Surakarta (26/04). Mei diawali Boyolali (09/05), dan Juni Blora dan Sukoharjo (03/06), Kota Magelang (06/06), serta Juli Kabupaten Semarang (31/07).


Berbagai persiapan sudah dilakukan oleh pemda dan KPUD masing-masing, mulai anggaran untuk teknis penyelenggaraan, pengamanan,dan persiapan lainnya. Berbagai upaya untuk mewujudkan pilkada demokratis, berkualitas, dan damai dilakukan di antaranya lewat kampanye damai, debat pasangan calon, memperbesar ruang bagi partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan, memobilisasi sosialisasi, menjaga netralitas PNS/TNI/Polri, serta transparansi KPUD dan panwas dalam penggunaan dana.
Berbagai potensi konflik muncul karena pada momentum inilah partai berjuang sekuat tenaga dan amunisinya untuk memenangi pilkada. Menurut Nurul (2010:100), di dalam negara demokrasi pemilu merupakan mekanisme yang sah dan baku untuk meraih kursi kekuasaan. Menurut Weber  (2001; 22), partai merupakan sarana perjuangan untuk meraih kekuasaan dan pendistribusian kekuasaan. Itulah sebabnya partai mengunakan semua jurus dan pada titik inilah konflik tidak bisa dihindari karena adanya benturan yang tidak bisa dihindari karena kepentingan politik berhadapan dengan hukum sebagai aturan main yang harus dipatuhi untuk tertibnya penyelenggaraan pemilu.

Pilkada yang demokratis mensyaratkan dua hal. Pertama; adanya kebebasan bagi penyelenggara dalam menjalankan tugasnya tanpa adanya intervensi dan tekanan dari pemerintah. Kedua; tidak ada tekanan terhadap pemilih dalam menggunakan hak pilihnya. Kondisi pemilih yang bebas menjadikan akan rasional dan objektif dalam memilih  pasangan calon.

Dalam konteks menjaga pilkada berkualitas mensyaratkan munculnya calon yang memiliki kualitas, integritas, visi, dan misi yang dapat menjadi solusi terhadap berbagai persoalan. Selain itu, mensyaratkan adanya pemilihnya berkualitas, memacu tingginya partisipasi masyarakat, termasuk melalui keikutsertannya menjadi anggota PPK, PSS, KPPS, pengawas lapangan, pemantau, dan lainnya serta menggunakan hak pilihnya dengan benar dan bertanggung jawab.
Sesuai  Jadwal Nilai ideal partisipasi masyarakat dalam pilkada 50-65 % dari jumlah pemiliih yang terdaftar ( DPT). Pilkada dilaksanakan sesuai dengan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (UU Nomor 32 Tahun 2004, UU Nomor 8 Tahun 2005, Perpu Nomor 33 Tahun 2005, Peraturan KPU/ KPUD, dan regulasi lainnya.

Kegiatan itu juga harus bisa menghasilkan pasangan wali kota/ bupati yang mampu membawa kemajuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Semua tahapan penyelenggaraan berjalan sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.

Upaya mewujudkan pilkada damai dapat dilakukan dengan membangun komunikasi antarpasangan calon melalui KPUD dan pemerintah daerah. Semua pasangan calon juga harus siap menang sekaligus siap kalah. Dalam kampanye, tidak boleh dilakukan model-model kampanye hitam atau pembunuhan karakater terhadap lawannya, tidak provokatif yang dapat memicu konflik antarpendukung.

Konflik biasanya diawali dari proses rekrutmen pasangan calon pada partai/ gabungan partai, kesalahan penyusunan daftar pemilih sementara/ tetap, kesalahan rekapitulasi suara, masalah netralitas PNS, kurangnya profesional dan independen KPUD/ Panwas, keterlambatan pengiriman logistik kelengkapan di TPS, pemberian honor PPK, PPS, dan KPPS, serta praktik politik uang.

Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya konfik, perlu dilakukan upaya dengan mendorong partai politik untuk selalu transparan dalam melakukan rekrutmen pasangan calon, pendaftaran pemilih harus cermat, KPUD/ Panwas bisa netral/ independen dan profesional.

Tahapan pilkada juga harus dilaksanakan sesuai dengan jadwal, pengadaan logistik harus transparan, serta personel Polri dengan dibantu TNI harus melakukan langkah preventif terhadap setiap gejolak yang dapat mengganggu kelancaran jalannya pilkada. (10)

— Doktor Nurul Akhmad SH MHum, Ketua Dewan Pakar Mapilu PWI Jateng, Kepala Pusat Sosial dan Hukum LP2M Unnes

Wacana Suara Merdeka 28 April 2010