31 Januari 2010

» Home » Suara Merdeka » Gula Kelapa, Optimisme Jateng

Gula Kelapa, Optimisme Jateng

PEMBERLAKUAN perdagangan bebas ASEAN-China  mulai awal tahun ini menebarkan pesimisme dunia usaha karena akan makin maraknya produk China yang terkenal murah di pasaran.
Banyak yang menyorot ketidaksiapan pelaku usaha di Indonesia
menghadapi perdagangan bebas itu.

Pesimisme harus segera dilawan dengan sikap percaya diri dan kebanggaan akan potensi komoditas unik yang tidak akan tergantikan oleh China. Pemerintah dan pelaku usaha perlu melihat potensi besar yang ada guna menangkap peluang yang muncul dari perdagangan bebas tersebut.


Salah satu potensi itu ada dan sudah lama dikembangkan di Jawa Tengah yaitu komoditas gula kelapa. Sentra produksi gula kelapa sudah lama dikembangkan di wilayah Purbalingga, Banyumas, Cilacap, Gombong, Kebumen, bahkan sampai dengan pesisir selatan Jawa Tengah.

Situs Reuters (www.reuters.com) menyebutkan gula kelapa rasanya manis dan alami serta proses pembuatannya yang tradisional sangat menarik perhatian. Inilah keunikan gula kelapa yang sering juga kita sebut sebagai gula jawa. Gula kelapa adalah alternatif bahan pemanis alami dan bahan baku produk makanan olahan. Sebagai bahan pemanis alami, gula kelapa juga disebut memiliki nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan gula yang berasal dari tebu (Agribusinessweek, 16 Februari 2009).

Nira kelapa sebagai bahan baku gula kelapa dapat juga diolah sebagai gula cair, dengan proses yang lebih pendek dibandingkan dengan proses pembuatan gula kelapa (cetak). Salah satu keuntungan gula cair ini adalah pada aplikasi proses lanjutannya lebih mudah dalam tahap pelarutan dan pencampuran dengan bahan lain. Jadi komoditas gula kelapa yang umum (cetak) memiliki alternatif  sehingga industri makanan, restoran, atau perajin makanan kecil dapat memilih salah satu yang lebih menguntungkan. Diversifikasi ini sudah dilakukan berkat kerja sama pemerintah dengan Fakultas Pertanian Unsoed (Suara Merdeka, 27 September 2007)
Proses pengambilan nira kelapa yang memiliki risiko tinggi menjadi salah satu kendala dalam proses pembuatan gula kelapa. Kendala tersebut cukup menghambat terutama terkait risiko keselamatan penderes (sebutan untuk pengambil nira kelapa).

Tingginya pohon kelapa, apalagi saat musim hujan, akan mempertinggi risiko keselamatan penderes karena batang pohon kelapa yang licin. Apalagi jika musim hujan disertai petir. Dalam sehari paling tidak penderes akan naik turun pohon hingga 2 kali.

Pada tahun 2009, di Purbalingga tercatat 27 penderes meninggal dunia karena terjatuh dari pohon kelapa (Kompas, 12 Januari 2010) menjadi bukti bahwa risiko pekerjaan sebagai penderes nira ini sangat tinggi. Pemerintah sudah mulai memberi perhatian dengan terbitnya  Peraturan Bupati Purbalingga Nomor 45 Tahun 2007 yang mulai berlaku Juli 2007, yang isinya penderes yang meninggal dunia akibat kecelakaan mendapat santunan Rp 5 juta, cacat tetap Rp 2,5 juta, dan rawat inap Rp 1,5 juta (Suara Merdeka, 27 September 2007).

Pemprov Jateng perlu memperkuat langkah ini agar budidaya gula kelapa tetap lestari sehingga ketersediaan gula kelapa sebagai keunggulan Jawa Tengah dapat lebih dikembangkan. Menarik untuk dipertimbangkan keikutsertaan para perajin gula yang sekaligus penderes nira tersebut pada, misalnya,  program Jamsostek dengan jaminan dari pemerintah daerah. Dengan adanya jaminan kesejahteraan dari pemerintah ini, melalui Jamsostek, diharapkan potensi unik dari provinsi ini  tetap dapat diandalkan keberadaannya karena perajin gula tetap setia menekuni aktivitasnya.

Selain hujan yang menyebabkan pohon licin, bukan berarti kemarau tanpa halangan berarti. Pada musim kemarau, perajin umumnya mengeluh karena produksi nira menurun (Suara Merdeka, 27 Juni 2008) yang berarti hasil gula kelapanya kecil. Kondisi ini akan mendorong perajin akan mencari pekerjaan ke kota sehingga meninggalkan kegiatan budidaya gula kelapa.

Di sinilah peran pemerintah sangat diharapkan, melalui jaminan kesejahteraannya serta pengembangan teknologi, sehingga roda kegiatan budidaya gula kelapa tetap dapat berputar sepanjang tahun.

Sarana promosi komoditi gula kelapa juga perlu ditambah setelah dibukanya Purbalingga UKM Centre pada 8 September 2007 dan diperluas jangkauannya hingga ke luar negeri. Perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China sangatlah mungkin merupakan peluang yang dapat segera dimanfaatkan.

Dengan menyadari besarnya potensi gula kelapa di Jawa Tengah ini serta peluang di depan mata terkait perjanjian perdagangan bebas merupakan sikap optimistis yang harus digalang pemerintah dan pengusaha demi meningkatkan kesejahteraan perajin gula kelapa. (10)

— Diksi Agni Kustanta STP, praktisi pangan pada industri makanan berbasis gula kelapa
Wacana Suara Merdeka 01 Januari 2010