06 November 2009

» Home » Republika » Mengakhiri Gempa di KPK

Mengakhiri Gempa di KPK

Oleh: Imam Musthafa
(Peneliti Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Akhirnya, aspirasi dari berbagai elemen masyarakat terkabul setelah kedua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah dikeluarkan dari penjara. Rekaman rekayasa kriminalisasi yang berdurasi 3,5 jam (seluruhnya 4,5 jam) itu menjadi bukti kuat kedua pimpinan KPK tersebut tidak bersalah. Terdapat skenario sistematis untuk melemahkan lembaga tersebut, lebih khusus menonaktifkan kinerja kedua pimpinannya.
Sekalipun kedua pimpinan tersebut keluar, belum bisa dikatakan KPK bisa menang. Sebab, pihak lawan KPK belum tertangkap semuanya. Sehingga, masih banyak pihak menghendaki kelemahan KPK. Mereka belum menerima kejadian ini yang membalikkan bola permainan. Dahulunya, KPK senantiasa kewalahan melawan para pengendali hukum (mafia). Perseteruan tersebut diibaratkan dengan 'Cicak dan Buaya'. Ironis tidak? Negara kita tidak bisa bersih dari sarang koruptor.

Untuk memuluskan perjalanan KPK supaya tidak lagi digoyang permasalahan, Anggodo Widodo, adik Anggoro Widodo, buronan KPK dalam kasus dugaan korupsi proyek sistem komunikasi radio terpadu (SK RT), yang juga terkenal dengan kebal hukum, posisinya setelah menjadi tersangka rekaman, secepat mungkin dihakimi. Sebab, tokoh itu merupakan pengatur skenario utama untuk memasukkan kedua pimpinan KPK ke penjara. Sebelum dia masuk ke penjara, para mafia lainnya akan turut memberikan perlawanan dan ancaman untuk menjungkirbalikkan keadaan.

Kita pun menyaksikan secara bersama-sama proses perjalanan perseteruan di KPK. Bagaimana persekongkolan terjadi di kepolisian, kejaksaan, pengadilan, bahkan Mahkamah Agung. Seakan keberadaan lembaga itu berada di tangan mafia yang lihai mengendalikan hukum. Proses penegakan hukum amat lambat dalam menyelesaikan kasus ini, sekalipun telah ada tanda rekayasa terhadap kedua pimpinan KPK. Keputusannya masih menunggu desakan dari publik untuk segera mengusutnya.

Melihat keadaan negara kita yang banyak mafia, amat sulit untuk mengungkap para tangan setan yang cukup kuat di Tanah Air. Tidak heran kedudukan KPK yang baru dibentuk oleh pemerintahan SBY-JK secara perlahan-lahan kondisinya genting dengan banyaknya masalah, yang semuanya menusuk terhadap identitas lembaganya untuk dilemahkan.

Mengambil bahasanya Martin Luther King (1929-1968), pemimpin Perjuangan Hak sipil Amerika Serikat, "Ketidakadilan akan menjadi ancaman bagi keadilan." Terbukti dengan hadirnya KPK yang merupakan lembaga penegak keadilan. Akhir-akhir ini keberadaannya pun digoyang oleh para mafia. Mereka telah menyusun strategi supaya KPK tidak berjalan (nonaktif).

Dalam catatannya, KPK sangat kuat dalam memburu para koruptor. Sekian banyak koruptor yang telah ditangkap dan tidak bisa lolos dari incaran KPK. Sekalipun ada lampu hijau ditemukannya figur skenario pelemahan KPK. Tidak menunjukkan posisinya aman dari serangan. Bahkan, yang terjadi adalah sebaliknya, para mafia kian mengamuk dengan mencari strategi baru dan jitu. Sebab, para mafia akan merasa terancam dengan ditemukan kawan persekongkolannya.

Jejak sementara untuk mengungkap konspirasi busuk itu adalah sosok yang tergabung dalam dialog rekaman rekayasa itu. Dia akan menjadi saksi sosok persekongkolan lainnya. Sehingga, para mafia ke depan juga akan merasa ketakutan untuk melemahkan KPK yang mendapatkan perlindungan payung hukum. 


Dukungan pemerintah

Hari ini merupakan momen efektif untuk menunjukkan keseriusan Presiden SBY menangani KPK, untuk membuktikan pernyataan sebelumnya, yang bakal berdiri di garda depan bila ada upaya yang melemahkan KPK. Ini saatnya untuk mereformasi kepolisian dan kejaksaan yang terlibat di dalamnya. Kasus ini juga berkaitan dengan kejaksaan dan kepolisian.

Ingatkan sekali lagi, posisi KPK tidak akan aman dari bahaya. Aneka macam pengerdilan akan datang secara berganti-ganti. Sehingga, pejabat yang terlibat dalam rekayasa ini supaya dihentikan guna tidak menciptakan penyakit di internal KPK. Apalagi, saat ini merupakan awal dari periode pemerintahannya. Setelah menghadapi tantangan yang cukup serius, presiden kurang memberikan jaminan penyelesaiannya, kecuali mendapatkan tekanan dari publik untuk segera menyelesaikannya.

Tugas presiden sekarang adalah mencopot pihak kepolisian dan kejaksaan yang terlibat dialog dengan Anggodo Widjojo dalam rekaman itu. Kasus ini telah membuat hukum Indonesia tercoreng dan rendah di mata masyarakat. Penegak hukum diklaim tidak optimal dalam menjalankan mandatnya. Oleh karena itu, untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum dan kepolisian, presiden secepat mungkin menonaktifkan mereka. Kedudukan mereka dalam struktur negara hanya menciptakan masalah. 

Dukungan moral
Dukungan moral dari elemen masyarakat merupakan bukti kesediaan mereka terhadap KPK, untuk tetap eksis memburu para koruptor. Namun, dukungannya tidak cukup berhenti di sini. Jaminan keselamatan terhadap KPK belum teruji. Mengiringi langkah KPK ke depan, patut mendapatkan dukungan dan pantauan serupa, bahkan semakin kuat. 

Tantangan ke depan senantiasa menyelimutinya. Menjadikan posisinya dilematis dalam menjalankan roda kerjanya; bergerak di antara jurang keselamatan dan bahaya. Tidak bisa dimungkiri manakala tidak ada dukungan moral yang kuat. Kemungkinan besar secara bertahap ataupun cepat, keberadaannya akan makin kacau. Dapat dikatakan, saat lembaga kejaksaan dan kepolisian kurang memberikan jaminan terhadap KPK. Dukungan moral merupakan jalan salah satunya yang harus ditegakkan dan disatukan, supaya gerakannya semakin kuat mengontrol berbagai permasalahan yang menimpa.

Secara sepintas, patut bertepuk tangan atas keseriusan elemen masyarakat menuntut keluarnya anggota pimpinan KPK. Mereka pantas mendapatkan apresiasi yang mempedulikan keadilan. Tuntutan semacam itu amat penting ditegakkan kembali setelah para aparat hukum dan kepolisian tidak manpu menunjukkan keadilan dan kebenaran. Dukungan dari bawah merupakan langkah efektif dalam mengungkap kebenaran.

Catatan sejarah menunjukkan, untuk mengubah nilai ketidakadilan oleh kekuatan penguasa, banyak direalisasikan melalui jalan dari bawah (rakyat) (baca: revolusi). Kesatuan dari seluruh elemen sosial, seperti lembaga keagamaan, sosial, politik, dan lainnya merupakan kunci utama keberhasilan perjalanan KPK ke depan.

Opini Republika 7 November 2009