04 Oktober 2009

» Home » Jawa Pos » Sejarah Panjang Gempa di Padang

Sejarah Panjang Gempa di Padang

BELUM hilang ingatan masyarakat terhadap gempa bumi Tasikmalaya, Jawa Barat, 2 September 2009, yang menelan banyak korban jiwa dan kerugin harta benda, kini kita dikejutkan kembali oleh gempa bumi dahsyat di Padang, Sumatera Barat. Gempa bumi berkekuatan 7,6 skala Richter yang berpusat di Samudera Hindia pada jarak 57 kilometer arah barat daya Kota Pariaman itu telah menimbulkan kerusakan sangat parah dan menewaskan ratusan orang di Kota Padang dan sekitarnya.
Berdasar parameternya, gempa bumi tersebut diklasifikasikan sebagai gempa bumi aktivitas subduksi menengah yang terjadi pada litosfer dekat dengan bidang kontak antarlempeng Indoaustralia dan Eurasia.

Ditinjau dari sejarah kegempaan di zona gempa bumi Sumatera Barat, gempa bumi Padang yang terjadi saat ini sebenarnya hanyalah bagian dari sejarah panjang gempa bumi yang sudah berlangsung sejak masa lampau. Data sejarah gempa bumi kuat dan merusak di Padang merupakan cermin kondisi tektonik yang merupakan kawasan seismik aktif dan kompleks.

Sejarah Gempa Bumi

Berdasar catatan data sejarah kegempaan, daerah Sumatera Barat memang sudah beberapa kali mengalami gempa bumi merusak. Sejak 1822 hingga 2009, telah terjadi setidaknya 14 kali kejadian gempa bumi kuat dan merusak di Sumatera Barat dan di antaranya menyebabkan tsunami. Sejarah panjang gempa bumi merusak di Sumatera Barat, antara lain, adalah gempa bumi Padang (1822, 1835, 1981, 1991, 2005), gempa bumi Singkarak (1943), gempa bumi Pasaman (1977), dan gempa bumi Agam (2003). Sedangkan gempa bumi yang diikuti gelombang tsunami terjadi di Mentawai (1861) dan Sori-Sori (1904).

Catatan paling tua menunjukkan bahwa di Padang pada 1822 telah terjadi gempa bumi kuat yang diikuti suara gemuruh yang berpusat di antara Gunung Talang dan Gunung Merapi. Meski tidak ada laporan secara rinci, catatan tersebut menyebutkan, gempa bumi itu dilaporkan menimbulkan kerusakan parah dan korban jiwa cukup banyak.

Pada 28 Juni 1926, gempa bumi dahsyat 7,8 skala Richter juga dilaporkan pernah mengguncang Padang Panjang. Akibat gempa bumi ini, tercatat korban tewas lebih dari 354 orang. Kerusakan parah terjadi di sekitar Danau Singkarak Bukit Tinggi, Danau Maninjau, Padang Panjang, Kabupaten Solok, Sawah Lunto, dan Alahan Panjang. Gempa bumi susulan mengakibatkan kerusakan di sebagian wilayah Danau Singkarak. Tercatat di Kabupaten Agam 472 rumah roboh, 57 orang tewas, dan 16 orang luka berat. Di Padang Panjang, 2.383 rumah roboh serta 247 orang tewas. Dampak gempa bumi juga menimbulkan banyak tanah terbelah, longsoran di Padang Panjang, Kubu Krambil, dan Simabur.

Gempa bumi kuat dengan magnitudo 5,6 skala Richter juga pernah terjadi pada 16 Februari 2004. Getaran gempa bumi ini dirasakan di sebagian besar daerah Sumatera Barat hingga pada VI MMI (Modified Mercalli Intensity) yang menimbulkan korban tewas 6 orang dan meluluhlantakkan ratusan bangunan rumah di Kabupaten Tanah Datar.

Beberapa hari kemudian, tepatnya pada 22 Februari 2004, gempa bumi yang lebih besar kembali mengguncang Sumatera Barat dengan magnitudo 6 skala Richter. Gempa bumi ini mengakibatkan satu orang tewas dan beberapa orang luka parah serta ratusan rumah rusak berat di Kabupaten Pesisir Selatan.

Tektonik Sumatera Barat

Kondisi seismik yang aktif dan kompleks zona gempa bumi Sumatera Barat tersusun atas dua generator gempa bumi. Pertama, pembangkit gempa bumi berasal dari kawasan barat Sumatera yaitu zone subduksi lempeng yang berpotensi menimbulkan gempa kuat yang sangat mungkin diikuti tsunami.

Sebagian besar hiposenter gempa bumi yang dipicu aktivitas penyusupan lempeng berpusat di perairan sebelah barat Sumatera. Hal ini berkaitan dengan adanya pertemuan lempeng benua di dasar laut. Untuk kawasan Sumatera Barat, potensi gempa besar justru akibat aktivitas lempeng di zona subduksi yang dicirikan dengan magnitudo yang relatif lebih besar.

Generator gempa bumi kedua adalah zona patahan Sumatera atau yang populer dikenal sebagai Semangko Fault. Semangko Fault merupakan patahan sangat aktif di daratan yang membelah Pulau Sumatera menjadi dua, membentang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan, dari Teluk Semangko di Selat Sunda sampai ke wilayah Aceh di utara.

Gempa bumi berkekuatan 7,0 skala Richter yang mengejutkan masyarakat Sungai Penuh pada Kamis (1/10) yang episentrumnya sekitar 160 kilometer dari Kota Padang merupakan gempa bumi akibat aktivitas patahan Semangko. Tampaknya, pelepasan energi gempa bumi utama Padang berkekuatan 7,6 skala Richter yang dibangkitkan oleh aktivitas subduksi lempeng berdampak telah memicu aktivitas sesar di daratan.

Berdasar data sejarah gempa bumi Sumatera, dalam 100 tahun terakhir, sudah sekitar 20 gempa besar dan merusak terjadi di zona patahan ini. Berdasar penelitian, aktivitas gempa bumi di patahan Semangko rata-rata sekitar lima tahun sekali. Meski magnitudo gempa bumi di zona patahan itu relatif kecil, dampaknya bisa sangat berbahaya. Ini disebabkan sumbernya di daratan yang berdekatan dengan kawasan permukiman.

Sebagai kawasan yang sangat rawan gempa bumi, daerah Sumatera Barat akan selalu menjadi kawasan yang sering diguncang gempa bumi. Oleh karena itu, kita dituntut lebih serius dalam memperbaiki sistem penanganan bencana alam, baik dalam memperbaiki sistem pamantauan gempa bumi, pembuatan peta rawan gempa bumi, menyusun peta mikrozonasi gempa bumi, merencanakan bangunan tahan gempa bumi, maupun pendidikan masyarakat melalui sosialisasi mitigasi bahaya gempa bumi. Jatuhnya banyak korban gempa bumi sebenarnya disebabkan kurang pahamnya masyarakat dalam menghadapi gempa bumi. (*)

Opini Jawa Pos 5 Oktober 2009

*) Daryono SSi, MSi, mahasiswa Program Doktor Ilmu Geografi UGM serta peneliti di Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika