21 Oktober 2009

» Home » Kompas » Kabinet Minus Mimik Keprihatinan

Kabinet Minus Mimik Keprihatinan

Sebagai seorang demokrat, saya berharap Kabinet Indonesia Bersatu II, 2009-2014, akan memenuhi harapan masyarakat luas untuk membebaskan bangsa ini dari lilitan kemiskinan, korupsi, kebodohan, kepura-puraan, dan politik uang yang mewabah.


Legitimasi konstitusional melalui pemilu dalam sistem demokrasi adalah modal bagi sebuah pemerintah untuk mewujudkan janji-janjinya bagi kesejahteraan umum. Hal itu, sejak Indonesia merdeka, belum pernah benar- benar bergerak ke jurusan ideal. Retorika politik dengan berbagai gaya telah lama menempatkan Pancasila di sebuah limbo sejarah.
Seandainya harapan ke arah perbaikan fundamental ini menjadi kenyataan pada masa datang, legitimasi konstitusional pemerintah pasti akan diikuti legitimasi moral dan sosial seluruh masyarakat. Dan Pancasila tidak perlu menjerit lagi karena nilai-nilai luhurnya mulai diperhatikan dan dijalankan pemerintah yang mendapat mandat langsung dari rakyat.
Jangan disembelih sendiri
Saya telah membujuk diri untuk tidak memberi penilaian sebelum kabinet bekerja pada bulan-bulan mendatang. Setelah berjalan beberapa lama, barulah orang bebas memberikan evaluasi obyektif terhadap kinerja kabinet ini. Terhadap anggota kabinet ini, yang sebagian saya kenal secara pribadi, tentu saya harus mengucapkan selamat bekerja kepada mereka dalam mengemban amanat rakyat yang sebagian besar masih belum merasakan makna kemerdekaan bagi perbaikan nasib mereka ketimbang sebagian anak bangsa yang telah jauh berada di depan.
Sebagai warga yang telah berusia 74 tahun, keinginan saya hanya tunggal: leher bangsa ini jangan sampai disembelih oleh anak-anaknya sendiri yang tak tahu diri karena sudah lama hidup dalam lingkaran kemakmuran materi yang melimpah. Harta cukup, kekuasaan di tangan, dan orang hormat kepadanya, karena tulus, ketidaktahuan, atau karena terpaksa, tak perlu kita bicarakan di sini. Singkatnya kelompok ini sudah merasakan nikmat kemerdekaan dengan segala fasilitas yang menyertainya.
Karena saat penilaian masih ditunggu, apa yang saya tulis di bawah ini tidak lebih dari kesan selintas yang semoga tidak mewakili kenyataan yang sebenarnya nanti dalam kinerja mereka pada tahun-tahun mendatang. Kesan itu terlihat di layar kaca sewaktu mereka dipanggil ke Cikeas dan saat tes kesehatan di Rumah Sakit Gatot Subroto menjelang hari pelantikan mereka sebagai anggota kabinet pada 22 Oktober 2009. Kesan itu sudah tersimpul dalam judul artikel ini.
Hampir tanpa kecuali, wajah calon-calon anggota kabinet itu tampak bahagia di tengah kerumunan pers sambil mengangkat dan melambaikan tangan, tidak terlihat mimik keprihatinan tentang keadaan bangsa dan negara yang masih sempoyongan dalam memetakan masa depannya. Namun, sekali lagi, panorama ini semoga bukanlah wujud ketidakpedulian mereka terhadap masalah-masalah besar yang telah mendera bangsa ini sejak puluhan tahun yang lalu. Keceriaan yang terlihat itu semoga melambangkan optimisme bahwa mereka bisa dan akan berbuat sesuatu yang bermakna di bidangnya masing-masing bagi kepentingan rakyat banyak.
Oleh sebab itu, pengamatan sekilas belum dapat dijadikan indikator bahwa mereka tidak prihatin. Boleh jadi sangat prihatin, tetapi mereka tidak mau hanyut dalam keprihatinan sebab akan melemahkan daya ”tempur” mereka untuk mengabdi kepada kepentingan umum.
Sebagaimana telah sering saya sampaikan di depan berbagai forum, salah satu kendala terbesar yang dihadapi Indonesia merdeka sejak puluhan tahun yang lalu adalah masalah kepemimpinan dalam berbagai tingkat. Sulit ditemukan sepanjang sejarah Indonesia merdeka tampilnya pemimpin yang tepat di saat yang tepat. Ada saja titik lemah yang menggagalkan kepemimpinan mereka untuk mewujudkan cita- cita yang telah disampaikan secara lisan atau tertulis.
Kita ambil contoh kepemimpinan nasional 2004-2009 dengan nakhoda SBY-Kalla. Keduanya datang dari subkultur yang berbeda, tetapi sebenarnya saling melengkapi. Jika SBY adalah rem, Kalla gasnya. Ibarat sebuah kendaraan, jika rem yang lebih dominan, gasnya akan tersendat- sendat, akan sangat sulit tujuan bisa dihampiri. Sebaliknya, jika gas yang dominan, remnya lemah sekali, bisa jadi kendaraan akan masuk jurang. Selama periode di atas, dengan segala kekuatan dan kelemahannya, SBY-Kalla telah selamat menjalani periode lima tahun sebagaimana yang diminta oleh konstitusi.
Lapindo dan Bank Century
Bencana alam yang datang silih berganti tidak sampai membawa bangsa ini pada suasana putus asa. Namun, bencana Lapindo malah ditetapkan sebagai bencana alam, bukan akibat kecerobohan perusahaan, sesuatu yang ditantang oleh para ilmuwan yang mengerti betul bahwa bencana itu bukan bencana alam. Karena para ilmuwan itu tidak akan tinggal diam, bencana Lapindo ini pasti akan tetap menguak pada waktu-waktu yang akan datang, sekalipun para ilmuwan itu sering tidak berdaya berhadapan dengan hukum, kekuasaan, dan uang.
Borok lain yang mengemuka pada bulan-bulan terakhir kepemimpinan SBY-Kalla adalah skandal Bank Century yang kemudian memicu ketegangan antara KPK dan Polri, dua aparat penegak hukum yang sama-sama naik ke ring tinju. Rakyat banyak hanya bingung menyaksikan pertarungan yang memalukan itu. Sementara itu, pemeriksaan atas mantan Ketua KPK Antasari Azhar telah berbulan-bulan menyita perhatian publik yang semakin skeptik terhadap dunia hukum dan peradilan kita. Pertanyaannya adalah: kapan Indonesia dibebaskan dari mafia peradilan yang sarat dengan konflik kepentingan?
Akhirnya, sekalipun sebagian pengamat dan pengusaha menyambut positif tim ekonomi SBY-Boediono, saya yang tidak paham masalah ekonomi dan keuangan lebih baik menunggu penilaian pihak-pihak lain yang mungkin punya pandangan berbeda. Penyakit Indonesia dari sisi mana pun kita menengoknya dengan utang luar negeri yang tinggi akan memerlukan waktu lama bagi proses penyembuhannya.
Oleh sebab itu, mimik keprihatinan masih sangat perlu dipertahankan sampai situasi umum bangsa ini benar-benar membaik secara signifikan.


Ahmad Syafii Maarif  Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah
Opini Kompas 22 Oktober 2009