07 Februari 2010

» Home » Media Indonesia » Komitmen Tingkatkan Kualitas Pendidikan

Komitmen Tingkatkan Kualitas Pendidikan

SERATUS hari memang bukan waktu yang lama dan terlalu singkat untuk melaksanakan pengukuran suatu program berjalan sukses atau tidak. Namun, jangka waktu 100 hari memiliki nilai psikologis besar untuk mendorong pencapaian kerja secara terarah. Program 100 Hari Kementerian Pendidikan Nasional, misalnya, merupakan momentum untuk berkomitmen dalam menjalankan program ke depan, berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas pendidikan.


Dari delapan program 100 hari Kementerian Pendidikan Nasional, tiga di antaranya memang telah selesai sebelum batas akhir 100 hari. Ketiga program itu; (i) penyediaan internet secara massal di sekolah; (ii) beasiswa perguruan tinggi untuk siswa SMA/SMK/MA berprestasi dan kurang mampu (Beasiswa Bidik Misi), dan (iii) penyusunan dan penyempurnaan Renstra 2010-2014.

Lima program lainnya, yaitu (iv) penguatan kemampuan kepala dan pengawas sekolah; (v) penyusunan kebijakan khusus bagi guru yang bertugas di daerah terdepan dan terpencil; (vi) pengembangan budaya dan karakter bangsa; (vii) pengembangan metodologi belajar mengajar; dan (viii) roadmap sinergitas lembaga pendidikan (Depdiknas-Depag) dengan pengguna lulusan untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan juga telah selesai bersamaan dengan tenggat 100 hari yang telah ditentukan.

Persoalannya tentu bukan selesai atau belum, melainkan bagaimana ke depannya setelah program 100 hari itu tercapai. Harus dinyatakan, program 100 hari merupakan komitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara menyeluruh, dan perlu digarisbawahi, program itu bukan berhenti dan selesai setelah 100 hari, melainkan ke depannya pelaksanaannya harus terus-menerus dijalankan, dievaluasi, dan diawasi seluruh pemangku kepentingan pendidikan.

Selain itu, delapan program dalam 100 hari pertama kementerian pendidikan juga harus dilihat dari jumlah peluang atau multiplier effect yang akan diakibatkannya, baik pada aspek kebijakan maupun program. Dengan konsentrasi pada peningkatan kemampuan manajemen sekolah (aspek metodologis), perlakuan yang seimbang dan lebih adil (fairness) terhadap seluruh aspek layanan pendidikan serta membentuk budaya sekolah (school culture) yang sehat dan bertanggung jawab, program-program Kementerian Pendidikan ke depan diharapkan akan lebih berkualitas. Harus ada kritik dan masukan yang konstruktif, terutama ketika kebijakan dan program tersebut direncanakan ke dalam bahasa anggaran. Oleh karena itu, sosialisasi yang benar dan seimbang perlu dan akan terus dilakukan kementerian ini.

Lima pilar

Bagi Kementerian Pendidikan Nasional, wadah besar dari kedelapan program 100 hari itu, termasuk program pendidikan lainnya seperti melanjutkan program wajib belajar sembilan tahun, bantuan operasional sekolah, perbaikan infrastruktur sekolah dan lainnya, disatukan dalam lima pilar utama, yaitu (1) meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan; (2) memperluas keterjangkauan layanan pendidikan; (3) meningkatkan kualitas atau mutu dan relevansi layanan pendidikan; (4) mewujudkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan; dan (5) menjamin kepastian memperoleh layanan pendidikan.

Harus diakui keragaman yang begitu besar pada bangsa ini memerlukan perhatian yang luar biasa, tidak terkecuali bagi dunia pendidikan. Untuk itulah diperlukan perhatian serius di dunia pendidikan. Keseriusan itu terlihat pada upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan terkait dengan pemberian beasiswa bagi peserta didik dari masyarakat kurang mampu di berbagai jenjang satuan pendidikan. Nilainya--belum termasuk usul yang masih diproses dalam pembahasan APBNP--cukup besar mencapai angka Rp1,5 triliun lebih untuk menjangkau sebanyak 3 juta lebih siswa dan mahasiswa.

Pemberian beasiswa sebesar itu belum termasuk Program Beasiswa Bidik Misi yang menjadi salah satu program 100 hari yang menganggarkan sebesar Rp200 miliar untuk 20 ribu lulusan SMA/MA/SMK/MAK. Program Paket C dari keluarga kurang mampu untuk masuk ke perguruan tinggi negeri juga merupakan perhatian utama lainnya.

Pilihan untuk memperbesar anggaran dan jumlah penerima beasiswa bagi masyarakat kurang mampu merupakan bagian dari implementasi untuk menjalankan program besar nondiskriminatif sehingga tidak hanya diucapkan, tapi juga nyata direalisasikan. Tentu program itu bukan hanya persoalan non-diskriminatif, melainkan program beasiswa bagi keluarga kurang mampu merupakan program mulia untuk memutus mata rantai kemiskinan dan kebodohan.

Harus kita akui bahwa jumlah penduduk miskin telah berkurang secara signifikan, dari 17,8% (2006) menjadi 15,4% (2008)-- yang merupakan terendah selama satu dekade terakhir. Bahkan pada 2009, bila inflasi dijaga 6% dan pertumbuhan ekonomi 4,5% (sebuah skenario moderat), angka kemiskinan bisa ditekan hingga 13,23%. Meski demikian, secara nominal jumlah penduduk miskin itu amatlah besar, bisa mencapai 29,79 juta orang.

Problem itulah yang ingin dicapai dalam hal pemberian beasiswa bagi masyarakat kurang mampu. Sudah barang tentu beasiswa bagi mereka yang berprestasi pun sudah disiapkan karena memang upaya untuk memberikan apresiasi terhadap prestasi terus dipertahankan. Melalui program keberpihakan, indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI) untuk pembangunan pendidikan untuk semua atau education for all di Indonesia diharapkan akan terus membaik.

Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2010 yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), 19 Januari 2010 lalu, EDI Indonesia tahun 2007 adalah 0,947. Nilai itu naik dari tahun sebelumnya yang mencapai 0,925. Indonesia pada saat ini berada di urutan ke-65 dari 128 negara.

Total nilai EDI diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan gender, dan angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar. Tentu capaian itu menjadi modal untuk terus menerus meningkatkan kualitas pendidikan. Semoga!

oleh Sukemi Staf Khusus Mendiknas Bidang Komunikasi Media
Opini Media Indonesia 8 Februari 2010