15 Januari 2010

» Home » Suara Merdeka » Pemberdayaan Petani lewat CSR

Pemberdayaan Petani lewat CSR

SLOGAN Gubernur Jateng H Bibit Waluyo “Bali Ndesa Mbangun Desa” telah
direspons baik oleh masyarakat pengusaha yang menaruh kepedulian terhadap kelestarian lingkungan dan masyarakat pedesaan. Bantuan pengusaha bersama pemda untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui pola corporate social responsibility (CSR) terpadu, telah diujicobakan di Kabupaten Semarang dan Boyolali untuk tanaman hortikultura yaitu buah naga dan durian monthong.


Luas Provinsi Jawa Tengah 3.254.412 hektare, sekitar 54 % digunakan untuk usaha pertanian. Dari luasan tersebut yang berupa lahan kering 763.246 hektare. Selama ini lahan tersebutbenar-benar kering karena perhatian oleh pemerintah sangat minim dibandingkan dengan lahan sawah dengan perhatian cukup besar, misal perbaikan sarana prasarana produksi, perbaikan jaringan irigasi, dan pemberian kredit usaha tani dan lain sebagainya.

Gubernur menaruh perhatian pada petani lahan kering untuk diberdayakan dalam budidaya pertanian dalam arti luas (termasuk wisata agro  dengan cara memanfaatkan curah hujan yang cukup tinggi untuk daerah tertentu di Jawa Tengah yang ditampung pada embung mini sehingga masih mempunyai cadangan air pada waktu musim kemarau.  Mengingat anggaran yang terbatas, maka digandenglah para pengusaha yang masih peduli terhadap kelestarian lingkungan serta mempunyai tanggung jawab sosial bagi masyarakat melalui kegiatan CSR.

Aktivitas CSR masih relatif baru di Indonesia tetapi merupakan negara pertama di dunia yang mewajibkan adanya CSR bagi perusahaan dan hal itu tertuang dalam Undang ñ Undang tentang Perseroan Terbatas (PT) Pasal 74.

Konsep umum dari CSR adalah adanya dorongan global agar bumi menjadi wahana yang lebih beradab bagi pemerataan kesejahteraan ekonomi, sosial, dan pemihakan pada lingkungan menjadi ladang persemaian ideal yang terus menguat dari ide dan praktik bisnis. 

Dari sini perusahaan tidak akan lepas dari tanggung jawabnya di samping mencari profit, harus memperhatikan manusia ñ manusia yang menjadi pemangku kepentingan perusahaan, termasuk di dalamnya karyawan, juga masyarakat di sekitar perusahaan.

Kita tengok kebelakang adanya tragedi lingkungan dan kemanusiaan yang terjadi di berbagai belahan bumi dengan korban manusia dan rusaknya lingkungan seperti Minamata (Jepang), Bhopal (India), Chernobyl (Uni Sovyet), Shell (Nigeria ), Ok Teddy (PNG), di samping itu timbul kerusakan- kerusakan yang diakibatkan dari pencemaran limbah Industri.

Apabila kita cermati, selama ini perusahaan-perusahaan masih memfokuskan kegiatan CSR \-nya hanya kepada penguatan modal (capital) kepada masyarakat, belum banyak yang benar-benar memfokuskan kegiatan kepada upaya penguatan modal sosial (social capital), dan kegiatan kerekatan sosial (social cohesion).

Salah satu contoh adalah PT Riau Andalan Pulp and Paper (Riaupulp) dapat dikategorikan sebagai  salah satu di antara perusahaan yang paling serius dalam menjalankan CSR. Ada enam konsep yang oleh Riaupulp diupayakan keterpaduannya dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan CSR, yaitu kelestarian lingkungan, pemberdayaan masyarakat, perbaikan lingkungan kerja, volunteerism, keterlibatan pemangku kepentingan, dan transparansi.

Keterpaduan antara Pemprov Jawa Tengah, pemkab, dan pengusaha diwujudkan dalam kegiatan pengembangan lahan kering sebagai sentra produksi budidaya tanaman buah melalui teknologi embung mini. Untuk tahun 2009 ditempatkan di dua lokasi yaitu Dukuh Jumbleng, Desa Wonokerto Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang untuk buah naga, dan di Dusun Setro, Desa Karanganyar, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali untuk durian monthong.

Pengembangan dan keberhasilan pengelolaan lahan kering dengan dibangunnya embung mini, bertujuan untuk menampung air hujan pada waktu musim penghujan dan digunakan untuk mengairi pada waktu musim kemarau. Contoh nyata yang dikembangkan oleh Yayasan Obor Tani (Yabortan) yang membangun embung mini di Desa Genting Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang  ternyata mampu mewu-judkan keinginan petani lahan kering untuk mempunyai air pada waktu musim kemarau.

Pembebasan lahan untuk pembuatan embung mini, penunjukan calon petani buah dengan luas lahan 20 hektare adalah tanggung jawab pemerintah kabupaten, dan pemerintah provinsi bertanggung jawab membangun embungnya, melatih para calon petani mengenai cara berkebun dan pemeliharaan tanaman buah.

Adapun pengusaha bertanggung jawab pada pengadaan bibit, saprodi, instalasi pengairan dan lain-lain serta melakukan pemeliharaan selama tiga tahun bersama petani pemilik, sampai pohon berbuah. Setelah itu pohon buah diserahkan kepada petani pemilik lahan untuk dikelola secara mandiri.(10)

— Ir Yusuf Aidy MPi, staf Badan Koordinasi Penyuluhan (Bakorluh) Provinsi Jawa Tengah
Wacana Suara Merdeka 16 Januari 2010