20 Desember 2009

» Home » Suara Merdeka » Wacana 21 Desember 2009 Inspirasi Peradaban Islam

Wacana 21 Desember 2009 Inspirasi Peradaban Islam

Tentu pendekatan terpadu adalah lebih baik, namun persuasi moral diharapkan menginternalisasikan nilai-nilai dan lebih membekas ketimbang dengan ”unsur paksaan” eksternal

SEPEKAN ke depan, Unissula Semarang menyelenggarakan Gebyar Muharam 1431 Hijriah bertema ”Dengan Semangat Muharam Kita Bangun Peradaban Islam Berbasis Spiritualitas, Rasionalitas, dan Produktivitas”. Acara yang disiapkan antara lain Orasi ilmiah Peradaban oleh Prof Dr Ing BJ Habibie, ”Membangun Kembali Peradaban Islam dengan HO2 (Hati, Otak, dan Otot)”, dilanjutkan dengan penyerahan Budaya Akademik Islami (Budai) Award kepada beliau dan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Dr Muhammad Mahfud Md.


Lalu bedah buku Cerdas Bisnis Cara Rasulullah karya Prof Dr H Laode M Kamaluddin MSc MEng (Rektor Unissula), dan The Inspiring Life of Habiburrahman El Shirazy, kemudian apresiasi film Ketika Cinta Bertasbih dengan narasumber sutradara Chairul Umam, dan pemeran utama Okki S Dewi dan Khalidi Asaqil Alam, serta penulis novelnya Habiburrahman El Shirazy, juga beberapa acara lain.

Tema yang diusung oleh Unissula itu, pada dasarnya adalah membangun kembali dan menjadikan nilai-nilai Islam sebagai sumber inspirasi tindakan, perilaku, dan pergerakan. Karenanya menjadi fenomena klasik ketika kemudian terjadi perdebatan pendekatan penyadaran penerapan nilai-nilai agama yang melandasi perilaku itu: apakah dengan pendekatan moral atau struktural.

Pendekatan moral dilakukan melalui penghayatan mendalam terhadap nilai-nilai Islam sebagai koridor perilaku, baik terhadap individu maupun masyarakat. Nilai agama menginspirasi moral untuk bertindak apakah tindakan itu terkait dan untuk kepentingan individu ataupun untuk kepentingan masyarakat.

Pendekatan struktural, dengan menggunakan perangkat-perangkat pendukung seperti berbagai aturan dan ketentuan-ketentuan normatif lahiriah yang memiliki daya koersif terhadap perilaku manusia. Tentu pendekatan terpadu adalah lebih baik, namun persuasi moral diharapkan menginternalisasikan nilai-nilai dan lebih membekas ketimbang dengan ”unsur paksaan” eksternal.

Membangun kembali peradaban Islam dimulai dari pembangunan ilmu pengetahuan Islam karena pada dasarnya peradaban dibangun dari ilmu pengetahuan. Maka yang harus dibangun adalah ilmu pengetahuan Islam. Dengan menguasainya, akan memungkinkan seseorang dapat memberikan respons terhadap masalah kehidupan yang terjadi disekitarnya, dan akan memengaruhi corak perilaku sebagai respons terhadap apa yang dihadapi.
Ilmu pengetahuan, dari berbagai konsep yang diperoleh seseorang akan membentuk totalitas konsep yang saling terkait dalam satu jaringan struktur berpikir yang disebut architectonic whole atau suatu keseluruhan yang saling berhubungan. Inilah yang melahirkan pandangan hidup (worldview) seseorang. Di samping dipengaruhi oleh ilmu pengetahuannya, terbentuk beberapa saat setelah terjadi saling berhubungan antara berbagai konsep pengetahuan yang telah diperoleh. Pandangan seperti itu juga sering disebut sebagai natural worldview. Pada sisi lain, melalui kerangka konsep ilmiah/ kegiatan keilmuan, diharapkan lahir pengetahuan ilmiah untuk memunculkan pandangan hidup ilmiah (scientific worldview).

Pemosisian ilmu pengetahuan dalam membentuk peradaban suatu bangsa, menurut Ibnu Khaldun adalah pada peran ilmu pengetahuan tersebut. Peradaban hanya akan terwujud apabila ilmu pengetahuan berkembang. Maju mundurnya perdaban suatu bangsa tergantung pada maju mundurnya ilmu pangetahuan bangsa itu.

Keberkembangannya sebagai inti perdaban sangat tergantung pada adanya komunitas yang aktif. Maka suatu peradaban harus dimulai oleh ”suatu komunitas kecil”. Semakin besar dan membesarnya ”komunitas kecil” tersebut akan menjadikan semakin besar dan membesarnya peradaban.
Rambu Peradaban Worldview yang terbentuk dalam pikiran seseorang secara perlahan-lahan dimulai dari akumulasi konsep-konsep yang diterima dan sikap mental yang dikembangkan. Dari keduanya kerangka berpikir dibangun melalui proses alami maupun cara-cara ilmiah. Inilah gambaran proses pertumbuhan pandangan hidup pada umumnya.

Berbeda dari cara tersebut, pendangan hidup Islam tidak termasuk dalam kategori scientific worldview, karena tidak dikembangkan oleh komunitas ilmiah melalui cara ilmiah, namun dibangun berdasar wahyu Allah yang disampaikan dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad kepada masyarakat. Oleh Prof Alparslan, ini dinamai dengan quasi-scientific worldview. Meskipun demikian dapat berkembang menjadi scientific worldview setelah dikembangkan oleh Nabi dan para sahabat melalui penjelasan dan perluasan makna wahyu. Bukan dalam arti pematangan sebagaimana ilmu pengetahuan, melainkan lebih merupakan interpretasi dan elaborsasi yang bersifat permanen.

Gradualisasi dan proses pembangunan peradaban Islam bisa dilihat dari periodisasi dan tahapan perkembangan seperti lahirnya pandangan hidup Islam dalam bentuk wahyu, lahirnya struktur ilmu pengetahuan dalam pandangan hidup dan tradisi keilmuan Islam. Periodisasi ini mengacu pada inti persoalan, yakni desiminasi ayat-ayat Alquran yang berlangsung dalam berbagai tahap.

Tahap awal (periode Makkah) adalah tahapan pembentukan pandangan hidup Islam dengan peran Nabi Muhammad yang menyampaikan dan menjelaskan wahyu-wahyu yang diturunkan Allah kepada masyarakat.

Banyak diturunkan ayat yang berkaitan dengan konsep tentang Tuhan dan keimanan, hari akhir, surga - neraka, ilmu, ibadah, dan konsep-konsep dasar Islam yang merupakan elemen penting pembentukan struktur worldview-nya. Periode ini bukan hanya telah memperjelas pandangan hidup Islam tentang dunia yang berbeda dari pra-Islam (jahiliyah) tetapi juga menggantikannya. Contoh konkretnya adalah pandangan tentang kemuliaan dunia yang dalam konsep jahiliyah identik dengan harta dan banyaknya anak, sementara dalam konsep Islam kemuliaan dunia (dan akhirat) karena ketakwaan.

Tahapan berikutnya (periode Madinah), wahyu Allah lebih menyempurnakan yang diturunkan di Makkah. Pada periode ini wahyu disempurnakan ritual peribadatan, sistem hukum yang mengatur inividu, keluarga dan masyarakat yang berkaitan dengan kehidupan komunitas muslim, di samping mengembangkan wahyu periode Makkah, dan lebih aplikatif. Pengembangan konsep-konsep worldview Islam ini ke dalam scientific worldview dilakukan setelah periode Makkah dan Madinah.

Banyak sekali wahyu yang menjadi penuntun kehidupan bermasyarakat yang bukan hanya dapat dikembangkan tetapi harus dikembangkan menjadi scientific woldview agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat baik dari sisi ilmu maupun agama. Pengembangan ini tidak boleh lepas dari pengembangan nilai wahyu dengan wahyu. Sebagai contoh, Allah menjanjikan kepada manusia yang mau beriman dan bertakwa akan hidup dalam keberkahan. Kepada umat yang mau meyakini kebenaran ajaran Allah dan bertakwa, akan diberi ”kecukupan” dalam hidupnya. Semua itu terdapat dalam Alquran, Surat Al A’raaf: 96.

Pada sisi lain diingatkan kepada yang berpaling dari (ingat akan) Allah dengan segala sifat-Nya, akan mendapatkan kehidupan yang sempit atau ma’isyatan dhanka. Al Raaghib Al Asfahani dalam ensiklopedi Mu’jam lima’ani al Quran mengartikannya sebagai ma’isyatan dhoyyiqatan atau kehidupan yang sempit. Dalam bahasa sehari-hari bisa disebut sebagai hidup yang serbasusah atau krisis. Peringatan ini tertuang dalam Surat Thaaha: 124.

Pasti siapa pun akan memilih hidup yang penuh berkah, jauh dari hidup yang susah. Kalau saja setiap manusia sadar konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, pasti akan berhati-hati dalam berperilaku. Kalau tiap orang sadar dan mau mengikuti tuntunan hidup dan aturan bermasyarakat yang telah diterimanya, pasti hidupnya akan berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Namun dengan justifikasi sebagai makhluk tempat salah dan lupa, maka hidup susah yang dialami sebenarnya merupakan buah dari kekhilafan dan kesalahannya.

Panduan pun diberikan, misalnya dalam Surat Al Hujarat: 9 sampai 13. Pertama, bila terjadi perselisihan dalam hidup bermasyarakat agar ditempuh jalan damai. Kedua, sesama orang mukmin itu bersaudara, maka diperintahkan untuk berdamai dalam kehidupan di antara mereka. Ketiga, terhadap sesama saudara jangan mengolok-olok, (sebab jangan-jangan yang diolok-olok itu ternyata lebih baik dari yang mengolok-olok), jangan mencela, jangan memanggil seseorang dengan nama atau panggilan yang bukan sebenarnya (al qaab, atau laqab adalah nama paraban (Jawa), jangan berprasangka, jangan mencari keburukan atau kesalahan orang lain, jangan menggunjing kepada yang lain.

Nilai wahyu dalam Surat Al Hujarat ini seharusnya menjadi dasar lahirnya worldview yang islami dan melahirkan peradaban mulia dalam pergaulan kemasyarakatan. Namun realitasnya, masyarakat bangsa ini begitu enak melanggarnya. Dan, itu mestinya diyakini menjadi salah satu sumber krisis.

Inilah di antara hal-hal yang diangkat Unissula sebagai komunitas kecil yang diharapkan menjadi pionir pengembangan peradaban Islam yang mampu menjelaskan quasi-scientific worldview ke dalam scientific worldview (dengan tidak terkontaminasi pemikiran lain seperti sekularisasi) untuk mempercepat desiminasi wahyu dan internalisasi nilai-nilai Islam, baik pada masyarakat muslim maupun komunitas lain. (10)

— Drs H Imam Munadjat  SH MS, staf pengajar Unissula Semarang
Wacana Suara Merdeka 21 Desember 2009